Last Updated on 29 October 2020 by Herman Tan Manado
Ne Zha (Hanzi : 哪吒) atau Na Zha, Lo Tjia/Lo Cia (dialek Hokkian), atau sering disebut juga dengan Sam Thay Cu (三太子; San Tai Zi); Ia adalah putra ke-3 Li Jing yang bergelar Li Tian Wang. Gelarnya adalah Tiong Tan Goan Swee (中壇元帥; Zhong Tan Yuan Shuai) atau “Jendral Panggung Tengah”, yang bertugas mengepalai 36 pasukan langit.
Beliau sering pula disebut dengan Thay Cu Ya (Tai Zi Ye).
Berikut Cerita Na Zha yang Terdapat Dalam Novel Hong Sin (封神; Feng Shen) :
Dikisahkan pada jaman Dinasti Shang (1600-1046 SM), terdapat seorang komandan garnisun kota Chen Tang Guan (陳塘關; sekarang wilayah Tianjin dan sekitarnya) yang bernama Li Jing (李靖; Hokkian Lie King) sudah memiliki 2 putra, yakni Li Jin Zha (Hanzi :李金咤; Hokkian : Lie Kim Cia) dan Li Mu Zha (Hanzi : 李木咤; Hokkian Lie Bok Cia).
Saat itu, Li Jing sedang gelisah menantikan kelahiran anaknya yang ketiga, sebab walaupun usia kandungan istrinya sudah mencapai 36 bulan (versi lain, 3 tahun 6 bulan), sang jabang bayi belum juga mau keluar.
Suatu malam, istri Li Jing (hanya diketahui bermarga Yin 殷) merasakan saat kelahiran bayinya sudah dekat, dan segera memberi tahunya. Saat kelahiran pun tiba, tetapi alangkah terkejutnya Li jing ketika mengetahui bahwa yang keluar dari dalam perut istrinya adalah sebongkah bola daging yang bergulir kesana-kemari.
Mengira yang keluar adalah iblis, Li Jing segera meloncat mengambil pedangnya dan membelah bola daging tersebut. Dari dalamnya muncullah seorang bocah laki-laki cilik yang berpakaian (oto) merah dan tangannya memakai Gelang emas (乾坤圈; Qiankun Quan).
Begitu muncul, sang bocah bisa langsung berbicara dan berjalan, dan segera berteriak memanggil Li Jing sebagai ayah. Oleh Li Jing, bocah itu diberi nama Na Zha.
Suatu hari, Na Zha yang berusia 7 tahun, mengajak pelayannya bermain2 ke pinggir sungai Jiu Wan He. Ia berendam sepuas2nya di sungai itu, dan baju Oto-nya yang dipakai sejak ia lahir, dilepas dan dicucinya. Tanpa disadari Na Zha, perbuatannya itu ternyata mengundang bencana.
Baju Oto yang dimilikinya tersebut adalah benda pusaka. Begitu dicelupkan ke dalam sungai, maka sungai tersebut berubah menjadi merah dan mendidih, serta menimbulkan riakan seperti ombak.
Sungai Jiu Wan He sebenarnya adalah pintu masuk ke kerajaan Naga Laut Timur (东海龙王; Dong Hai Long Wang). Melihat adanya goncangan di kerajaannya, dan banyak prajuritnya yang mati, Raja Naga Hai Long Wang (海龙王; Hokkian : Hay Liong Ong) menjadi penasaran.
Ia memerintahkan seorang perwiranya untuk menyelidiki ke permukaan. Perwira ini melihat seorang bocah cilik sedang mencuci pakaiannya, yang menimbulkan bencana di bawah sana.
Tanpa pikir panjang, ia pun segera menyerang bocah itu. Na Zha yang kaget melihat ada makhluk aneh menyerangnya, segera melempar gelang pusakanya ke arah mahkluk tersebut. Gelang itu menghantam kepala sang perwira laut, dan langsung mati seketika. Hai Long Wang yang mendengar laporan matinya sang perwira, menjadi semakin murka.
Ia lalu memerintahkan putranya, Ao Bing (敖丙; Hokkian : Ao Ping) naik ke permukaan, untuk menangkap dan menghukum Na Zha. Diluar perhitungan, sang Pangeran Ao Bing justru malah ikut tewas. Kemudian mayat Ao Bing yang telah kembali ke wujud semulanya (seekor Naga) itu, dicabuti otot2nya oleh Na Zha untuk dijadikan sabuk bagi ayahnya.
Na Zha kemudian pulang dan menceritakan kejadian itu kepada ayahnya. Sang ayah bukannya menjadi senang, tapi marah besar kepada Na Zha, sebab kejadian itu pasti akan berbuntut panjang. Benar juga, tidak beberapa waktu, Raja Naga akhirnya datang menemui Li Jing dan meminta pertanggung-jawaban atas kematian putranya serta prajurit2nya.
