Last Updated on 20 February 2023 by Herman Tan Manado
Penguburan orang mati selalu menjadi masalah yang sangat serius di masyarakat Tionghoa. Tata cara pemakaman yang tidak benar diyakini akan menyebabkan nasib buruk untuk keluarga yang ditinggalkan.
Baca juga Adat Pemakaman Tionghoa bagian I jika pembaca belum membacanya.
A. Upacara Pemakaman
Ketika upacara, doa-doa dikumandangkan dari para pelayat, dan peti mati dipaku rapat. Penyegelan tersebut merupakan pemisahan dari mati dengan yang hidup. Kertas emas dan perak disisipkan di peti mati, untuk melindungi tubuh dari gangguan roh jahat.
Selama penyegelan peti mati, semua yang hadir berpaling dari peti mati, karena dipercaya melihat ke peti mati yang sedang disegel dianggap tidak beruntung.
Peti mati itu kemudian dibawa (dengan kepala mendiang menghadap ke depan) dari rumah (oleh pengusung jenazah dianggap melimpahkan berkat dari mendiang pada pembawa, sehingga biasanya ada banyak relawan) dengan menggunakan sepotong kayu yang diikat diatas peti mati.
Peti mati tidak dibawa langsung ke kuburan tetapi pertama ditempatkan pada sisi jalan di luar rumah, di mana lebih banyak doa-doa dikumandangkan dan kertas disebarkan. Peti mati ditempatkan di mobil jenazah, yang bergerak perlahan sepanjang satu mil, dengan anak tertua dan anggota keluarga mengikuti di belakang mobil.
Jika ada banyak kerabat, sepotong kain putih/bunga krans diikatkan di mobil-mobil anggota keluarga lainnya di belakang.
Sepotong kain putih terikat pada kendaraan yang menyertai mobil jenazah, atau sepotong kertas putih dapat disisipkan pada kaca depan mereka. Putra tertua biasanya duduk di samping peti mati.
Sebatang dupa besar yang menyala ditaruh di hiolo sepanjang perjalanan, melambangkan jiwa yang meninggal, dan memulai perjalanan. Model-model kertas bakaran, seperti mobil, patung, kapal, dll dibawa saat prosesi melambangkan kekayaan keluarga yang meninggal.
Jika prosesi perlu menyeberangi air, harus menginformasikan kepada mendiang bahwa arak-arakan ini untuk menyeberangkan, karena diyakini bahwa jika tidak diinformasikan, jiwa orang mati tidak akan mampu melintasi air.
B. Prosesi Pemakaman
Kuburan Tionghoa umumnya terletak di lereng bukit karena hal ini diduga untuk meningkatkan Fengshui. Lebih tinggi bukit kuburan, situasi dianggap semakin baik.
Ketika prosesi tiba di makam peti diturunkan dari mobil jenazah dan, sekali lagi semua yang hadir berpaling dari peti mati, dan juga pergi jauh bila diturunkan ke dalam kubur. Anggota keluarga dan kerabat lainnya melempar segenggam tanah ke dalam kubur sebelum ditimbun.
Setelah pemakaman, semua pakaian yang dikenakan oleh para pelayat akan dibakar untuk menghindari nasib buruk yang terkait dengan kematian.
Setelah peti jenazah dikubur, penjaga kuburan juga akan menawarkan doa untuk mendiang. Anggota keluarga dan kerabat memberikan amplop (tanda terima kasih dari keluarga mendiang) kepada penjaga kuburan, dan membagikan handuk putih sebagai tanda terima kasih kepada para tamu pemakaman untuk menghapus keringat.
Pada saat itu, putra tertua dari mendiang akan mengambil beberapa tanah dari kubur untuk ditaruh di mangkuk dupa (bisa diganti dengan beras), dan keluarga di rumah menggunakan meja leluhur akan menyembah mendiang.
C. Masa Berkabung
Meskipun upacara pemakaman sekarang selesai, periode berkabung keluarga berlangsung selama 100 hari. Sepotong kain berwarna dikenakan pada lengan masing-masing anggota keluarga selama 100 hari untuk menandakan berkabung: hitam oleh anak-anak mendiang, biru oleh cucu dan hijau oleh cicit.
