Last Updated on 18 April 2021 by Herman Tan Manado
Jīngzhōng bàoguó
精忠报国
Setia dan tulus membela Negara.
Ungkapan ini sangat terkenal bagi etnis Tionghoa, karena inilah tulisan yang ditulis oleh ibunda Jenderal Yue Fei di punggung Jendral Yue Fei (jaman dinasti Song). Maksud ibunda Jenderal Yue Fei adalah untuk memberi semangat juang kepada anaknya supaya selalu tulus dan setia dalam membela Negaranya.
Guāng míng lěi luò
光明磊落
Jujur adil cemerlang tanpa cacat.
Ungkapan ini biasanya dipakai untuk memberikan rasa hormat/pujian kepada seseorang yang berjiwa Ksatria; sangat jujur; apa adanya; tidak pernah bohong, sehingga semua tindak tanduknya memberikan kesan sangat lulus adil dan bersinar menyilaukan mata orang-orang disekitarnya.
Sayangnya tetap aja ada manusia busuk yang tidak suka dengan sinar yang menyilaukan mata itu.
Jiǔ náng fàn dài
酒囊饭袋
Tempat arak dan kantong nasi.
Ungkapan ini biasanya untuk menunjukkan orang yang tidak berguna sama sekali bagi masyarakat, kerjanya cuma makan dan tidur aja seharian, persis seperti kantong nasi dan tempat untuk menampung arak saja.
Cái bù lù yǎn bǎo píng’ān
财不露眼保平安
Harta tidak menyolok mata lebih aman.
Ungkapan diatas biasanya dipakai untuk mengingatkan kita bahwa kita seharusnya bisa menyimpan harta benda sedemikian rupa supaya tidak menyolok mata. Karena kalau sampai ada orang yang tahu, bisa menimbulkan niat jahat dari orang tsb.
Makanya kalau orang yang pandai menyimpan hartanya (Bukan karena kikir lho), maka biasanya hidup akan lebih tenteram dan aman.
Gǒu yǎn kàn rén dǐ
狗眼看人底
Mata anjing memandang rendah manusia.
Ungkapan ini sering dipakai untuk menyindir sebagian orang-orang yang baru mempunyai sedikit kekuasaan; uang; harta; kepandaian dsb, sudah secara provokatif dan sengaja meremehkan orang lain, menghina orang lain, menyogok orang lain dengan maksud-maksud yang tidak baik.
Kenapa dipakai mata anjing?
Kita tahu bahwa anjing itu biasanya lebih pendek dari manusia, makanya letak mata anjing juga lebih rendah dari tinggi manusia, padahal bagi anjing yang melihat manusia, dikira manusia juga sependek dan serendah dia (anjing itu)!
Chéng xīn chéng yì
诚心诚意
Tulus iklas secara lahir batin.
Ungkapan ini biasanya dipakai untuk menunjukkan ketulus-ikhlasan seseorang dalam melakukan sesuatu, biasanya dalam hal memberikan nasehat ataupun bantuan lainnya demi orang/masyarakat di sekelilingnya.
天行其道, 恶长不了
Tiān xíng qí dào, è cháng bùliǎo
Kalau Thian sudah menunjukkan TAO Nya, maka yang jahat pasti binasa.
Ungkapan ini biasanya digunakan untuk menasehati orang supaya cepat sadar dan kembali kejalan yang benar. Maksudnya jangan berbuat kejahatan lagi, karena pastilah akan mendapat hukuman setimpal dari Thian (langit).
Contohnya orang yang membabat hutan secara membabi buta, akhirnya akan menuai banjir dan tanah longsor yang sangat dahsyat dan mematikan.
Tiān wǎng huī huī, shū ér bú lòu
天网恢恢, 疏而不漏
Hukum karma seperti jaring yang tidak terlihat, kelihatannya longgar tapi yang berbuat jahat pasti tidak bisa lolos darinya.
Ungkapan ini berasal dari Buku TTC bab 73. Biasanya dipakai untuk melukiskan keadaan dimana Tuhan adalah maha adil dan maha kuasa, yang berbuat jahat pasti akan dihukum.
Memang sepintas kelihatan seolah-olah tidak tegas/cermat (terkesan banyak orang berbuat jahat tetapi masih hidup enak-enak); namun yakinlah pasti Thian tidak akan melepaskan begitu saja setiap orang yang berbuat jahat.
