Last Updated on 18 April 2021 by Herman Tan Manado

Berbicara soal tokoh-tokoh yang berparas paling menarik dalam sejarah Tiongkok, pasti kita lebih mengenal Empat Wanita Cantik Tiongkok Kuno (Hanzi : 四大美女, Pinyin : sì dà měi nǚ). Namun bukan hanya wanita, tapi juga ada empat pria yang terkenal akan ketampanannya di Tiongkok kuno.

Empat Pria Tampan Se Da Mei Nan (四大美男) dalam Sejarah Tiongkok Kuno

Beberapa di antaranya terkenal seperti seorang selebritis yang memiliki banyak penggemar wanita, hingga pangeran kerajaan yang memiliki pengaruh dalam dunia politik dan militer Tiongkok kuno.

Meskipun kisah tentang mereka memang tidak sepopuler keempat wanita tercantik, dan bahkan hampir mirip dengan legenda, namun mereka memiliki kisah hidup yang cukup menarik untuk disimak. Sama halnya seperti keempat wanita tercantik tadi, keempat pria yang dijuluki 四大美男 – Sì dà měinán ini juga berakhir dengan tragis.

Keempat pria ini adalah Pan An (潘安),  Song Yu (宋玉), Pangeran Lanling (兰陵王), dan Wei Jie (卫玠).

1.Pan An (潘安)

Pan An dalam lukisan kontemporer

Pan Yue (Hanzi : 潘岳, pinyin : Pānyuè, 247–300), atau dikenal juga dengan nama Pan An, adalah seorang sastrawan terkenal pada masa Dinasti Jin Barat. Tidak hanya terkenal karena bakat sastranya, ia juga terkenal dengan wajahnya yang paling elok rupawan di seantero Tiongkok kuno.

Reputasinya menyebar begitu luas sehingga orang-orang di masa itu menyebut “setampan Pan An” (Hanzi : 貌若潘安, pinyin : Mào ruò pān ān) sebagai sanjungan untuknya, dan sekarang dikenal sebagai idiom untuk menggambarkan ketampanan seorang laki-laki.

Kisah tentang keelokan rupanya juga meluas dari sebuah cerita dari mulut ke mulut tentang Pan An sendiri, yaitu “melempari kereta dengan buah-buahan hingga penuh” (掷果盈车, pinyin : zhì guǒ yíng chē).

Keluarga Pan berasal dari Zhongmou (Zhongmu sekarang, Henan). Kakeknya Pan Jin (Hanzi : 潘瑾, pinyin : Pān jǐn), adalah seorang gubernur Anping (Jizhou sekarang, Hebei) di masa dinasti Han Timur, dan ayahnya Pan Pi (Hanzi : 潘芘, pinyin : Pān pí), bertugas sebagai gubernur Langye (Linyi sekarang, Shandong).

Pan An juga dikenal sebagai anak jenius berbakat saat kecilnya sehingga amat terkenal di desanya di desa Gong, Henan.

Pada tahun 266, saat ia berusia 19 tahun, Pan pindah ke ibukota kerajaan Luoyang dan bekerja sebagai asisten di Kementerian Pekerjaan. Walaupun ia berbakat dan berwajah tampan, ia tidak bisa mengembangkan karirnya untuk dekade berikutnya.

Pada awal tahun 270-an, ia bekerja sebagai pembantu Jia Chong (Hanzi : 賈充, pinyin : Jiǎ chōng), seorang pejabat tinggi Kaisar Wu dari Dinasti Jin. Di tahun 278, ia kehilangan minat pada pekerjaan sipil dan pensiun, sebelum pulang ke rumah keluarganya di desa Gong.

Namun ia melepas pensiunnya pada tahun 282 untuk bertugas sebagai hakim di desa Meng, utara Sungai Kuning dari Luoyang. Ia kembali ke Luoyang pada 287 untuk bertugas sebagai pejabat di sana sebelum diturunkan dari jabatannya tanpa alasan jelas.

Sekitar tahun 295, ia kembali ke Luoyang untuk bertugas di bawah pejabat bernama Jia Mi (Hanzi : 賈謐, pinyin : Jiǎ mì). Namun Jia dibunuh dalam suatu peristiwa kudeta pada tahun 300, dan Pan An dituduh terlibat dalam pemberontakan untuk perebutan kekuasaan.

