Last Updated on 21 June 2021 by Herman Tan Manado

Berapa  jumlah populasi etnis Tionghoa di Indonesia? Ini merupakan pertanyaan klasik yang dari dulu banyak dicari orang. Tujuannya tak lain untuk mengetahui, Seberapa KUAT pengaruh orang2 Tionghoa di Indonesia?

Seperti janji penulis kepada para mahasiswi dan dosen peneliti di tahun 2020 (lewat komentar2 yg masuk, maupun lewat e-mail yg menanyakan tentang kabar terbaru dari data SP 2020), penulis akan menerbitkan seri lanjutan dari artikel Berapa Jumlah Populasi Etnis Tionghoa di Indonesia? yang kala itu diterbitkan th 2016 dengan data SP 2010.

Sayangnya, dalam data terbaru Sensus Penduduk 2020 yang dikeluarkan Badan Pusat Statistis pada tanggal 21 Januari 2021.  TIDAK MENCANTUMKAN jumlah persentase penganut agama di Indonesia, dan jumlah persentase kelompok suku bangsa di Indonesia.

Tapi masih tidak disebutkan, apakah data yang dirilis BPS ini sudah bersifat final, atau ada data2 susulan lain yang lebih rinci, yang akan dikeluarkan pada waktu2 mendatang. Artikel ini akan diperbaharui secara berlaka jika ada tambahan informasi data2 baru. So, jangan lupa bookmark halaman ini!

Padahal dalam survei online yang berlangsung pada 15 Februari s/d 29 Mei 2020 (51,4 juta partisipan, 19%), dan dalam survei lapangan (door to door) yang dilaksanakan sepanjang bulan September 2020 (sisanya, 81%), terdapat pertanyaan yang menanyakan AGAMA yang dianut dan SUKU kepada responden.

Namun sepertinya itu hanya akan menjadi konsumsi pribadi saja (pemerintah) sebagai penentu kebijakan.

A. Awal Survei Penduduk di Tahun 2020

Kala itu (tepat di hari launching), mimin bahkan sempat memposting agar pembaca Tionghoa.INFO mau mengikuti survei online SP 2020 :

HIMBAUAN – Hari ini, 15 Februari 2020, Sensus Penduduk 2020 sudah dimulai. Sensus ini akan berlangsung mulai hari ini, hingga 31 Maret 2020.

Mimin sudah lihat, di form isian, tepatnya pada pertanyaan ke 10, terdapat pertanyaan tentang SUKU. Jangan ragu, pilih suku TIONGHOA (hehe, sudah kayak nyoblos saja ya). Jangan dikosongkan, apalagi sampai memilih suku yang lain 🙁

Namun di sensus kali ini, tidak ada lagi pertanyaan soal penggunaan bahasa dalam keseharian (terakhir ditanyakan pada sensus 2010).

Sebagai info, berdasarkan data resmi sensus penduduk (SP) tahun 2010, warga negara yang MENGAKU keturunan Tionghoa, hanya sebesar 2.832.510 orang; atau hanya berjumlah 1,20% dari total penduduk Indonesia sebesar 236.728.379 orang (waktu itu); dengan menempati peringkat 18.

Menarik, karena berdasarkan sumber Perpustakaan Universitas Ohio tahun 2000, jumlah suku Tionghoa di Indonesia ditaksir mencapai 7.310.000 jiwa, dengan menempati peringkat ke 3 setelah suku Jawa dan Sunda. Jumlah ini SEBENARNYA merupakan komunitas etnis Tionghoa yang terbesar yang berada di luar Tiongkok.

Mari sisihkan waktu, isi data kita dan keluarga kita, cukup siapkan nomor KTP dan KK. Lalu login di situs BPS : https://sensus.bps.go.id/login

Ingat, menjadi WNI, bukan berarti MELEPAS jati diri, melepas latar belakang kita sebagai warga keturunan! 🔥🔥 Sebarkan info ini, jika Anda masih peduli.

