Last Updated on 17 April 2021 by Herman Tan Manado

Tarian Naga (Hanzi : 舞龙; pinyin : wǔ lóng) atau disebut juga Liong di Indonesia adalah suatu pertunjukan dan tarian tradisional dalam kebudayaan masyarakat Tionghoa.

Seperti juga Tarian Singa atau Barongsai, tarian ini sering tampil pada waktu perayaan-perayaan tertentu. Orang Tionghoa sering menggunakan istilah ‘Keturunan Naga‘(Hanzi : 龙的传人; pinyin : lóng de chuán rén) sebagai suatu simbol identitas etnis.

Dalam tarian ini, satu regu memainkan naga yang diusung dengan belasan tongkat. Penari terdepan mengangkat, menganggukkan, menyorongkan dan mengibas-kibaskan kepala naga tersebut yang merupakan bagian dari gerakan tarian yang diarahkan oleh salah seorang penari.

Terkadang bahkan kepala naga ini bisa mengeluarkan asap dengan menggunakan peralatan pyrotechnic.

Para penari menirukan gerakan-gerakan makhluk naga ini membuat gerakan berkelok dan berombak. Gerakan-gerakan ini secara tradisional melambangkan peranan historis dari naga yang menunjukkan kekuatan yang luar biasa dan martabat yang tinggi.

Tarian naga juga merupakan salah satu suguhan atraksi pada acara hari perayaan Imlek di kawasan pecinan seluruh dunia.

Naga dipercaya bisa membawa keberuntungan untuk masyarakat karena kekuatan, martabat, kesuburan, kebijaksanaan dan keberuntungan yang dimilikinya.

Penampilan naga terlihat gagah berani, namun tetap memiliki watak yang penuh kebajikan. Hal-hal inilah yang pada akhirnya menjadikannya lambang lencana untuk mewakili kekuasaan kekaisaran.

Tari Naga ini berasal dari zaman Dinasti Han (tahun 180-230 SM) dan dimulai oleh orang-orang Tiongkok yang memiliki kepercayaan dan rasa hormat yang besar terhadap naga.

Dipercaya bahwa pada mulanya tarian ini adalah bagian dari kebudayaan pertanian dan masa panen, disamping juga sebagai salah satu metode untuk menyembuhkan dan menghindari penyakit.

Tarian ini sudah menjadi acara populer di zaman Dinasti Song (960-1279 M) dimana acara ini telah menjadi sebuah kebudayaan rakyat dan, seperti barongsai; juga sering tampil pada perayaan-perayaan yang meriah.

Corak naga dibuat dengan menggabungkan gambaran-gambaran dari berbagai hewan yang lumrah ditemui. Naga ini kemudian berkembang menjadi sebuah makhluk dunia dongeng yang dipuja dalam kebudayaan Tiongkok.

Bentuk fisiknya merupakan gabungan dari bagian fisik berbagai hewan, diantaranya tanduk dari rusa jantan, telinga dari banteng, mata dari kelinci, cakar dari harimau dan sisik dari ikan; semuanya melengkapi tubuhnya yang mirip dengan tubuh ular raksasa.

Dengan ciri-ciri ini, naga dipercaya sebagai makhluk amfibi dengan kemampuan untuk bergerak di tanah, terbang di udara dan berenang di laut; memberikan mereka peranan sebagai penguasa langit dan hujan.

Para kaisar di Tiongkok kuno menganggap diri mereka sendiri sebagai naga. Oleh karenanya, naga dijadikan lambang dari kekuasaan kekaisaran. Ia melambangkan kekuatan magis, kebaikan, kesuburan, kewaspadaan dan harga diri.

Tarian Naga saat ini adalah sebuah karya penting dalam kebudayaan dan tradisi Tiongkok. Tarian ini telah tersebar di seluruh penjuru dunia; termasuk Indonesia.

Karya ini menjadi sebuah pertunjukan seni khusus Tionghoa, melambangkan kedatangan keberuntungan dan kemakmuran dalam tahun yang akan datang bagi semua manusia di bumi.

By Herman Tan Manado

One Smile Return to the East. Follow @tionghoainfo untuk info2 terbaru.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: eitss, mau apa nih?