Last Updated on 1 May 2021 by Herman Tan Manado
Dalam sejarah Tiongkok kuno, ada beberapa tokoh yang dikenal karena kecantikan & ketampanannya, seperti sosok 4 Wanita Tercantik (四大美女; Sì dà měinǚ)dan 4 Pria Tertampan (四大美男; Sì dà měinán).
Namun sebagai negeri dengan peradaban literasi tertinggi di dunia, tentunya banyak cendekiawan dan pelajar berbakat yang lahir di masa itu, dan jumlahnya lebih banyak dibanding bangsa lain.
Kendatipun Tiongkok memiliki peradaban literasi dan sistem pendidikan yang paling maju dibanding bangsa lain, kentalnya budaya patriarki menyebabkan anak laki-laki atau para pria lebih diutamakan dalam mendapatkan akses pendidikan dan berkarya, baik oleh keluarga maupun lingkungannya.
Apabila dibandingkan dengan perempuan, perbedaannya terasa jauh, sehingga kebanyakan cendekiawan termasyhur di jaman Tiongkok kuno adalah pria.
Terlepas dari terbatasnya akses pendidikan untuk perempuan, namun masih ada beberapa tokoh perempuan yang memiliki bakat menonjol, baik dalam hal sastra maupun seni, yang pemikirannya mendobrak kesenjangan antar gender, akan akses pendidikan di masanya, dan memiliki kontribusi besar dalam sejarah perjalanan bangsa Tiongkok yang tidak boleh diabaikan begitu saja.
1. Li Qingzhao (李清照)
Dipuji sebagai wanita paling berbakat di Tiongkok kuno, Li Qingzhao merupakan seorang penyair dari era dinasti Song (960 – 1279), lahir di provinsi Shandong (baca : Santung).
Ia sangat berbakat dalam hal menciptakan puisi, lukisan tinta dan kaligrafi. Ia dan suaminya, Zhao Mingcheng (赵明诚), berbagi hobi dan ketertarikan yang sama dalam mengoleksi perabotan perunggu dan batu-batuan yang diukir dengan karya prosa dan puisi.
Li Qingzhao sangat terkenal dengan puisi-puisinya, yang dibagi menjadi 2 gaya yang sangat kontras satu sama lain, yang menggambarkan hidupnya, baik sebagai wanita menikah dan seorang janda.
Sebelum suaminya wafat, puisinya kebanyakan bercerita tentang hidup bahagia dan kenyamanan. Namun nada bahagia tersebut perlahan berubah menjadi nada sedih dan tragis setelah suaminya wafat.
Namun Li bukanlah wanita berpikiran sempit. Tidak hanya mengekspresikan sisi feminimnya, ia juga menulis puisi yang menyanjung para pahlawan perang dan mengkritisi bangsawan dan penguasa yang lemah dan korup.
Salah satu puisinya yang terkenal adalah, “Lahir sebagai jiwa yang hebat, dan matipun sebagai pahlawan di antara para jiwa yang telah berpulang.”
Sebagai contoh dari seorang patriot perempuan, Li memiliki pengaruh luar biasa pada sastrawan perempuan modern.
2. Cai Wenji (蔡文姬)
Memiliki nama lahir Cai Yan (蔡琰), Cai Wenji tidak hanya berbakat dalam syair dan kaligrafi, tapi juga dalam bidang matematika, astronomi, debat dan musik. Mahakaryanya terdiri atas Hu Jia Shi Ba Pai, atau 18 Lagu Seruling Nomad, dan Bei Feng Shi, atau Puisi Kemarahan.
Sebagai putri sastrawan, Cai Yan (178-249 M) yang hidup pada jaman dinasti Han Timur. Cai menjalani hidup yang tidak biasa. Setelah suami pertamanya meninggal, Cai diculik oleh suku Xiongnu, suku bangsa kuno di Tiongkok.
Ia dipaksa menikah dengan raja suku tersebut, Zuoxian, dan melahirkan 2 anak. Tinggal di lingkungan yang sangat berbeda, membuatnya sangat merindukan kampung halaman.
20 tahun kemudian, bangsawan bernama Cao Cao yang juga murid ayahnya, menyelamatkan Cai dari suku Xiongnu. Pada usia 35, Cai menikah untuk ketiga kalinya oleh pernikahan yang diatur oleh Cao Cao dengan seorang pria bernama Dong Si.
3. Ban Zhao (班昭)
Ban Zhao adalah sejarawan perempuan pertama di Tiongkok. Ayahnya, Ban Biao (班彪) adalah sejarawan di masa dinasti Han Timur (25-220 M).
Ia juga berbakat dalam menciptakan puisi, namun hanya 7 dari seluruh karyanya yang berhasil dikumpulkan, termasuk Tabel Baiguan Gongjing (百官公卿表) dan catatan astronomi, Tianwen Zi (天文志).
Ban Zhao menikahi penduduk lokal yang bernama Cao Shishu (曹世叔) pada umur 14 tahun, dan sering dipanggil ke istana oleh kaisar Han, Liu Zhao (79-105 M) untuk mengajar matematika, astronomi, dan puisi, pada permaisuri Deng Sui beserta para selirnya.
Ia dihormati sebagai Da Gu, sebuah gelar untuk perempuan terhormat dan berpengetahuan luas. Saat permaisuri menjadi wali untuk putranya, kaisar Liu Long pada 105 M, ia sering meminta nasihat pada Ban Zhao.
Pada usia 40 tahun, setelah kakaknya dipenjara dan dihukum mati karena suatu kesalahan, Ban menyelesaikan proyek buku Han Shu atau Kronik Dinasti Han (汉书 – Book of Han), kitab sejarah dinasti Han yang dikembangkan dari kitab sejarah Sima Qian oleh kakaknya, Ban Gu, dan ayah mereka.