Sang Raja Naga mengancam akan memanggil ke-3 saudaranya (Raja Naga di utara, barat, dan selatan) untuk menghadapi Nezha beserta keluarganya, dan mengancam akan membanjiri kota Chentang, serta melaporkan perbuatan Nezha kepada Kaisar Langit.
Karena terdesak, dan demi keluarganya serta penduduk kota, Na Zha akhirnya bersedia menerima hukuman, asal orang tuanya tidak diapa2kan. Na Zha pun mati bunuh diri di hadapan sang Raja Naga.
Nezha bunuh diri dengan mengupas dagingnya, dan melepaskan otot2nya untuk “dikembalikan” kepada orang tuanya sebagai bayar jasa karena telah melahirkannya.
Setelah mati, arwah Na Zha menemui gurunya yaitu Taiyi Zhenren (太乙真人). Sedangkan ibunya membuatkan sebuah klenteng untuk mengenang anaknya, setelah dalam mimpi ibunya Na Zha memohon untuk membangun sebuah kuil, agar jiwanya memiliki tempat untuk beristirahat.
Singkat cerita, waktu terus berlalu. Klenteng tersebut semakin ramai dikunjungi masyarakat setempat, karena kebanyakan permohonan, seperti permohonan kesembuhan penyakit yang diajukan orang2 sering terkabul.
Li Jing yang mendengar berita ini menjadi gusar, dan memerintahkan anak buahnya untuk membongkar serta menutup klenteng Na Zha. Ayahnya masih marah kepada Nezha, dan menganggapnya telah banyak menimbulkan masalah bagi keluarga mereka.
Na Zha yang mengetahui bahwa klentengnya dibongkar oleh sang ayah, menjadi dendam kepada ayahnya, dan berniat untuk membalasnya suatu ketika nanti. Berkat bantuan gurunya, Na Zha dapat hidup kembali dengan menggunakan badan dari kelopak teratai.
Bahkan Ia dibekali dengan sebuah tombak berujung api (火尖槍; Huo jian qiang), selempang sutra merah (浑天绫; Hutianling), dan sepasang sepatu roda angin api (風火輪; Feng huo lun).
Dengan berbekal senjata barunya dan kekuatan magisnya, Na Zha pun mencari ayahnya untuk balas dendam. Berbekal tubuh yang baru itu pula, Nezha berkali2 bertempur melawan ayahnya. Li Jing yang menyadari bahwa tubuh manusianya tidak dapat menghadapi Nezha, akhirnya melarikan diri.
Li Jing yang kalah kesaktian dengan Na Zha, akhirnya memohon bantuan kepada Wen Shu Guang Fa Tian Zun (versi lain : Randeng Daoren 燃灯 道人). Li Jing kemudian diberi sebuah pagoda wasiat yang dapat mengurung Na Zha dan membakarnya didalam. Setelah tidak berdaya dan berjanji tidak akan memusuhi ayahnya lagi, maka Li Jing melepas Na Zha.
Setelah kedatangan guru Na Zha, Taiyi Zhenren, akan terungkap bahwa seluruh peristiwa antara Li Jing dan Nezha ternyata telah ditetapkan sebagai takdir oleh Taiyi Zhenren, sebagai kesempatan untuk mengajar Na Zha beberapa disiplin.
Dalam Novel Feng Shen Bang (封神榜; Hong Sin), diceritakan pula bahwa setelah kemenangan, Na Zha berserta ayah dan saudaranya diangkat menjadi panglima2 langit.
Setelah naik menjadi Dewa, Ayahnya mendapat gelar Tuo Ta Tian Wang, dan divisualisasikan sebagai seorang jendral yang memegang sebuah pagoda, sementara Na Zha mendapat gelar Zhong Tan Yuan Shuai (Hokkian : Tiong Tan Goan Swee). Na Zha juga dianggap sebagai dewa pelindung bagi anak-anak.
Bentuk Visualisasi Na Zha
Na Zha biasanya ditampilkan dalam wujud seorang bocah remaja, rambutnya di konde 2, memakai pakaian Oto berwarna merah, satu tangan memegang tombak, dan tangan lainnya memegang gelang emas, serta berdiri di atas sepasang sepatu roda angin api.
Namun ada juga yang menampilkannya dengan mengenakan pakaian perang lengkap, atau berkepala 3 dan bertangan 6 (三頭六臂). Umumnya apabila tidak dipuja sendiri, Na Zha biasanya diletakkan berdampingan dengan Thian Shang Sheng Mu atau Bao Sheng Da Di sebagai pengawal.
Hari Perayaan Na Zha
Secara umum, perayaan Na Zha ada 2 yaitu :
Tanggal 9 bulan 9 Imlek, sebagai hari lahir (sejid/hari kebesaran-Nya).
Tanggal 8 bulan 4 Imlek, sebagai hari kenaikan-Nya ke langit.