Last Updated on 20 February 2023 by Herman Tan Manado

Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menyebutnya sebagai harta karun. Nilainya mencapai Rp 500 triliun! Beliau pun berkomitmen menggalinya. Tentu akan berhasil pada saatnya nanti, bila memang harus berhasil.

Harta karun itu bernama sarang burung walet (燕窝; Yan Wo). Yang kemampuan menghasilkan di Indonesia luar biasa : 1.500 ton per tahun! Yang sudah berhasil di ekspor langsung ke Tiongkok baru sekitar 300 ton per tahun.

Sebagai info, Indonesia sendiri menduduki peringkat pertama sebagai eksportir sarang burung walet ke Tiongkok, dengan pangsa pasar 75,3%

Sisanya harus muter2. Kalau perlu lewat jalan2 tikus, seperti lewat, Hong Kong, Vietnam, atau Malaysia. Karena untuk bisa menembus pasar Tiongkok, satu2 nya negara yang gila minum sup sarang burung walet, rasanya sulit.

Sampai sekarang, baru 23 pengusaha yang boleh mengekspor langsung ke Tiongkok. Itupun sejak 2013, dan belum ada kemajuan sampai saat ini. Itu pun sudah lumayan.

Sebelumnya hanya 6 pengusaha saja yang bisa melakukannya. Itu juga sudah mendingan, karena sebelumnya malah tidak ada sama sekali, sejak 1998 atau sekitar itu.

“Kita ini penghasil dan pengekspor sarang burung walet. Konon kabarnya 2.000 ton burung walet diekspor setiap tahun, dimana 110 ton di antaranya sudah terakreditasi dan dijual langsung ke Tiongkok. Bisa dibayangkan dari 110 ton, 1 Kg nilainya Rp 25 juta. Jika 2.000 ton dikali Rp 25 juta, maka nilainya Rp 500 triliun (~US$ 3,5 miliar)” – Lutfi.

Awalnya salah kita sendiri …

A. Cerita Pengusaha Sarang Burung Walet; Harga Sekilo 22 Juta!

Cerita ini terkenal di kalangan pengusaha sarang burung walet Indonesia, dimana seseorang di Tiongkok sana meninggal dunia. Mendiang sebenarnya datang ke sinshe untuk berobat. Oleh sinshe, diberi minuman sarang burung walet.

Di masa pandemi Covid-19, mengonsumsi sup sarang burung walet dipercaya dapat menangkal virus yang masuk ke tubuh.

Baca juga : Banyak Dalih, Susah Maju! – Dahlan Iskan; Inilah 9 Prinsip Hidup Sukses Dimana Saja Ala Orang Tionghoa!

Setelah diselidiki barulah ketahuan, kalau di jenazah korban mengandung terlalu banyak formalin. Sumbernya dari minuman berkhasiat yang dipasok dari Indonesia itu.

Para pengusaha walet tahu, yang mencampur formalin itu pedagang dari Surabaya (sedih karena sekampung).

Sejak saat itu, sarang burung dari Indonesia masuk ke dalam daftar hitam (black list). Ekspor pun macet. Harga sarang burung nyungsep. Dari Rp 22 juta/Kg menjadi tinggal Rp 2 juta/Kg.

Kebangkrutan massal melanda dunia bisnis sarang burung walet di Indonesia. Sampai si pengusaha asal Surabaya itu tiba2 meninggal dunia, namanya diucapkan oleh semua pemilik sarang burung walet Indonesia, yang Sabtu (11/09) lalu kebetulan berkumpul di rumah saya.

Mengapa perbuatan tercela itu sampai dilakukan?

Usut punya usut, ternyata punya tujuan ganda. Pertama bisa membuat kulit sarang burung menjadi glowing (bercahaya). Kedua, yang lebih jahat itu tadi, agar bobotnya naik.

“Dengan menambahkan zat formalin ,beratnya bisa naik sekitar 20%” ujar Ketua Asosiasi Pengusaha Peternak Sarang Burung Walet Indonesia Jatim, Dr Wahyudin Husein, SH, MH. “Kalau harga 1 kilogram Rp 22 juta, dengan tambahan formalin itu sudah bernilai Rp 4,4 juta,” tambahnya.

Wahyudin adalah generasi ke-4 pengusaha sarang walet di keluarganya. Ia mewarisi rumah sarang burung dari orang tua, kakek, dan buyutnya di Sedayu, Gresik, di dekat pantai utara laut Jawa.

Meski bukan termasuk ke-23 pengusaha eksportir sarang burung ke Tiongkok, namun ia tidak pernah berhenti berjuang. Pernah sampai ke Menteri Perdagangan, namun belum berhasil.

“Di Jawa Timur saja masih ada sekitar 700 pengusaha yang belum bisa ekspor langsung,” katanya.

Sebagai info, Wahyudin mempunyai industri pengolahan sarang burung walet. Tenaga kerjanya ±350 orang, yang umumnya wanita di sekitar desanya. Tugas mereka adalah membersihkan sarang dari kotoran, bekas darah (yakni darah yang ikutan saat bertelur), dan tahi burung.

