Last Updated on 21 May 2019 by Herman Tan Manado
Huang Hua (黄华), lahir di Guangxi, 16 November 1969, merupakan mantan ratu bulutangkis Tiongkok era akhir 80-an hingga awal 90-an. Prestasi tertingginya adalah meraih medali perunggu pada kejuaraan Olimpiade di Barcelona (1992), serta 2 kali menjuarai Piala Uber (1990 & 1992), serta menempati peringkat 1 dunia tunggal putri tahun 1990 hingga 1991.
Dia menjadi WNI setelah menikah dengan pengusaha Tionghoa Indonesia, Tjandra Budi Darmawan (张志融; Zhang Zhirong), di Guangxi, Tiongkok, pada Oktober 1993. Saat ini dia tinggal di Klaten, Jawa Tengah, bersama suami dan 3 anaknya.
A. Profile Huang Hua (黄华), Mantan Ratu Bulutangkis China
Huang Hua adalah mantan pemain bulu tangkis asal China yang aktif di era akhir 80-an sampai awal 90-an. Dia berada di era yang sama dengan pemain top bulu tangkis asal Indonesia, Susi Susanti, dan Bang Soo Hyun, Korea Selatan.
Kebangsaan : China (sampai 1993), Indonesia (1993- saat ini)
TTL : Guangxi, 16 November 1969 (umur 49)
Tinggi/berat : 171 cm/55 kg
Ranking tertinggi : 1 (1991-1992)
Pelatih : Chen Yu Niang (陈玉娘)
Debut/Pensiun : 1984 s/d 1993
Prestasi bergengsi :
♦ Olimpiade Barcelona 1992 (Perunggu)
♦ Kejuaraan Dunia BWF 1989, Jakarta (Perak)
♦ Piala Dunia Bulutangkis 1991, Makau (Emas)
♦ Asian Games 1990, Beijing (Emas Beregu Putri)
♦ Asian Games 1990, Beijing (Perunggu Tunggal Putri)
♦ Uber Cup 1990, Tokyo (Emas)
♦ Uber Cup 1992, Kuala Lumpur (Emas)
Huang Hua menjadi salah satu pemain yang melegenda dan terkemuka di tahun 90-an. Dia bermain di antara era kepopuleran Han Aiping dan Li Ling Wei (80-an) dan era Ye Zhaoying (akhir 90-an). Nama Huang Hua bersinar karena sumbangsihnya atas raihan medali emas tim China dalam pertandingan Uber Cup pada tahun 1990 dan 1992, serta Asian Games 1990.
Selama masa produktifnya, Huang Hua berhasil menyabet berbagai medali kejuaraan dunia, diantaranya : Finalis Badminton Asia Championships (1989), Finalis All England (1990), Juara Swedia Open (1990), Juara Thailand Open (1990), Juara Japan Open (1990 dan 1991), Juara Malaysia Open (1990 dan 1992), Juara Korea Open (1991), Juara Singapore Open (1991), dan Juara China Open (1991).
Namun, kiprahnya di dunia bulu tangkis tak berlangsung lama. Pada tahun 1993, disaat puncak karirnya, Huang Hua justru memilih mundur sebagai pemain bulutangkis. Beberapa bulan setelah kemundurannya, ia resmi menjadi Warga Negara Indonesia, lantaran menikah dengan seorang pria asal Klaten, Jawa Tengah, bernama Tjandra Budi Darmawan.
Setelah menikah, Huang Hua dan suaminya tinggal di Amerika selama setahun, sebelum akhirnya menetap di Jalan Mayor Kusmanto, Sekarsulu, Klaten Utara, Klaten, Jawa Tengah, selama 25 tahun. Meskipun sempat beberapa kali ingin kembali bermain, Huang Hua tetap memilih menjadi ibu rumah tangga, supaya bisa leluasa mengurus ketiga anaknya dan membantu suami dalam menjalankan bisnis properti.
B. Perjalanan Karir Huang Hua, Hingga Bertemu Belahan Jiwa
Huang Hua mulai bermain bulu tangkis ketika berusia 9 tahun. Keinginan untuk bermain bulu tangkis didapatkan dari cerita gurunya, yang akhirnya memotivasi dirinya untuk menjadi pebulu tangkis.