Artikel referensi : https://www.tionghoa.info/berapa-jumlah-populasi-etnis-tionghoa-di-indonesia/

Beberapa komentar unik yang masuk di postingan kala itu :

“Saya pernah mengantar suami berobat di salah satu RSUD. Di form pendaftaran saya di minta isi identitas. Dan ada salah 1 kolom ada pertanyaan tentang suku. Saya tulis aja Tionghua. Tapi sama admin yg melayani malah di coret jadi Cina “😩😩 – Hennie Christian

“Waktu saya kuliah tahun 2011/2012, dosen saya malah bilang etnis Tionghoa (di Indonesia) jumlahnya sudah 23 juta lebih, itu hampir 10% dari penduduk Indonesia (kala itu). Yg benar yg mana jadinya bingung, tapi masa iya dosen bohong di depan banyak orang lagi kuliah, ini sebenarnya sama kayak di Negara2 lain, dimana jumlah minoritas yg sebenarnya ditutupin, karena ditakutin kalau sampai minoritasnya tahu jumlah mereka sudah banyak banget, nanti jadi (pada) berani ngelawan yg mayoritas. Makanya jumlahnya ditutup2 in terus.” – Chandra Angawan

“Indonesia mungkin terbanyak ke-2 (etnis Tionghoanya), di Amerika sudah jelas terbanyak, jika ke Chinatown NY akan kelihatan 50 blok mereka kuasai, belum yg di San Fransisco.” – Dha Thutu

Pertanyaan soal kesukuan ini sebenarnya memang mau dihilangkan. Tapi entah kenapa masih muncul di form pertanyaan. Yang terpenting adalah sudah WNI. Karena nantinya akan menciptakan kebingungan di masyarakat, misalnya soal kawin campur antar suku A dengan B, nanti anak2nya ikut suku apa?

Kalau menurut pribadi, tentu ikut bapaknya, karena Indonesia dan Tiongkok sama2 menganut sistem patriarki. Kalau bapaknya Tionghoa, anak2nya dianggap (masih) Tionghoa. Karena dalam survei, tidak ada pilihan masih totok (sesama tionghoa), atau sudah peranakan (kawin campur).

Jika sudah 4-8 generasi kebawah, apalagi sudah kawin campur, sudah sulit. Banyak yg keturunan Tionghoanya berasal dari kakek atau nenek buyutnya. Sementara kakek neneknya, ayah ibunya, sudah kawin campur. Kalau sudah seperti ini, menurut saya pribadi, sudah lepas ke-Tionghoanya.

Survei kuisioner Sensus Penduduk 2020, yang menanyakan agama dan suku responden (screenshoot : doc.pribadi)
Survei kuisioner Sensus Penduduk 2020, yang menanyakan Tionghoa RRT, atau Tionghoa ROC? (screenshoot : doc.pribadi)

Baca juga : Berapa Jumlah populasi Etnis Tionghoa di Indonesia?

Dalam form survei Sensus Penduduk 2020 (online) bahkan ditanyakan, apakah Tionghoa “berhaluan” RRT, atau Tionghoa “berhaluan” Taiwan?

Opsi pilihan Tionghoa/RRT dan Tionghoa/Taiwan itu kemungkinan dipakai, jika orang tua/kakek nenekmu baru pindah ke Indonesia PASCA tahun 1949 (sewaktu China daratan dan Taiwan terbelah). Jika leluhurmu sudah bermukim disini jauh sebelum tahun 1949, PILIHLAH pilihan pertama. Tapi ini masih asumsi saja.

Asumsi lain yg lebih ekstrim, pemerintah Indonesia berencana mensurvei mana etnis Tionghoa di Indonesia yg pro China daratan, dan mana yg pro Taiwan. Ini karena di tahun 1950-an sempat ada ada “pembasmian” Soekarno, kepada pendukung2 Kuomintang (pro Taiwan) orang2 Tionghoa yang tinggal di Indonesia.

Karena kala itu, Soekarno dikenal dekat dengan Mao Zedong. Asumsi lain lagi, untuk membedakan saja mana tionghoa yg leluhurnya dari mainland China (RRT), dan mana yg leluhurnya dari Taiwan (ROC).

Tapi serius, lucu saja membedakan “asal Tionghoa” sampai 3 begitu. Orang2 di BPS ini mungkin terlalu pintar atau apa ini? Satu lagi, sebagai media resmi, a.k.a corong pemerintah, tidak sepantasnya menggunakan lagi (merujuk) kata CINA, pada penulisan nama Negara, yang benar adalah TIONGKOK!

Hal ini karena konotasi “cina” yg jelek, sama seperti penyebutan “inlander” pada masa Hindia Belanda.

B. Hasil Sensus Penduduk 2020 (SP 2020) Berdasarkan Data Rilis BPS per Sept’ 2020

SP 2020 adalah sensus penduduk ke-7 yang dilakukan Indonesia (sejak 1961), dengan tema “Mencatat Indonesia menuju Satu Data Kependudukan menuju Indonesia Maju“, dan bertujuan untuk menyediakan data tentang parameter demografi, seperti jumlah, komposisi, distribusi, serta karakteristik penduduk Indonesia.

