Last Updated on 17 April 2021 by Herman Tan Manado
Bagi orang tionghoa ada 5 (lima) peristiwa penting dalam kehidupan seseorang yaitu : saat kelahiran, saat lulus pendidikan tinggi (zaman dahulu lulus ujian kerajaan), saat menikah, saat melahirkan (untuk wanita) dan saat meninggal.
Untuk menjaga kontinuitas marga dan garis keturunan (lineage) di dalam memilih pasangan hidup orang tionghoa dengan penuh kehati-hatian selalu mempertimbangkan berbagai macam aspek berdasarkan adat-istiadat, tata-krama, budaya dan agama tionghoa.
Di dalam agama tionghoa, pernikahan di anggap bagian terpenting karena akan mempengaruhi jalan hidup seseorang di masa yang akan datang. Pernikahan di lihat tidak hanya mempersatukan antara suami & istri namun juga di anggap mempersatukan keluarga besar masing-masing kedua-belah pihak.
Kesalahan dalam memilih pasangan hidup dapat menyebabkan berbagai macam masalah besar yang selanjutnya mempengaruhi jalan hidup seseorang dan keturunannya.
Tionghoa dan Kawin Campur – Kisah nyata gadis Y
Gadis Y dibesarkan di Surabaya dan berasal dari keluarga pengusaha tionghoa-kristen yang makmur dan sejahtera. Gadis Y memiliki wajah yang cantik dengan tutur kata & sikap yang penuh sopan santun, siapapun yang bertemu pasti akan langsung terpesona jatuh hati kepadanya.
Dengan prestasi dan kepandaiannya gadis Y memilih melanjutkan studinya di fakultas kedokteran universitas ternama di Jakarta.
Pada suatu kesempatan gadis Y berkenalan dengan seorang pria sebut saja bernama Gunawan asal Medan yang memiliki wajah khas tionghoa. Keduanya kenal sejak masih kuliah di Jakarta karena sama-sama satu universitas walaupun berbeda fakultas.
Karena tempat tinggal keduanya di sekitar kampus, keduanya dapat saling bertemu setiap hari. Setelah berjalan 3 tahun gadis Y resmi memperkenalkan Gunawan kepada keluarganya di Surabaya.
Gunawan juga menginformasikan mengenai ayahnya yang sebut saja bernama Widjaja, dan berusaha dagang di Medan. Keluarga Gunawan sangat fasih berbahasa hokkien dan sedikit mandarin.
Hari demi hari berjalan terus. Keluarga Y dan Gunawan semakin saling mengenal baik karena satu gereja, dan seringkali Gunawan selalu ikut bertamasya keluar negeri bersama-sama Y beserta keluarganya.
Karena komunikasi antara Gunawan dengan keluarga Y terjalin dengan baik dan dirasakan ada kesesuaian maka hubungan antara gadis Y dan Gunawan terus berlanjut. Ibu gadis Y juga sering berkomunikasi dengan bahasa hokkien kepada ibu Gunawan.
Tahun demi tahun terus berjalan hingga pada tahun ke-6 diputuskan untuk mengajukan lamaran pernikahan. Rencana untuk acara lamaran sudah disusun dan dikomunikasikan ibu gadis Y kepada ibu Gunawan yang ternyata sangat paham mengenai apa yang perlu disiapkan dan apa yang harus dilakukan sesuai tradisi adat-istiadat tionghoa.
Kini tibalah hari yang dinanti-nantikan oleh Y dan Gunawan, yaitu acara lamaran pernikahan dari keluarga Gunawan kepada keluarga Y. Dengan hati yang gembira dan suasana bahagia, keluarga Gunawan berangkat dari hotel menuju ke rumah keluarga Y.
Sesuai dengan rencana saat tiba akan langsung disambut oleh orang-tua Y. Seluruh keluarga Y dan Gunawan juga turut hadir untuk menyaksikan acara lamaran tersebut.
Keluarga gadis Y telah mempersiapkan segala sesuatunya agar acara lamaran dapat berlangsung dengan baik. Saat menyambut kedatangan keluarga Gunawan, tiba-tiba ayah Y langsung terkejut dan terkaget-kaget saat bertemu orang-tua Gunawan di depan pintu rumahnya.