Awal mula karir Huang Hua sebenarnya tidak begitu gemilang. Selama 2 tahun bermain di tingkat kabupaten, belum ada tanda-tanda bahwa ia akan menjadi pemain kelas dunia suatu hari nanti. Saat ini, belum ada satupun prestasi (piala/medali) yang ia dapat.
Namun, berkat postur tubuhnya yang proporsional dan kemampuan fisiknya yang bagus, tim pelatih lokal memilih Huang Hua untuk bergabung di tim provinsi Guangxi, ketika ia berumur 11 tahun. 4 tahun kemudian, Huang Hua bertemu dengan seorang pelatih, yang kemudian sangat berperan dalam kesuksesannya sebagai pemain bulu tangkis kelas dunia.
Pelatih tersebut bernama Chen Yu Niang. Chen sendiri adalah mantan pemain bulu tangkis era 60-70 an. Dia ditunjuk langsung oleh pemerintah China untuk melatih para pemain Nasional (pelatnas). Beliau jugalah yang kemudian menjadi mak comblang benang merah antara Huang Hua dan calon Suami. Chen juga merupakan tante dari Tjandra.
Sebelum menjadi pelatih tim bulu tangkis putri China, Chen juga ternyata pernah tinggal dan besar di Indonesia, namun beliau memilih keluar pada tahun 1960¹. Setiap tahun, Chen selalu mengunjungi saudara-saudaranya yang ada di Klaten.
Meskipun sempat menolak saat menerima tawaran menjadi pelatih Nasional China, Chen akhirnya menyetujui; asalkan ia boleh memilih sendiri pemain-pemain yang akan dilatihnya. Syarat tersebut dipenuhi oleh PBSI-nya China. Beliau pun mulai melatih pada tahun 1984.
Huang Hua menjadi salah satu pemain yang dipilih Chen, karena karakternya yang masih lugu dan belum pernah memenangkan kejuaraan apapun. Chen beranggapan bahwa melatih pemain yang sudah pernah mendapat juara, akan lebih sulit daripada yang belum, sebab pemain tersebut sudah pasti memiliki pola permainannya sendiri.
Oleh karena itu, akan lebih mudah melatih pemain yang masih polos, sehingga pola permainannya bisa dibentuk dari awal dan ditanam konsep dan teknik permainan apa saja. Chen membentuk Huang Hua menjadi pemain handal, hingga akhirnya berhasil menyabet berbagai gelar kejuaraan dunia bulutangkis.
Setelah berumur 20 tahun, karir Huang Hua mulai naik, dan mencapai puncaknya pada tahun 1991-1992, dimana Huang berhasil menduduki peringkat 1 dunia, nomor tunggal putri.
Pada tahun 1992, Huang Hua mengikuti turnamen Indonesia Open di Semarang. Seusai bermain, pelatihnya (Chen) mengajak Huang Hua untuk jalan-jalan, sekalian untuk bertemu dengan saudara-saudaranya yang ada di Klaten.
Dan disinilah awal mula Huang Hua dan Tjandra Darmawan, calon suaminya bertemu. Huang sendiri menghabiskan waktu liburannya di rumah Tjandra selama 2 minggu. Suatu ketika, mereka berkunjung ke Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah. Huang Hua sempat bercerita, saat di Borobudur, ia merogoh ke dalam stupa dan mencoba menyentuh patung yang ada di dalamnya.
Ia mengatakan bahwa menurut mitos lokal, ia akan bertemu jodohnya jikalau berhasil menyentuh patung tersebut. Dia pun berhasil, ungkap Huang Hua sembari menunjukkan foto kunjungannya yang terpampang di dinding ruang tamunya, sewaktu ke Candi Borobudur pada 23 September 1992.
Berbeda dari Huang Hua, yang saat itu menganggap perkenalannya dengan Tjandra hanya perkenalan biasa; Tjandra justru menaruh hati terhadap Huang Hua sejak pertemuan mereka. Sejak itu pula, Tjandra mulai aktif mendekati Huang Hua.