Akhirnya sebelum kebenaran dari kasus itu terungkap, Pan dan seluruh keluarganya ditangkap dan dihukum mati.

Pan An tidak hanya terkenal oleh parasnya yang elok, tapi juga kemampuan sastranya. Ia memiliki popularitas sama dengan sastrawan lain, Lu Ji, sehingga ada pepatah bahwa, “bakat sastra Lu sangat mirip sebuah laut; bakat sastra Pan sangatlah mirip sungai.”(Hanzi : 陆才如海,潘才如江, pinyin : Lùcáirú hǎi, pāncáirú jiāng).

Dikisahkan bahwa setiap kali Pan An keluar dari rumahnya untuk bepergian, orang-orang akan mengejar keretanya untuk mengintipnya dengan penasaran. Ia memiliki sangat banyak penggemar berat, dan sebagian besar adalah wanita sehingga tidak semua orang bisa mendekati keretanya.

Akhirnya para penggemarnya melempari buah-buahan ke keretanya sebagai ungkapan rasa kagum mereka. Tidak pernah disebutkan apakah Pan An pernah tertimpuk oleh buah-buahan dari penggemarnya, namun yang pasti setiap kunjungan adalah rezeki luar biasa untuknya.

Ungkapan “melemparkan buah-buahan ke dalam kereta” menjadi idiom populer untuk menggambarkan kekaguman wanita terhadap seorang pria

Kronik Jin menulis tentang paras tampan Pan An :

“(Pan) Yue sangatlah tampan dalam penampilan dan pembawaannya… Saat ia masih muda, ia sering berkeliaran di sekitar luar Luoyang, membawa ketapel di bawah tangannya. Para wanita yang bertemu dengannya mengelilinginya  dan melemparinya dengan buah dalam keretanya. Sehingga pada saat ia pulang, keretanya penuh dengan buah-buahan.”

Karya-karyanya yang paling terkenal adalah tiga puisi untuk istrinya yang sudah meninggal dunia. Salah satunya berbunyi seperti ini :

“Kita adalah sepasang burung yang bersarang di pohon. Salah satunya terbangun di pagi hari, hanya untuk mendapati dirinya sendirian.”

2. Song Yu (宋玉)

Song Yu (Hanzi : 宋玉, pinyin : Sòng yù, 319–298 SM) adalah seorang sastrawan Tiongkok di akhir masa Negara-Negara Berperang (Warring States Period), dan dikenal sebagai penulis buku kumpulan puisi yang disebut Puisi-Puisi Chu (Verses of Chu, Chu Ci – 楚茨).

Di antara puisi-puisi tersebut, puisi yang sering dikaitkan dengan Song Yu berada di bagian Jiu Bian. Selain itu, ada beberapa puisi yang dikaitkan dengan Song Yu dalam antologi sastra abad ke-6, Wen Xuan.

Song Yu adalah murid dari pujangga patriot terkenal Qu Yuan. Kontribusinya dalam dunia sastra sangat luar biasa, berpengaruh khususnya pada genre fu, yaitu puisi prosa eksposisi yang populer pada masa itu. Menurut Kronik Dinasti Han, ia menulis 16 buah fu seluruhnya, dan 14 buah di antaranya diwariskan turun-temurun.

Ia adalah penerus hebat Qu Yuan dalam menciptakan puisi fu, dan mengembangkan gayanya sendiri yang akan mempengaruhi penulis-penulis setelahnya.

Namanya sering disandingkan dengan Qu Yuan, sehingga mereka sering disebut “Qu-Song”. Dua karya sastra Tiongkok- “Sembilan Perubahan” karya Song dan “Li Sao” milik Li dikenal sebagai “Benteng Ganda Negara Chu”.

Kisah tentang ketampanan Song Yu dikenal dari karya sastra “Eksposisi Puitis Hasrat Deng Tuzi” (Hanzi : 登徒子好色赋, pinyin : Dēng tú zǐ hàosè fù).

Bersama dengan Pan An, mereka dikenal sebagai dua pria paling tampan di Tiongkok kuno, dan dijadikan sebuah idiom “Sangat Tampan seperti Song Yu dan Pan An” (Hanzi : 美如宋玉 貌似潘安, pinyin : Měi rú sòng yù mào bǐ pān ān).