Keluarga yang lebih tradisional akan memakai kain-kain ini sampai 3 tahun (mengikuti adat Kong Hu Cu). Masa berkabung tidak diharapkan jika anak meninggal, dan seorang suami tidak dipaksa untuk berkabung atas meninggalnya istri.
D. Kembalinya Roh Mendiang ke Rumah
Kepercayaan Tiongkok menyatakan bahwa 7 hari setelah kematian anggota keluarga, jiwa yang meninggal akan kembali ke rumah mereka. Sebuah plakat merah dengan prasasti yang sesuai dapat ditempatkan di luar rumah untuk memastikan jiwa tidak tersesat.
Pada hari kembalinya jiwa, anggota keluarga diharapkan untuk tetap di kamar mereka. Tepung atau bedak dapat sebarkan di lantai dari pintu masuk rumah untuk mendeteksi kunjungan roh mendiang.
E. Tradisi Pemakaman Lenyap Sejak Pemerintahan Komunis
Kremasi di Tiongkok dengan cepat mendekati tingkat yang sama popularitas dalam beberapa dekade terakhir di seluruh dunia. Statistik terbaru menunjukkan bahwa hampir 46% kematian masyarakat di Tiongkok adalah dengan cara dikremasi. Kebiasaan ini meningkat dari sekitar 15% pada pertengahan abad ke-20.
Di kebanyakan tempat di Tiongkok, kremasi diperlukan oleh hukum.
Di bawah pemerintahan komunis Tiongkok, sejak tahun 1940-an, para pejabat dilarang melakukan penguburan tradisional dan mengamanatkan bahwa semua kematian harus kremasi. Dalam melakukan ini, mereka mengutip semua argumen biasa dalam mendukung kremasi.
Mereka mengatakan, pemakaman di kuburan adalah pemborosan ruang, berbahaya bagi lingkungan, dan lebih mahal daripada kremasi.
Dalam banyak kasus, hukum-hukum baru tidak bertentangan dengan tradisi penduduk Tiongkok karena banyak masyarakat disana yang beragama Buddha, yang telah lama beralih ke kremasi sebagai metode pilihan mereka.
Hal ini penting untuk dicatat bahwa dalam agama Buddha tidak secara spesifik menganjurkan kremasi; bahkan, teks utama dalam agama tersebut hampir tidak pernah membahas topik ini. Bisa dikatakan, tradisi sendirilah yang cenderung untuk mendorong praktek kremasi.
Namun dalam kasus lain, ada perlawanan dan menegakkan mandat kremasi terbukti sulit. Pejabat pemerintah memutuskan tidak melawan penduduk yang menolak untuk kremasi.
Pihak berwenang hanya menerbitkan anjuran untuk kremasi, dan melakukan inisiatif damai lainnya dengan membujuk orang2 Tiongkok disana untuk memilih kremasi.
Sejak tahun 2015 di Tiongkok, kematian di kota besar hampir 100% kremasi. Tapi di daerah pedesaan, dimana nilai-nilai konservatif, bukan aturan komunis, masih menggunakan cara pemakaman (dkubur). Tradisi di pemakaman keluarga dan masyarakat masih berlaku di seluruh pedesaan Tiongkok sampai hari ini.
Tapi dalam hal ini, ada sedikit indikasi bahwa persyaratan kremasi mungkin tidak baik. “Kalau dilegalkan Negara, ketika saya mati, saya ingin dikubur, bukan dikremasi,” seorang pria di kota Luizhou mengatakan kepada seorang wartawan asing.
Tidaklah mengherankan bahwa Luizhou akan melahirkan setidaknya sedikit resistensi tentang topik ini. Karena di kota ini terkenal dengan nama “Longevity Lane”, dan sudah lama dikenal sebagai tempat terbaik di Tiongkok untuk membeli kayu peti mati berkualitas tinggi.
Konon kabarnya legenda panjang umur pada peti mati Longevity Lane sangat terpelihara dengan baik, bahwa peti itu akan menjaga tubuh sempurna selama 6 bulan setelah kematian.
Sama halnya jalan yang terkenal yang sekarang disebut Lane Evergreen, rumah untuk penghuni apartemen yang tinggal di pabrik peti mati yang telah direnovasi untuk tempat tinggal.
Emang mantap kontennya. Semangat min untuk sering-sering update.
saya diam-diam baca dan share tiap kontenmu lho.