Sebagai bentuk dari rasa sukanya, Tjandra ikut Huang ke China, dengan alasan ingin belajar/memperdalam bahasa Mandarin. Padahal, tujuan utamanya tak lain adalah untuk mendekati Huang. Tjandra sempat tinggal di China selama ½ tahun untuk fokus belajar bahasa Mandarin, supaya bisa lebih mudah dalam berkomunikasi dengan Huang.
Huang Hua pun semakin nyaman dengan Tjandra, yang rutin menelponnya kala itu. Dia juga semakin akrab dengan keluarga Tjandra. selang beberapa waktu kemudian, Huang Hua terserang infeksi pankreas. Kondisi tersebut mengharuskannya dirawat di rumah sakit hingga 40 hari. Di masa-masa perawatan inilah, Tjandra melamar Huang Hua untuk menjadi istrinya.
Setelah lamaran diterima, mereka pun menikah di Guangxi pada Oktober 1993, dan menyelenggarakan resepsi keluarga di Indonesia setelahnya.
Huang pun rela melepas status ke-warganegaraannya³, serta ikut bersama suaminya ke Indonesia. Dia juga memilih mundur dan keluar dari tim nasional bulutangkis China.
“Langsung ambil WNI, waktu itu mikir (lebih baik) kalau ikut suami saja. Lebih mudah, jadi kalau besok ke mana-mana tidak repot,” tuturnya.
Salah satu faktor yang mendorong dia pensiun adalah (1) cedera lutut berkepanjangan yang dialaminya. Selain itu, (2) selesai Olimpiade (Barcelona 1992), pelatihnya juga pensiun sebagai pelatih tim nasional China. Praktis, dia pun menyudahi kiprahnya di dunia bulu tangkis di saat usianya belum genap 24 tahun4, dimana bagi kebanyakan atlet, itu merupakan periode usia keemasan.
Keputusan Huang Hua menyudahi karier bulu tangkis juga sempat disayangkan Ibunya, yang merasa dirinya terlalu cepat pensiun. Apalagi jika mengingat sejak umur 11 tahun sudah mulai latihan. Kondisi saya waktu itu, hatinya ingin berhenti (bermain), jenuh, (3) apalagi ditambah kepergian ayah (yang meninggal) pada tahun 1992″, kenang Huang4.
Namun, pernikahan beda Negara pada waktu itu tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Apalagi, Huang Hua menyandang status pemain kelas dunia bulutangkis, menjadikan dirinya sebagai “aset” penting Negara. Oleh karena itu, cukup sulit untuk membawa istrinya keluar China. Terlebih, saat itu Indonesia dan China memiliki posisi yang kuat dan menjadi rival di dunia bulu tangkis.
Awal mula pernikahan adalah masa-masa yang cukup sulit bagi Huang dan suaminya.
Media-media massa di China saat itu juga ikut “merunyamkan” keadaan mereka, dengan pemberitaan bahwa setelah menikah dengan Tjandra, Huang Hua akan menghianati Negaranya (出卖国家, Chūmài guójiā).
Hal itulah yang membuat dirinya menjadi dilema, ketika ingin bergabung dengan tim Indonesia. Sebab, kalau ia bertanding melawan pemain dari China, pasti jatuhnya akan serba salah. Kalau kalah melawan China, pasti akan dikira mengalah oleh Indonesia. Dan kalau menang, pihak China pasti tidak akan senang.
Setelah menikah, mereka tinggal di Amerika selama 1 tahun. Disana, Huang belajar bahasa Inggris, sementara suaminya sekolah penerbangan. Tidak sampai 100 jam belajar, Tjandra pun lulus dari sekolah penerbangan, dan mereka berdua kembali ke Indonesia. Berbekal sertifikatnya, tak lantas menjadikannya menekuni pekerjaan sebagai pilot pesawat5.
Kepergian mereka berdua ke Amerika mungkin sebagai liburan untuk bulan madu saja.
C. Kehidupan Huang Hua di Indonesia, Membaur Bersama Masyarakat
Pada pertengahan tahun 1994, mereka akhirnya kembali ke tanah air. Proses adaptasi bukan hal yang mudah bagi Huang Hua di awal kehidupannya di Indonesia. Selain karena belum memiliki teman, Ia juga membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan, makanan, hingga bahasa yang baru.