3.Pangeran Lanling (兰陵王)

Feng Shaofeng memerankan Pangeran Lanling dalam serial drama sejarah Tiongkok “Lan Ling Wang” (2013)

Terlahir dengan nama Gao Changgong (Hanzi : 高长恭; pinyin : Gāo Chánggōng, wafat tahun 573 M), dan nama kehormatan Gao Su (Hanzi :  高肃; pinyin : Gāo Sù) atau Gao Xiaoguan (Hanzi : 高孝瓘, pinyin : Gāoxiàoguàn.

Ia adalah seorang jenderal militer berpangkat tinggi dari dinasti Qi Utara yang diberi jabatan di desa Lanling, sehingga dia dikenal juga sebagai Pangeran Lanling (Hanzi : 蘭陵王, pinyin : Lán líng wáng).

Gao Changgong adalah cucu dari Gao Huan dan putra keempat Gao Cheng, yang juga adalah Kaisar Wenxiang dari dinasti Qi Utara. Ia terkenal karena ketampanannya, kesetiaan, kerendahan hati, bakat militer dan kecerdasannya.

Menurut Kronik Qi Utara, Gao Changgong memiliki wajah yang sangat manis sehingga ia harus mengenakan topeng menakutkan dalam pertempuran untuk menakuti musuh karena keelokan parasnya membuat ia sering ditertawakan dan diremehkan musuhnya.

Salah satu fakta menarik tentang kehidupan pribadinya adalah, konon walaupun saat itu jabatan dan statusnya memungkinkan dia untuk memiliki banyak istri dan selir, ia memilih untuk mencintai dan menikahi hanya seorang wanita saja sepanjang hidupnya.

Hal ini disebabkan karena ia melihat ibunya tidak pernah bisa hidup bersama pria yang dicintainya (karena kemungkinan besar dia adalah putra dari seorang selir ayahnya), ia tidak ingin wanita yang ia cintai bernasib tragis seperti ibunya.

Gao Changgong diangkat menjadi jenderal oleh pamannya, Kaisar Wucheng dari Dinasti Qi Utara (Gao Zhan). Kebaikan hati dan keberaniannya membuatnya sangat dicintai rakyat dan pasukannya. Pertempuran terkenal yang pernah dilaluinya adalah pengepungan Jinyong (金墉, saat ini terletak dekat Luoyang) pada tahun 564 M.

Ia hanya memimpin 500 kavaleri dan melawan pasukan Dinasti Zhou Utara, yang menyerang kota tersebut dengan 100,000 pasukan. Dia bertempur di gerbang kota hingga mengejutkan penjaga gerbang. Pasukan Jinyong tidak mengenalinya sehingga ia melepas helm dan topengnya.

Pasukan di kota tersebut sangat gembira akan kehadirannya dan bersemangat untuk bergabung dengannya. Mereka membuka gerbang kota dan bergabung dalam pertempuran di luar dinding kota, hingga akhirnya pasukan Zhou dapat ditaklukkan.

Setelah kemenangan pertempuran itu, pasukannya membuat sebuah lagu dan tarian “Pangeran Lanling dalam Pertempuran” (Hanzi : 兰陵王入阵曲, pinyin : Lán líng wáng rù zhèn qū) untuk mengelu-elukan sang pangeran.

Setelahnya, tarian tersebut menjadi tarian istana di masa Dinasti Sui. Tarian ini pun dikenal luas hingga ke Jepang dan masih ditampilkan hingga saat ini.

Namun, kemampuan, bakat dan reputasi Pangeran Lanling mengantarkannya pada nasibnya yang tragis, kematiannya di usia muda. Saat Gao Zhan wafat, sepupunya Gao Wei naik tahta dan keberadaan Pangeran Lanling sangat mengganggunya.

Setelah Gao Wei mendengarkan musik dan tarian “Pangeran Lanling dalam Pertempuran”, ia berkata pada Pangeran Lanling, “Terlalu bahaya untukmu untuk memasuki barisan tempur musuh.

Kalau kau kalah, kau tidak akan punya kesempatan untuk menyesali semuanya.” Tanpa menyadari kalau ucapan itu diberikan untuk mengujinya, Pangeran Lanling menjawab,”Saya kira tidak, karena ini dilakukan demi keluarga kita.”

