Last Updated on 17 April 2021 by Herman Tan Manado
15 Tahun lalu, pemandangan seperti ini tidak mungkin ada : Mal-mal atau pusat belanja berhias lampion-lampion, pita-pita dan berbagai hiasan dengan nuansa serba merah.
Tulisan Mandarin di sana-sini. Orang saling mengucap salam Gong Xi Fat Cai. Semoga sejahtera. Inilah yang pada Hari Raya Imlek atau tahun baru Imlek sejak jatuhnya rezim Soeharto.
Tahun ini, Imlek jatuh pada 19 Februari 2015. Imlek akan dirayakan dalam suasana hari libur nasional, setelah beberapa belas tahun lalu pemerintah menetapkannya sebagai hari libur nasional. Perayaan Imlek secara besar-besaran di bawah “pengakuan resmi” dari pemerintah terjadi sejak pemerintahan Presiden Gus Dur.
Sejak itu, kemeriahan perayaan Imlek sejajar dengan Lebaran dan Natal. Yang paling mencolok, tentu, perayaan secara fisik yang tercermin dalam kesibukan pusat-pusat perbelanjaan dan institusi-institusi hiburan seperti televisi dan industri pertunjukan.
Seperti halnya Lebaran dan Natal, Imlek sekarang sudah punya “daya jual” untuk menjadi tema diskon di mal-mal dan supermarket. Stasiun televisi pun berlomba-lomba menyajikan acara khusus menyambut Tahun Baru Imlek.
Semangat yang sama juga terpancar pada masyarakat keturunan Tionghoa sendiri, yang merayakan “kemenangan politik” ini dengan penuh suka cita. Ada laporan menarik dari Yogyakarta.
Sejak beberapa tahun ini, warga kota pelajar itu, khususnya kalangan keturunan Tionghoa yang beragama Islam dan Nasrani, merayakan Imlek atau tahun baru Imlek di masjid dan gereja.
Di daerah Sulawesi Utara, beberapa tahun lalu yang juga terlihat perayaan Imlek di salah satu gereja Katolik; dimana hari raya Imlek dirayakan oleh warga gereja keturunan Tionghoa.
Kalau melacak sejarahnya, Imlek memang bukan perayaan keagamaan tertentu, melainkan upacara tradisional masyarakat Tiongkok. Di Tiongkok sendiri, Imlek diperingati bersama oleh warga yang beragama Konghucu, Budha, Hindu, Islam, Katolik dan Kristen.
Awalnya dahulu, Imlek atau Sin Tjia merupakan sebuah perayaan yang dilakukan oleh para petani yang biasanya jatuh pada tanggal satu di bulan pertama awal tahun baru.
Perayaan itu juga berkaitan dengan pesta menyambut musim semi, yang dimulai pada tanggal 30 bulan ke 12 dan berakhir pada tanggal 15 bulan pertama. Acaranya meliputi sembahyang Imlek, sembahyang kepada Sang Pencipta, dan perayaan Cap Go Meh.
Tujuan nya tak lain sebagai ucapan syukur dan doa harapan agar di tahun depan mendapat rezeki lebih banyak, di samping untuk menjamu leluhur, dan sebagai sarana silaturahmi dengan kerabat dan tetangga.
Karena perayaan Imlek berasal dari kebudayaan petani, maka segala bentuk persembahannya berupa berbagai jenis makanan. Idealnya pada setiap acara sembahyang Imlek disajikan minimal 12 macam masakan dan 12 macam kue yang mewakili lambang-lambang shio yang berjumlah 12.
Di Tiongkok, hidangan yang wajib adalah mie panjang umur (siu mie) dan arak. Di Indonesia, dipilih hidangan yang berasosiasi pada makna “kemakmuran, panjang umur, keselamatan, dan kebahagiaan” dan merupakan hidangan kesukaan para leluhur.
Kue-kue yang dihidangkan biasanya lebih manis daripada biasanya, sebagai simbol harapan akan kehidupan yang lebih manis di tahun baru. Dihidangkan pula kue lapis sebagai perlambang rezeki yang berlapis-lapis, kue mangkok dan kue keranjang. Bubur sangat dihindari sebagai hidangan di hari ini karena dianggap melambangkan kemiskinan.
Kedua belas hidangan itu lalu disusun di meja sembahyang yang bagian depannya digantungi dengan kain khusus yang biasanya bergambar naga berwarna merah. pemilik rumah lalu berdoa memanggil leluhurnya untuk menyantap hidangan yang disuguhkan.
Di malam tahun baru orang-orang biasanya bersantap di rumah atau restoran. Setelah selesai makan malam mereka bergadang selama suntuk dengan pintu dibuka lebar-lebar agar rezeki bisa masuk ke rumah dengan leluasa.
Sebagai orang Kristen keturunan Tionghoa, apakah kita boleh merayakannya? Menurut penulis tidak ada salahnya bagi umat Kristen Tionghoa untuk merayakannya. Bahkan ada beberapa moment penting yang bisa kita manfaatkan untuk menyatakan bakti kita kepada orang tua.
Dan tentu pula ada beberapa kebiasaan atau kepercayaan yang tidak bisa kita ikuti sebagai orang Kristen. Untuk konkretnya, sebagai orang Kristen menyikapi perayaan tahun baru imlek, maka perlulah kita memperhatikan hal-hal sebagai berikut :