Sambil terdiam lemas dan sempat duduk sebentar di ruang tamu tanpa mengucapkan sepatah-katapun, akhirnya ibu Y berinisiatif mengambil-alih acara penyambutan yang kemudian dilanjutkan dengan acara ramah-tamah minum teh di ruang tengah keluarga.
Sesaat baru saja duduk di kursi, dengan wajah merah padam serta suara serak gemetaran karena menahan rasa amarah dan keterkejutan yang luar biasa, ayah Y secara terus-terang langsung menyatakan tidak setuju apabila acara lamaran pernikahan diteruskan.
Akibatnya, orang-tua Gunawan marah-marah dan tidak terima atas perlakuan keluarga Y yang dianggap telah menghina, dan sempat terjadi selisih paham teriakan bentak-membentak dengan nada tinggi di atas meja makan.
Meskipun tidak sampai terjadi baku-hantam, namun acara yang seharusnya berlangsung suka-cita berubah menjadi duka-cita. Setelah keluarga Gunawan pergi, bagaikan petir menyambar dan langit gelap kelabu, meledaklah kekecewaan ayah Y atas peristiwa yang telah terjadi selama ini.
Saat acara lamaran ternyata baru diketahui bahwa orang tua Gunawan adalah orang asli pribumi 100% yang karena tinggal di pecinan maka paham bahasa, tata krama, dan adat-istiadat tionghoa. Rupanya telah terjadi kesalah-pahaman selama bertahun-tahun.
Salah paham terjadi karena mengira dari nama yang berbau tionghoa maka di anggap orang tionghoa, dan dari bentuk wajah juga sudah mirip tionghoa, kemudian karena Gunawan fasih berbahasa tionghoa juga dikira orang tionghoa. Salah sangka juga terjadi karena seluruh keluarga Gunawan ternyata sangat fasih berbahasa hokkien.
Waktu terus berjalan, kabarnya gadis Y tetap mendesak & memaksa keluarganya untuk merestui pernikahannya dengan Gunawan.
Besar kemungkinan strategi yang akan dilakukan gadis Y, baik di sengaja maupun tidak, adalah dengan cara hamil di luar nikah mungkin karena sudah terlanjur. Hal ini dilakukan sebagai cara untuk memaksa keluarganya agar merestui perkawinannya dengan Gunawan.
Semakin ditentang maka biasanya semakin melawan. Semakin dilarang maka akan semakin yakin untuk dilakukan. Oleh karenanya apabila sudah di ingatkan maka sebaiknya dibiarkan saja untuk memilih jalannya dan merasakan dampaknya 25 tahun kemudian. Semoga gadis Y beserta keluarga mendapatkan pencerahan dan memilih jalan yang terbaik.
Kasus di atas dimana keluarga tionghoa mendapatkan menantu non-tionghoa sebenarnya adalah hal yang wajar-wajar saja terjadi karena keluarga ybs juga telah memilih untuk menerapkan pendidikan dengan cara non-tionghoa.
Sadarkah anda semua saat di sekolah sejak tingkat SD hingga Universitas, selalu didengungkan “Semuanya sama, baik orang Kristen, Katholik, Islam, Hindu, Buddha, dll semuanya baik dan tidak perlu membeda-bedakan, karena kita semua diciptakan untuk melayani Nya”.
Perkataan yang sama apabila terus disampaikan berulang-ulang setiap hari akan membentuk pola pikir seseorang saat dewasa sehingga sesuai dengan yang diharapkan oleh pembicaranya.
Orang tionghoa selalu mengharapkan agar keturunannya membawa kontinuitas marga dan garis keturunan yang tak terputus (lineage).
Untuk kasus gadis Y, walaupun sebagai anak perempuan harus mengikuti marga suaminya, namun setidak-tidaknya diharapkan mendapatkan suami orang Tionghoa, karena seringkali menantu dan anak-anaknya diminta untuk melanjutkan perusahaan yang telah dirintis bertahun-tahun oleh keluarga Y.
Hal yang telah keliru dilakukan oleh gadis Y adalah salah kenalan dengan orang, singkatnya salah kenal. Apabila tidak kenal maka tidak mungkin akan berlanjut. Oleh karenanya selektiflah saat mengenal orang sehingga tidak salah pilih suami/istri.