Pernyataan ini menyebabkan kecurigaan sang kaisar muda sebagai kemungkinan sang pangeran untuk melakukan kudeta terhadapnya. Banyak anggota keluarga Gao yang hidupnya berakhir di tangan saudara kandung dan sepupunya, sehingga ia khawatir akan mengalami nasib yang sama.

Akhirnya untuk melindungi dirinya sendiri dan menghindari kecemburuan dan kecurigaan sepupunya, Pangeran Lanling sering berpura-pura sakit untuk menghindari perang dan politik. Namun kerendahan hatinya tidak dapat menyelamatkan hidupnya.

Akhirnya pada tahun 573 M, kaisar muda yang iri hati itu mengiriminya secangkir arak beracun, Pangeran Lanling meminumnya dan meninggal di awal usia 30-an.

Empat tahun setelah kematian Pangeran Lanling, Dinasti Qi Utara kehilangan salah satu jenderal terhebat mereka dan akhirnya diruntuhkan oleh Dinasti Zhou Utara. Semua anggota keluarga bangsawan Gao dibantai.

Pada tahun 1999, di gua Longmen, sebuah pesan ditemukan diukir di sebuah patung yang menyatakan bahwa Pangeran Lanling memiliki keturunan yang masih hidup.

4.Wei Jie (卫玠)

Wei Jie dalam lukisan kontemporer

Wei Jie (Hanzi : 卫玠; Pinyin : wèi jiè) dari era Dinasti Jin, dikenal sebagai anak laki-laki berparas manis sejak usia lima tahun. Kakeknya berkata bahwa ketampanan Wei tidak biasa, dan merasa sangat menyesal karena usianya yang sudah terlalu tua untuk melihat cucunya tumbuh dewasa.

Saat Wei beranjak remaja, ia jalan-jalan dengan gerobak kambing dan banyak orang yang memperhatikannya, mengira bahwa ia adalah sebuah patung cantik yang terbuat dari batu giok.

Bahkan pamannya sendiri, Jenderal Wang Ji juga memiliki paras yang sangat tampan, sehingga saat ia berjalan-jalan dengan keponakannya, ia merasa seperti “meletakkan sebuah mutiara berkilauan di sebelahku” (Hanzi : 珠玉在侧, pinyin : Zhūyù zài cè).

Seperti yang bisa diduga, Wei Jie pun punya penggemar berat. Saat ia berkelana dari Yuzhang ke Jianye, orang-orang penasaran untuk melihat wajahnya dan menutupi jalan di depan keretanya. Namun karena keindahan paras itu begitu rapuh, ketergila-gilaan orang pada Wei membawanya pada tragedi.

Karena Wei sendiri sudah sakit-sakitan sejak lahir, setelah ia dilihat oleh terlalu banyak orang, ia jatuh sakit dan meninggal tidak lama kemudian. Orang-orang menggambarkan kematiannya dalam sebuah idiom “Wei Jie Dipandangi sampai Mati” (Hanzi : 看杀卫玠, pinyin : Kàn shā wèi jiè).

Mungkin ini kematian paling aneh yang bisa dibayangkan, namun untuk seorang pemuda yang sangat ganteng seperti dia, idiom ini terdengar sedikit romantis. Kisah tentang ketampanannya sendiri dikenal dan tercatat dalam Kronik Dinasti Jin.

Sebagai tambahan, untuk karya-karya cerita fiksi, rasanya nama-nama tokoh utama dalam film wuxia, seperti Chu Luxiang (楚留香), alias pendekar harum dan Wei Xiaobao (韋小寶) alias pangeran menjangan, layak menyandang status pria tertampan ini, mengingat banyaknya wanita yang berada di sekeliling mereka 🙂

Referensi :

• Origins of Chinese Opera. Asal Mula Opera China. Fu Chunjiang. Elex Media Komputindo, 2010.
Wikipedia – China’s Four Most Handsome Men
Pretty men in history
Don’t Fall in Love, They’re Not Around Any More…

By Amimah Halawati

Seorang mahasiswa pasca perguruan tinggi teknik Negeri di kota Bandung. Mojang Priangan berdarah Sunda namun memiliki minat besar dengan bahasa dan budaya Tionghoa. Pecinta buku dan senang menulis, khususnya fiksi fantasi yang bertema mitologi dan kebudayaan Tionghoa.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: eitss, mau apa nih?