Makanya bagi orang-orang yang telah berbuat merugikan masyarakat dan Negara, cepat-cepatlah sadar dan bertobat kembali, jangan dikira kalau sekarang ini masih bisa hidup enak dari hasil korupsinya, terus menyangka diizinkan oleh Tuhan lho!
Siap-siap sajalah menerima hukum karmanya entah kapan, yang pasti kalau waktunya tiba, maka tidak bisa bertobat lagi.
Sāi wēng shī mǎ yān zhī fēi fú
塞翁失马, 焉知非福
Sai Weng yang kehilangan kudanya, siapa sangka itu pasti sebuah kesialan.
Konon dulu ada seorang bernama Sai Weng yang tinggal di perbatasan Tiongkok dengan Mongol dan memelihara seekor kuda. Pada suatu hari kudanya hilang (lari keluar perbatasan kearah daerah Mongol) Maka semua tetangga datang menasehati Sai Weng supaya jangan terlalu bersedih.
Tapi Sai Weng tenang-tenang saja, dia malah mengatakan: “Siapa bilang kalau kuda saya hilang berarti saya sial?”
Benar aja setelah 3 bulan lewat, kudanya kembali kerumahnya lagi dengan membawa serta seekor kuda Mongol bersama kuda itu. Wah langsung heboh deh, semua tetangganya datang dan mengucapkan selamat pada Sai Weng.
Tapi Sai Weng malah bilang: “Sudahlah jangan memberi selamat kepada saya, siapa yang bisa jamin bahwa mendapatkan seekor kuda secara gratis adalah sebuah hoki!”
Wah ternyata setelah 6 bulan kemudian, suatu ketika anak Sai Weng coba-coba menaiki Kuda Mongol itu, karena masih belum jinak anak Sai weng terjatuh dan patah kakinya. Dan tetangga-tetangganya datang lagi dan ikut bersedih atas musibah yang menimpa anak Sai Weng.
Eh, Sai Weng malah senyum-senyum sambil menghibur tetangganya itu: “Iya deh terima kasih perhatian kalian, tapi kita tidak boleh terlalu bersedih, siapa tahu patah tulang anak itu nanti ada berkahnya”.
Wah benar juga, ketika beberapa bulan kemudian datang serangan dari tentara Mongol, semua orang muda yang sehat didesa Sai Weng ditawan oleh tentara Mongol, hanya anak Sai Weng saja yang karena kakinya cacat dibiarkan tinggal dirumah menemani orang tuanya.
Akhirnya timbullah pepatah seperti diatas itu!
Pepatah ini menasehati kita, supaya jangan terlalu gembira ketika kita mendapatkan sesuatu keuntungan. Dan jangan pula terlalu bersedih kalau sedang tertimpa sebuah kemalangan. Karena antara keuntungan dan kemalangan biasanya hanya berbeda tipis saja, tergantung bagaimana kita menyikapinya.
Fán shì bú néng thài rèn zhēn
凡事不能太认真
Dalam segala hal jangan hanya terlalu serius melihat ke satu sisi saja.
Ungkapan ini sebetulnya menasehati kita bahwa dalam setiap usaha yang kita lakukan ataupun setiap bentuk kelakuan, janganlah hanya mementingkan hasilnya saja. Yang harus diutamakan adalah justru proses bagaimana melakukan usaha itu.
Nah, dalam memperhatikan proses itulah kita bisa tahu pelajaran apa yang kita peroleh! Apakah pelajaran itu bermanfaat atau tidak bagi jiwa dan raga kita!
Contohnya seperti mendaki gunung. Pada umumnya orang akan menganggap bahwa mendaki gunung kalau sudah sampai puncak gunung, maka itulah yang namanya “keberhasilan” menaklukkan gunung tsb.
Padahal, “keberhasilan yang sungguh-sungguh bernilai tinggi” adalah justru apa yang telah didapat/dipelajari dalam proses pendakiannya yang pantang menyerah dalam menghadapi setiap masalah dalam pendakian itu.
Soal sampai tiba di puncak gunung, itu seperti tetesan-tetesan air (apa-apa yang telah berhasil dilampaui dalam proses pendakiannya) yang sudah waktunya mengalir berkumpul sampai menjadi aliran sungai saja.
Dibuat oleh : Shanmao @siutao.com (中国熟语 – 第一册)
Diedit oleh : Mirianto
Dipublikasi oleh : Tionghoa.INFO