Ada 4 orang seluruhnya yang menulis buku tersebut dengan dirinya sebagai penulis terakhir, dan ia mempertahankan gaya penulisan ketiga orang sebelumnya (ayah, kakak, serta Ma Xu, murid kakaknya).
Ban Zhao juga menulis kitab Nu Jie (女誡; Lesson for Women), sebuah buku yang mengajarkan bagaimana seharusnya wanita bersikap, dan memperhatikan hubungan dengan suami serta kerabat suami mereka.
Di masa ini, buku ini menjadi kontroversi karena isinya yang dianggap mengerdilkan status sosial perempuan di masyarakat, dan mengekang kebebasan perempuan untuk bebas berekspresi dan percaya diri akan kemampuan dirinya.
Namun ada teori bahwa buku ini dijadikan rujukan sebagai pedoman untuk menghindari skandal di lingkungan masyarakat dengan budaya patriarki yang kuat.
4. Shangguan Wan’er (上官婉儿)
Shangguan Wan’er (664-770 M) terkenal karena diberi posisi penting oleh satu-satunya kaisar perempuan dalam sejarah Tiongkok, Wu Zetian (武则天; ex janda kaisar Li Shimin & Li Zhi) dari dinasti Tang (618 – 907 M).
Walaupun kakek Shangguan, Shangguan Yi (上官儀) dieksekusi karena dituduh menentang Wu Zetian, dengan merencanakan kudeta penghianatan dengan anak tertua sang kaisar sebelumnya (Li Zhi & selir Liu), Li Zhong.
Namun beliau sangat dipuji oleh sang kaisar Wu Zetian karena bakat sastranya. Ia bekerja sebagai sekretaris utama Wu Zetian dan disebut sebagai ‘perdana menteri perempuan’ saat itu.
Shangguan menggubah syair-syair di istana agar memberikan ekspresi yang lebih berarti, dibandingkan sekedar puji-pujian kosong, dan ia mengembangkan gayanya berdasarkan puisi-puisi kakeknya.
Quan Tang Shi (全唐詩), atau “Kumpulan Puisi Dinasti Tang Lengkap”, yang terdiri dari 48.900 syair puisi, disusun menjadi 900 volume, 12 katalog, yang dibuat lebih dari 2.200 orang; didalamnya memuat 32 puisi karyanya.
5. Su Hui (苏蕙)
Su Hui, atau dikenal sebagai Ruo Lan (若兰) hidup di Qian Qin (前秦), salah satu Negara di Jaman 16 Negara (Sixteen Kingdom), merupakan seorang penyair wanita terkenal dengan sapu tangan yang dibuatnya. Sapu tangan yang menjadi karya seni tersebut dibordir dengan 841 karakter, yang dapat membentuk 7.958 buah puisi.
Puisi yang berbentuk teka-teki tersebut disebut dengan hui wen shi (回文; palindrome), yang disusun menggunakan urutan kata dalam bahasa Tiongkok kuno, dan ditandai dengan suku kata bunyi tunggal.
Sapu tangan ini dinamai Xuan Ji Tu (璇玑图), awalnya dibuat oleh Su untuk dikirimkan pada suaminya, Dou Tao (窦滔). Su menikah dengan Dou pada usia 16 tahun, dan terpisah karena pengasingan yang dijalani suaminya.
Su menunggu suaminya kembali dan tidak akan menceraikannya, tapi suaminya diketahui malah berselingkuh dengan perempuan lain.
Sedih dan marah, Su membuat puisi, dengan menyulam pada selembar sapu tangan, dengan benang sutra berwarna merah, kuning, biru, hitam dan ungu, lalu mengirimkannya pada suaminya.
Dou sangat tersentuh oleh puisi-puisi tersebut dan menyesali perbuatannya. Akhirnya ia berpisah dengan perempuan selingkuhannya dan kembali berkumpul dengan istrinya.
6. Xue Tao (薛涛)
Suatu saat ketika nama Xue Tao disebut, orang-orang akan teringat dengan Xue Tao Jian, sejenis kertas berwarna-warni berukuran kecil untuk menulis.
Menurut sejarah, Xue Tao (768-831 M) adalah seorang perempuan berbakat yang biasanya menghibur penghuni istana di masa dinasti Tang, yang membuat kertas berwarna tersebut untuk menulis puisi.
Di masanya, kertas untuk menulis biasanya berwarna kuning. Xue mengubah warna sederhana menjadi kaya degradasi dan variasi warna merah atau hijau. Selanjutnya orang-orang membuat kertas berwarna-warni serupa, dan menamainya Xue Tao Jian.
Xue sangat berbakat dalam puisi dan musik, dan memiliki koneksi dengan banyak penyair seperti Bai Juyi, Liu Yuxi dan Du Mu. Puisi2nya tidak hanya bicara tentang perasaan dan emosi pribadi seorang perempuan,namun ia juga mengekspresikan empatinya kepada para pasukan di medan peperangan.
Sekitar 450 puisi karya Xue dikumpulkan dalam The Brocade River Collection, yang bertahan hingga abad ke-14. Hingga kini, sekitar 100 puisinya telah diketahui, yang jumlahnya melebihi penyair2 wanita era dinasti Tang lainnya, seperti Yu Xuanji dan Li Ye. Puisinya bermain dalam dalam nada dan topik.
Hsueh Tao, sebuah kawah yang terdapat di planet Venus, dinamai menurut namanya.
Referensi :
• Six Talented Ancient Chinese Women
• Culture Insider: Six talented ancient Chinese women
• Wikipedia id, en, zh version