Data sensus penduduk tidak hanya bermanfaat untuk membuat perencanaan di masa kini, tetapi juga mengantisipasi apa yang akan terjadi di masa depan, dengan cara membuat proyeksi penduduk s/d tahun 2050.

Jumlah dan laju pertumbuhan penduduk Indonesia selang tahun 1961 s/d 2020 (Sensus Penduduk 2020)

Ada 3 hasil penting (sebagai abstrak) yang dikeluarkan situs Badan Pusat Statistik pada 21 Januari 2021.

• Hasil Sensus Penduduk (SP 2020) mencatat jumlah penduduk Indonesia sebesar 270,20 juta jiwa¹. Jumlah penduduk hasil SP 2020 bertambah 32,56 juta jiwa dibandingkan hasil SP 2010.

• Dengan luas daratan Indonesia yang mencapai 1,9 juta km2, maka kepadatan penduduk Indonesia sebanyak 141 jiwa per km2.

• Laju Pertumbuhan Penduduk per Tahun selama tahun 2010-2020 rata2 sebesar 1,25%, melambat dibandingkan periode 2000-2010 yang sebesar 1,49%.

Hasil Sensus Penduduk 2020 (SP 2020)

Download : Data Sensus Penduduk 2020 (12,9 MB; sumber resmi bps.go.id)

Laju pertumbuhan penduduk Indonesia (yang dipengaruhi oleh faktor kelahiran, kematian, dan migrasi) dari periode ke periode memang memiliki kecenderungan menurun, salah satu penyebabnya adalah kebijakan pemerintah untuk menekan laju pertumbuhan penduduk lewat program Keluarga Berencana (KB) yang diluncurkan sejak tahun 1980-an.

1. Berdasarkan sebaran per pulau, hasil SP 2020 menunjukkan bahwa penduduk Indonesia masih terkonsentrasi di Pulau Jawa.

Dengan luas hanya sekitar 7% dari total wilayah Indonesia, Pulau Jawa dihuni oleh 151,6 juta jiwa (56,10%) dari total penduduk Indonesia, diikuti Sumatra (21,68%), Sulawesi (7,36%), Kalimantan (6,15%), Bali-Nusa Tenggara (5,5%), dan Maluku-Papua (3,17%pers).

2. Dalam hasil sensus juga ditemui adanya tren pergeseran penduduk antar pulau.

Misalnya di tahun 2000, persentase penduduk yang tinggal di Jawa 59,1%, kemudian di tahun 2010 turun menjadi 57,5%, dan di tahun 2020 turun lagi menjadi 56,10%. Sebaliknya, penduduk di Kalimantan persentasenya mengalami peningkatan, dari 5,5% di tahun 2000 menjadi 6,15% di tahun 2020.

3. Sementara berdasarkan jenis kelamin, jumlah penduduk berjenis kelamin laki-laki adalah sebesar 136,66 juta jiwa (50,58%) dan penduduk perempuan sebesar 133,54 juta jiwa (49,42%). Jika dibandingkan dengan sensus2 penduduk sebelumnya, rasio jenis kelamin penduduk Indonesia cenderung meningkat dari waktu ke waktu.

Misalnya pada tahun 2020, rasio jenis kelamin penduduk Indonesia adalah sebesar 102, artinya terdapat 102 laki-laki untuk setiap 100 perempuan. Angka rasio jenis kelamin yang lebih besar > 100 menggambarkan bahwa jumlah penduduk laki-laki lebih banyak tersedia daripada jumlah penduduk perempuan.

Tercatat hanya 2 provinsi yang jumlah penduduk perempuannya melebihi laki-laki, yaitu DI Yogyakarta (rasio 98) dan Sulawesi Selatan (rasio 99).

Jumlah penduduk Indonesia menurut kelompok umur dan jenis kelamin (Sensus Penduduk 2020)

4. Selanjutnya, berdasarkan kelompok usia, data hasil SP 2020 menunjukkan, mayoritas penduduk Indonesia berada pada kelompok usia produktif (15-64 tahun) dengan persentase 70,72%.

Sementara kelompok usia tua (65 tahun keatas) berjumlah 5,95%, dan kelompok usia muda (0-14 tahun) sebesar 23,33%. Hal ini berarti bahwa Indonesia masih dalam masa bonus demografi, yang diperkirakan akan mencapai puncaknya pada tahun 2021 ini.