Ada juga tokoh lain, bernama Dr Sunu Kuntjoro. Beliau bahkan generasi ke-7 pengusaha sarang sarang walet di keluarganya. Gelar doktornya pun tentang sarang burung walet, Dari Fakultas Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung (ITB).

Yang penelitiannya bahkan sampai jauh2 terbang ke Madison University, Wisconsin, universitas khusus riset di USA. Di sana, Sunu menghabiskan waktu sampai 2 tahun. Bukan karena disana ada sarang burung waletnya. Namun semata2 karena Sunu ingin memanfaatkan lab kimia di universitas itu.

Laiknya Wahyudin, Sunu juga tidak termasuk dalam 23 pengusaha yang bisa ekspor langsung ke Tiongkok.

Acara ngobrol di rumah saya itu pun seru. Ada juga Bung Hariyanto, pengusaha pengolahan sarang burung. Pertemuan itu pun menghasilkan 2 rumusan. Pertama, agar pemerintah terus memperjuangkan ekspor “harta karun” itu.

Kedua, merumuskan peringatan keras, bahwa harta karun itu bisa punah dari Indonesia.

Yang pertama itu hanya sekelas Menteri Perdagangan yang bisa (di garis depan). Sedangkan yang kedua, tugas pengusaha sarang burung walet sendiri.

Persoalannya kembali ke sikap rakus dalam berbisnis. Harga sarang burung terbaik adalah sarang burung yang masih bersih. Artinya (1) yang belum pernah dipakai kawin oleh pemilik sarangnya (si manuk). (2) Juga belum pernah dipakai bertelur. (3) Serta belum ada kotorannya sama sekali.

B. Kisah Dibalik Sup Sarang Burung Walet; Perjuangan Sepasang Walet yang Merajut Cinta!

Padahal sarang burung ideal yang seperti itu mengandung cerita cinta yang dramatik. Sarang itu dibuat lewat upaya yang susah payah, oleh sepasang calon “suami istri” burung walet.

Perjuangan burung walet yang menjaga anak2 nya.

Baca juga : 10 Fakta Menarik dari Festival Musim Gugur; Sarang Burung Walet Jadi Isian!

Sepasang burung walet itu punya komitmen cinta yang luar biasa, yakni belum akan kawin sebelum punya rumah. Maka pasangan itu hanya terbang ke sana ke mari untuk bersama2 mencari makan. Makanan itulah yang membuat pasangan itu bisa memproduksi air liur dalam jumlah banyak.

Ketika menjelang malam, mereka pulang, yakni ke sebuah rumah yang mereka pilih. Di situlah pasangan itu akan membangun sarang.

Tiap malam, secara bergantian, pasangan itu mengucurkan air liur sedikit demi sedikit. Air liur mereka kemudian terbentuk menjadi seperti benang. Dikaitkan sedikit demi sedikit. Berhari2, bermalam2. Setelah sekitar 45 hari, barulah sarang itu jadi. Dengan menghabiskan air liur begitu banyak, demi perkawinan mereka.

Burung walet (mirip burung sriti) adalah makhluk yang punya komitmen tinggi soal perkawinan. Mereka tidak akan kawin sebelum punya rumah. Tidak seperti tetangga Kliwon 😀

Begitu sarang itu jadi, mereka pun kawin disitu. Tiap malam pulangnya ke situ. Sampai yang betina bertelur. Asal kalian tahu, burung walet itu monogami. Tidak gonta-ganti pasangan. Jantannya juga tidak pernah masuk ke sarang betina lain.

Burung walet juga istimewa, yakni hanya punya 2 telur, persis seperti tetangga Alay 😀

Tidak ada walet yang punya lebih 2 telur dalam sekali bertelur. Juga tidak pernah juga hanya punya 1 telur.

2 telur itu pun sangat istimewa. Yang satu pasti jantan, sementara yang satunya betina. Dr Sunu sebelumnya sudah melakukan penelitian itu secara mendalam.

Anda bayangkan, ketika rumah mereka itu baru jadi, belum sempat digunakan untuk kawin, sudah dirampok oleh makhluk2 lain yang bernama pengusaha sarang burung walet. Betapa kejamnya 😥

Atas nama uang, rumah2 pasangan yang siap kawin itu pun “dipanen”. Alangkah menderitanya pasangan muda burung walet itu. Di mana mereka akan kawin kelak? Bagaimana pula dengan janji mereka, dimana akan kawin setelah punya rumah. Lalu begitu siap, rumah itu hilang.

Kali ini saya mau kalau harus jadi buzzer untuk mengecam bentuk kerakusan seperti itu. Syukur2 kalau ada yang membayar.

Harga sarang burung perawan seperti itu memang bisa mencapai Rp 15 juta/Kg untuk sekarang ini. Sedangkan yang sudah dipakai bertelur tinggal Rp 10 juta. Dan yang sudah beberapa kali dipakai kawin-bertelur dihargai Rp 7 juta.

Saya tidak mampu meneruskan tulisan ini. Saya sedih sekali membayangkannya. Mungkin besok baru bisa move on.

Oleh : Dahlan Iskan, @disway.id

By Herman Tan Manado

One Smile Return to the East. Follow @tionghoainfo untuk info2 terbaru.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: eitss, mau apa nih?