Mayoritas masyarakat Klaten yang ternyata berbahasa Jawa, membuatnya semakin sulit dalam berkomunikasi. Dia pun mendatangkan guru privat untuk mengajarinya bahasa Indonesia di rumah.
Di masa-masa awal kehidupannya di Indonesia, Huang masih menyimpan kerinduan untuk bermain bulu tangkis lagi. Jiwa mudanya (20-an) masih begitu bergejolak. Butuh waktu 4-5 tahun baginya untuk bisa ikhlas melepaskan olahraga yang telah ditekuninya sejak kecil itu. Ia ikhlas memilih untuk menjadi ibu rumah tangga, mengurus anak, serta membantu bisnis suaminya saja.
Meski begitu, bukan berarti dirinya sama sekali tak bersentuhan dengan bulu tangkis. Huang juga masih terus mengikuti pertandingan2 dunia badminton melalui siaran televisi. Pada tahun 2003, Ia juga sempat mengikuti reuni bersama para mantan pemain bulu tangkis top dunia di Osaka, Jepang.
Ia bahkan kerap berkomunikasi dan menjalin persahabatan dengan mantan rivalnya di lapangan, Susi Susanti (kini kabid binpres PBSI 2016-2020). Susi tercatat pernah bertanding dengannya sebanyak 7 kali, dimana Susi unggul dengan mengalahkan Huang Hua sebanyak 4 kali. Dulunya, mereka kerap bertemu di laga-laga pamungkas ajang prestisius, seperti final All England 1990 & semifinal Olimpiade Barcelona 1992.
Dengan background-nya sebagai mantan pemain bulu tangkis kelas dunia, Huang pernah diminta untuk melatih tim nasional Indonesia nomor tunggal putri. Namun putri pasangan Huang Yu Hui dan Shi Juan menolak tawaran itu. Dia berpikir bahwa untuk menjadi pelatih tidak mudah. Bukan masalah kemampuan, melainkan waktu dan konsentrasi yang harus diberikan secara penuh kepada setiap pemain.
Menjadi pelatih tidak bisa sambilan, pelatih profesional harus total dan fokus dalam mengerahkan tenaga dan pikiran untuk mengikuti perkembangan pemain, dan membentuk pemainnya menjadi handal.
Hal itu sulit dilakukan baginya, mengingat ia memiliki 3 anak dan suami yang harus diurus. Dan apabila ia menerima, maka ia juga harus ikut pindah ke Jakarta. Padahal bisnis dan usaha suaminya ada di Klaten.
Huang Hua juga sempat berkomentar mengenai keadaan tim putri bulu tangkis Indonesia. Ia berpendapat bahwa pemain Indonesia masih butuh belajar. Bukan hanya berlatih di lapangan, melainkan melatih mental saat pertandingan. Dia menilai bahwa teknik permainan pemain di lapangan sudah cukup bagus, hanya saja rasa percaya diri dan keinginan untuk menang (gigih) yang perlu ditingkatkan.
Untuk meningkatkan rasa percaya diri, ia memberi saran bahwa kuncinya adalah mental dan teknis main harus kuat, misalnya saja seperti pemain (tunggal putri) Jepang dan India yang pantang menyerah saat bermain di lapangan. Huang Hua juga mengatakan bahwa kekurangan ini masih sementara dibenahi oleh Susi.
Dulu, Huang pernah berharap bahwa anak-anaknya bisa menjadi pemain badminton yang lebih hebat darinya. Ketika anaknya masih TK, ia sering mengajak mereka bermain bulu tangkis. Namun sayang, tak satu pun dari ketiga anaknya menyukai bulu tangkis.
Ia merasa mungkin dulu cara mengajarnya salah. Dia mengakui bahwa dulu dirinya cukup galak saat mendisiplinkan anaknya untuk berlatih. Sikapnya itu malah membuat anak-anaknya tidak minat dengan bulu tangkis. Dan sekarang ketiga anaknya tersebut sudah besar; Tjandra Michael (1996), dan sepasang anak kembarnya, Tjandra Christian dan Tjandra William (2000).