Pada tahun 2020, kita bisa melihat bahwa kelompok usia muda terus mengalami penurunan, karena adanya tren penurunan kelahiran. Sebaliknya, kelompok usia produktif meningkat terus, dari 53,39% di tahun 1971, naik menjadi 70,72% di tahun 2020.

5. Jumlah penduduk berusia diatas 65+ juga mengalami peningkatan dari waktu ke waktu, dari 2,49% di tahun 1971, menjadi 5,95% di tahun 2020.

Peningkatan persentase penduduk lansia ini dapat dianggap sebagai meningkatnya usia harapan hidup rata2 di Indonesia, sebagai hasil dari perbaikan kualitas kesehatan masyarakat, peningkatan gizi, dan perbaikan pola hidup yang selama ini dilaksanakan pemerintah maupun swasta.

Kondisi ini menunjukkan bahwa pada 2020 Indonesia berada dalam masa transisi menuju era ageing population, yaitu ketika persentase penduduk usia 60 tahun ke atas mencapai lebih dari 10%.

Komposisi penduduk menurut Generasi Z, Generasi Milenial (Sensus Penduduk 2020)

6. Sementara itu, klasifikasi (penggolongan) penduduk Indonesia berdasarkan generasi, dimana saat ini masyarakat Indonesia didominasi oleh Generasi Z dan Generasi Milenial, dengan proporsi masing-masing 27,94% dan 25,87%.

Generasi Z adalah mereka2 yang lahir tahun 1997-2012 (saat ini diperkiraan berusia 8-23 tahun), sementara Generasi Milenial adalah mereka2 lahir di tahun 1981-1996 (saat ini diperkiraan berusia 24-39 tahun).

Pengklasifikasian ini menjadi penting karena setiap generasi mempunyai karakteristik yang berbeda2. Pengklasifkasian ini juga perlu dipelajari, sehingga komunikasi antargenerasi bisa menjadi lancar, dan bisa memberikan dampak yang positif bagi Negara.

Catatan :

1. Data jumlah penduduk berdasarkan SP 2020 adalah data per September 2020, sementara data Adminduk (Administrasi Kependudukan) yang dirilis Kemendagri adalah data pada bulan Desember 2020, yaitu sebesar 271,35 juta jiwa. Data SP 2020 kemudian di-sinkronisasi dengan data Adminduk, dengan tujuan untuk menghasilkan SATU DATA KEPENDUDUKAN INDONESIA.

2. Pada bulan September 2021 akan diadakan sensus penduduk lanjutan, dimana akan dilakukan pendataan long form dengan menggunakan sampel 5% keluarga di Indonesia. Variabel2 nya terdiri dari 99 pertanyaan menyangkut individu, fertilitas dan mortalitas, migrasi, ketenagakerjaan, disabilitas, pendidikan, dan perumahan.

C. Konklusi

Hal ini menarik, karena dengan tidak dicantumkannya data suku bangsa (terutama etnis Tionghoa) dan jumlah penganut agama (terutama agama2 minoritas), sepertinya pemerintah sedang membangun citra baru, seperti “Indonesia Satu”, yang masyarakatnya tidak lagi terkotak2 dalam urusan SARA (suku, agama, ras, dan antar golongan).

Jadi siapapun dia, tanpa melihat agama, suku, dan ciri fisik, dari Sabang sampai Merauke, maupun kaum ekspatriat di luar negeri, yang penting punya KTP, masih memegang paspor RI, berarti Indonesia sudah, tidak ditanya2 lagi nasionalismenya.

Karena hal2 seperti ini biasanya hanya dimanfaatkan oleh elit2 politik ketika musim kampanye berlangsung. Contoh paling jelas adalah ketika runtuhnya kekuasaan rezim Soeharto dalam tragedi Mei 1998, dan kasus Ahok dalam kampanye politiknya tahun 2016-2017.

Jumlah Persentase Penduduk Menurut Kelompok Suku Bangsa (SP 2010)

jumlah etnis tionghoa 01
Berdasarkan SP 2010, WNI yang mengaku keturunan Tionghoa hanya sebesar 2.832.510 orang; atau 1,20% dari total penduduk Indonesia, menempati peringkat 18 dari suku2 di Indonesia. Menarik, karena berdasarkan sumber perpustakaan Univ. Ohio tahun 2000, jumlah populasi Tionghoa di Indonesia ±7.310.000 jiwa, menempati peringkat ke-3 setelah suku Jawa & Sunda. Jumlah ini merupakan etnis komunitas Tionghoa terbesar yang berada di luar Tiongkok (sumber : https://sp2010.bps.go.id)

Baca ulasan selengkapnya : Berapa Jumlah Populasi Etnis Tionghoa di Indonesia?

