Last Updated on 23 October 2021 by Herman Tan Manado
Pada tahun 204 M Raja Han yang berkuasa, Liu Bang (刘邦), mengikuti strategi Jenderalnya, Han Xin (韩信), untuk menyatukan Negara.
Han Xin menyarankan terlebih dulu untuk menduduki Guanzhong; lalu setelah itu menyeberangi sungai Kuning di timur dan mengalahkan Raja Bao dari Wei. Selanjutnya bersiap2 menuju ke timur untuk menyerang Raja Xie dari Zhao.
Raja Xie dari Zhao (趙歇) bersama Perdana Menterinya, Chen Yu (陳餘), memimpin 200.000 prajurit, berkumpul di jalur masuk Jingxing, bersiap menghadapi pasukan Han.
Sementara penasehat Zhao, Li Zuoche (李左車), menyusun strategi, yakni memanfaatkan jalur Jingxing yang strategis, menempatkan sebagian pasukan untuk menyumbat jalan masuk Jingxing.
Kemudian menempatkan pasukannya yang lain untuk mengambil jalan pintas dalam memotong jalur pasokan makanan pasukan Han. Dengan demikian, pasukan Han tidak dapat memperoleh bantuan ransum apapun.
Namun saran Li Zuoche ini tidak diterima oleh raja Zhao. Pasukan Zhao yang mengandalkan jumlahnya yang banyak, bersikeras hendak dihadapkan dengan pasukan Han secara frontal (metode ortodoks).
Baca juga : Ahli Militer Sun Tzu (Sun Zi), Penulis Seni Perang Sun Tzu (The Art of War)
Han Xin sangat gembira, setelah melalui mata2 nya mengetahui bahwa strategi Li Zuoche tidak dilaksanakan. Ia pun memerintahkan pasukannya untuk berkemah di jarak ±30 km dari jalur Jingxing.
Saat larut malam, Han Xin memerintahkan pasukannya terlebih dulu makan sedikit untuk sekedar mengisi perut. Kemudian ia memberitahu mereka bahwa nanti setelah menang perang, ia akan mengadakan pesta besar bagi mereka.
Setelah itu, ia mengirim 2.000 prajurit berkuda ringan sambil membawa bendera Han warna merah, menyelinap dan menunggu di balik perkemahan Zhao. Mereka harus menunggu pasukan Zhao keluar dari sarangnya, untuk menyusup ke dalam perkemahan dan mengganti seluruh bendera Zhao dengan bendera Han.
Han Xin juga mengirim 10.000 prajurit menjadi ujung tombak, menyisir tepi sungai, berderet dan memancing pasukan Zhao keluar.
Saat hari hampir terang, Han Xin dengan tiba2 memimpin pasukan menyerang pasukan Zhao. Kedua pihak bertempur dengan hebatnya. Tak lama, pasukan Han berpura2 mundur, menuju ke tepi sungai.
Pasukan Zhao melihat hal ini, terus mengejar dan semua pasukan keluar dari perkemahan. Han Xin mengirim pasukan utamanya untuk menangkal serangan tersebut.
Baca juga : 7 Karya Militer Klasik (Seven Military Classics; 武经七书)
Mereka dengan memunggungi sungai, melihat pasukan musuh datang bergelombang2 begitu banyaknya, sedangkan mereka sendiri tidak ada jalan lain untuk melarikan diri. Tak ayal, mereka pun berperang dengan beraninya. Sementara pasukan Zhao yang tidak berhasil juga mengalahkan pasukan Han Xin, akhirnya mundur.
Saat mereka hendak kembali ke perkemahan, baru menyadari bahwa perkemahan mereka telah penuh dengan bendera Han. Seketika itu, suasana mereka menjadi kacau, dan banyak yang akhirnya melarikan diri. Pasukan Han menggunakan kesempatan ini untuk menyerang dari depan dan belakang, dan akhirnya mengalahkan pasukan Zhao.
Kisah diatas diambil dari dari peristiwa Pertempuran Jingxing (Battle of Jingxing; Hanzi : 井陉之战; Pinyin : Jǐngxíng Zhī Zhàn), atau dikenal juga sebagai Battle of Tao River (Hanzi : 洮水之战; Pinyin : Táo Shuǐ Zhī zhàn).
Peristiwa ini terjadi pada tahun 204 SM di Jingxing, Hebei, Tiongkok, antara pasukan Han, yang dipimpin oleh Jenderal oleh Han Xin, dan pasukan Zhao yang dipimpin oleh Raja Xie dari Zhao (趙歇) bersama panglimanya, Chen Yu (陳餘).
Baca juga : Battle of Jingxing – Wikipedia
Penjelasan ungkapan ‘Bei shui yizhan‘ (背水一战) atau berperang dengan memunggungi sungai, berarti bertempur dengan punggung bersandar pada sungai, tidak ada jalan mundur lagi. Ini sama artinya memaksa pasukan untuk bertempur sampai mati, sampai titik darah penghabisan.
Peristiwa ini tercatat di buku Shi Ji yang ditulis oleh sejarawan Sima Qian, yang mengatakan bahwa pasukan Han Xin menyerang Zhao, menerobos jalur Jingxing, memerintahkan pasukan berbaris di sepanjang sungai besar, lalu bertempur dengan musuh.
Han Xin menghadapi pasukan musuh yang besar, dalam kondisi tak ada jalan mundur, akhirnya dengan sekuat tenaga dan tekad bulat bertempur, akhirnya berhasil mengalahkan pasukan Zhao.
Kesimpulan : Cerita ini digunakan untuk menggambarkan situasi, di mana kita diperhadapkan dengan pilihan hidup atau mati; atau disaat ketika kita harus melakukan sesuatu yang tidak ada jalan mundur lagi.
Baca juga : Zhuge Liang, Sang Ahli Strategi Militer Negara Shu di Jaman Sam Kok