Kini, Huang juga sudah lumayan lancar berbahasa Indonesia, meskipun logat dan tatanan bahasanya kadang masih terdengar kurang tepat (diksi, pemilihan kata). Hal ini kadang membuat orang yang mendengarnya tersenyum geli. Meskipun belum bisa memasak makanan Jawa, namun ia menyukai banyak masakan Indonesia, seperti rendang ayam goreng, nasi kuning, dan rawon.
Dan pada Maret 2018 lalu, atas permintaan pemerintah kabupaten Klaten, Huang dan suaminya Tjandra, ikut ambil bagian dalam pertunjukan ketoprak saat memeriahkan rangkaian perayaan Imlek. Judul ketoprak tersebut adalah “Rebut Kuasa”, dimana Tjandra berperan sebagai Jagarawa dan Huang Hua sebagai istri Jagarawa.
Dia berharap, agar masyarakat Tionghoa di Indonesia bisa membaur bersama masyarakat lokal.
Trivia :
1. Huang Hua mulai tertarik pada bulutangkis pada usia 9. Dia minta izin pada ayahnya untuk menjadi atlet bulutangkis pada usia 11. Dia masuk tim bulutangkis Tiongkok pada usia 15. Pelatihnya kala itu, Chen Yu Niang (Tan Giok Nio, ancestry Hokkian), merupakan mantan pemain bulutangkis Tiongkok era 60-70-an.
Beliau pernah ber-kewarganegaraan Indonesia, kelahiran Solo, Jawa Tengah, pada tahun 1947; sekaligus merupakan tante dari (calon) suaminya Huang Hua. Beliau memilih kembali ke Tiongkok pada tahun 1960 (masa-masa migrasi & pengusiran etnis Tionghoa) karena sentimen Anti Cina yang meluas di Indonesia.
2. Pecinta masakan rendang dan es cendol ini merupakan anak bungsu dari 3 bersaudara.
3. Pasangan ini bertemu setelah dikenalkan oleh tante Tjandra, yg juga pelatih Huang Hua, dimana kala itu menetap ±2 minggu di rumah Tjandra, Klaten. Berbekal “motif” belajar bahasa Mandarin, suaminya (Tjandra Darmawan) rela datang & tinggal ke Beijing, Tiongkok, selama setahun untuk menjalin hubungan. Sejak itulah hubungan keduanya semakin dekat.
4. Huang Hua memutuskan untuk gantung raket pada usianya yg ke-24 (ranking 3 dunia). Pertandingan terakhirnya adalah bermain di PON Tiongkok pada September 1993. Dia memutuskan untuk ikut pensiun dari tim bulutangkis Tiongkok bersama pelatihnya (Chen Yu Niang) seusai Olimpiade.
Saat itu, kondisi fisiknya juga tengah menurun setelah sebelumnya terkena penyakit pankreas dan mengalami cidera lutut. Ditambah kondisi mentalnya yg drop setelah kepergian ayahnya (ex militer) pada tahun 1992, membuatnya makin tidak memiliki motivasi lagi untuk terus bermain.
5. Setelah pensiun, Huang Hua ikut suaminya selama setahun untuk melanjutkan sekolah (pilot?) di San Diego, California, USA. Selama disana, dia juga belajar bahasa Inggris. Setelahnya, mereka pulang dan melanjutkan usaha bisnis kain (Toko Kain Kota Baru) & meubel milik keluarga.
Mereka memiliki 3 putra, si sulung (Tjandra Michael, 1996) dan sepasang putra kembarnya (Tjandra Christian, Tjandra Wiliam, 2000).
6. Setelah menikah dan memperoleh status WNI, Huang Hua sebenarnya bersedia untuk membantu PBSI, sebagai pemain di nomor tunggal/ganda putri. Namun sayang, PBSI tidak bergeming. Diduga karena masih melimpahnya stok pemain putri yg tersedia kala itu (Susi Susanti cs).
7. Saat ini, selain membantu bisnis suaminya, Huang Hua juga membuka usaha tempat kursus bahasa mandarin.