Jadi bagi pembaca, terutama mahasiswa/mahasiswi atau dosen peneliti yang membutuhkan data sensus terbaru (2020), masih bisa mempergunakan data sensus 2010, sebagai data sensus terakhir BPS yang mencantumkan info jumlah persentase agama dan jumlah persentase suku Tionghoa di Indonesia, bahkan per propinsi.

Anda bisa saja memperkirakan saja pertumbuhannya lewat perhitungan2 matematik (seperti teknik ekstrapolasi), seperti dalam artikel “Sejarah Migrasi dan Populasi Kelompok Etnis Tionghoa di Indonesia“.

Kala itu, (tahun 1930) adalah tahun terakhir di mana sensus penduduk di Indonesia masih boleh menggunakan kriteria suku bangsa. Angka populasi etnis Tionghoa di tahun 1930 ini selalu digunakan orang untuk menghitung jumlah penduduk etnis Tiongkok di Indonesia pada masa2 selanjutnya, dengan teknik ekstrapolasi.

Namun pada tahun 2000, pemerintah Republik Indonesia kembali melakukan sensus penduduk dengan mencantumkan jati diri suku bangsa. Hasil sensus tersebut telah diolah oleh Suryadinata dkk untuk mendapatkan jumlah etnis Tionghoa yang akurat di Indonesia (Suryadinata et al 2003: 73-101).

Namun karena berbagai hambatan di lapangan, mereka masih susah untuk mendapatkan angka real tersebut.

Pertama, dari 30 propinsi di Indonesia, hanya 11 propinsi yang mengeluarkan angka penduduk kelompok etnis Tionghoa. Kedua, ada banyak kesulitan, baik dari warga etnis Tionghoa untuk mengungkapkan jati dirinya, maupun dari petugas untuk mengenali ciri2 mereka.

Namun demikian, Suryadinata et, al memperkirakan bahwa persentase kelompok etnis Tionghoa adalah berkitar 1,45% sampai 2,04% dari total penduduk Indonesia. Presentase ini jauh di bawah rata2 pada tahun 1930.

Secara sosiologis, penurunan presentase ini sangat mungkin disebabkan karena mereka2 yang semestinya digolongkan sebagai etnis Tionghoa, tidak mau lagi mengakui sebagai warga keturunan, tapi memilih mengaku sebagai orang Indonesia saja, atau ikut suku mayoritas di mana mereka tinggal.

Hal ini menjadi umum, setelah kebijakan2 diskriminasi terhadap etnis Tionghoa dikeluarkan pemerintahan Orde Baru pasca G30S/PKI 1965. Apalagi pasca peristiwa kerusuhan Mei 1998, dimana ratusan perempuan Tionghoa dilecehkan secara seksual oleh oknum2 bejad yang tak dikenal.

Jika dugaan tentang jumlah penduduk kelompok etnis Tionghoa ini benar, maka fakta ini dapat dipakai sebagai tanda bahwa makin intensifnya proses asimilasi meninggalkan identitas ke Tionghoa-an untuk menjadi Pribumi.

Sebagai tambahan, di bawah ini adalah lampiran dari Suryadinata et, al (2003) mengenai jumlah penduduk etnis Tionghoa di 11 propinsi yang kala itu mencatat jumlah populasi etnis Tionghoa.

jumlah penduduk tionghoa di indonesia 3
Tabel jumlah penduduk etnis Tionghoa di 11 propinsi tahun 2000.

Baca juga : Berapa Jumlah Populasi Umat Buddha di Indonesia?

Sebagai catatan, definisi “etnis” yang dipakai BPS didasarkan atas pengakuan orang yang di sensus. Atas dasar tersebut, jumlah ini dapat dianggap sebagai batas bawah (lowerbound) karena banyak warga Tionghoa saat ini sudah enggan mengakui diri sebagai ‘Tionghoa’ dalam pengisian sensus penduduk.

Hal ini disebabkan karena proses asimilasi (pembauran dua kebudayaan yang disertai dengan hilangnya ciri khas kebudayaan asli sehingga membentuk kebudayaan baru), dan proses amalgamasi (perkawinan campur antar etnis) yang digalakkan pemerintah selama 5 dekade terakhir.

By Herman Tan Manado

One Smile Return to the East. Follow @tionghoainfo untuk info2 terbaru.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: eitss, mau apa nih?