Perlu dibedakan antara kenal akrab dengan kenal sebatas rekan kerja. Hindarilah aktivitas-aktivitas kenal tidak perlu, yang secara tidak sengaja dapat mengarah ke arah hubungan yang lebih jauh misalnya di tempat ibadah dan di sekolah. Karena kesalahan proses awal saling mengenal adalah awal dibukanya pintu masalah.
Tidak ada variabel tunggal yang bertanggung-jawab sehingga menyebabkan timbulnya suatu peristiwa, namun rentetan peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian yang berlangsung secara simultaneously & continuous, walaupun tidak signifikan, akan dapat menyebabkan timbulnya suatu peristiwa besar yang sulit untuk dihindari.
Kumpulan variabel-variabel yang saling terkait dan mendukung satu sama lain menyebabkan dampak besar yang tidak terhindarkan.
Penulis : Chen – Jakarta
Salah satu perilaku rasis. Mungkin sampai Indonesia bubar etnis tionghoa akan selalu di jadikan kambing Hitam politik tapi menikah yg seagama saja. Saya lebih setuju pendapat China manado yg bisa menikah dengan non cina asalkan seagama. Karena nekat menikah dengan Chinese terus beda agama fatal
betul. jika gunawan seorang yg baik, bijak, irit, mampu mengendalikan diri, & pekerja keras bahkan perusahaan papahnya bakal tambah maju
‘Untuk kasus gadis Y, walapun sebagai anak perempuan harus mengikuti marga suaminya, namun setidak-tidaknya diharapkan mendapatkan suami orang Tionghoa, karena seringkali menantu dan anak-anaknya diminta untuk melanjutkan perusahaan yang telah dirintis bertahun-tahun oleh keluarga Y’.
Kalau perusahaan itu dilanjutkan oleh si Gunawan itu memangnya apa masalahnya?
Terima kasih atas ulasan tentang sudut pandang dalam budaya Tionghoa tantang pernikahan campur. Cukup membuka wawasan.
Artikel yang menarik…
Namun bagi saya, terlebih penting menikah dengan pasangan yang kepercayaan agama nya sama. Bukan bermaksud mengotak-ngotakkan perbedaan agama.
Entahlah,,, bagi saya budaya hanyalah tradisi buatan manusia yg di sakralkan.
Yang lebih penting ialah seiman.
Namun semua kembali pada pribadi masing-masing. Keluarga ialah pondasi paling utama, disitulah pembentukan karakter dan tuntunan2 orangtua kepada anak2nya.
Pada dasarnya setiap etnis pasti punya prinsip masing-masing. Bukan hanya etnis tionghoa – etnis pribumi, etnis2 lainnya pun saya rasa begitu punya pedoman sendiri-sendiri. Ketika dihadapkan pada masalah perasaan cinta dan saling menyayangi, disitulah ujian sesungguhnya yg teramat berat saat perbedaan2 justru di depan mata.
Kenali dan pahami betul karakter keluarga kita sendiri dan karakter keluarga calon pasangan.
Bahwasanya bila memang kita sendiri merasa sangat sulit menyatukan perbedaan itu, alangkah baiknya merelakan sesuatu yg teramat berat.
Namun percayalah, setiap hal yg dipaksakan biasanya tidak akan berujung pada titik temu yg baik.
Mohon maaf sebesar-besarnya bila ada kata-kata yang salah dan membuat tidak berkenan.
Terimakasih
ini menunjukan perbedaan mendasar tionghoa dengan pribumibudaya bagi etnis tionghoa tidak hanya dalam tata cara dan tradisi2 tionghoa namun juga bentuk fisik dan keturunannya, sebab budaya tionghoa yang tidak dilakukan oleh tionghoa berarti bukan budaya tionghoa, seperti halnya yahudi, kemurnian ras yahudi dianggap suatu mutlak bila melakukan tradisi2 yahudi, kita lihat israel warganya harus membuktikan 4 generasi nya adalah berdarah yahudi baru bisa dianggap sebagai warga israel, meski dibahas dengan bahasa yang berbeda2 intinya sama, menjaga kemurnian rasnya