Last Updated on 25 June 2023 by Herman Tan Manado

Pertanyaan dari [email protected]

Halo, Admin Tionghoa Info. Khususnya kepada Koko Herman Tan selaku author dari Tionghoa Info.

Perkenalkan, nama saya Devina (disamarkan), yang biasa dipanggil Vina. Saya merupakan anak perempuan kedua dari 2 bersaudara, alias anak bungsu. Saudara pertama saya juga perempuan. Kedua orang tua kami telah meninggal dunia. Papa sudah 11 tahun, dan Mama sudah berjalan 1 tahun lebih.

Hal yang ingin saya tanyakan, Ko.

Sebagai anak perempuan pertama, tentu sudah menjadi tanggung jawab Cece saya untuk melanjutkan dan melaksanakan tradisi sembahyang arwah, terutama kepada kedua orang tua kami.

Selama ini, kami menyiapkan dan menyelesaikannya secara bersama di satu rumah. Namun, saat ini saya sebagai adik sudah pisah rumah dengan Cece, karena permasalahan keluarga. Di sisi lain, tahun depan saya juga akan melaksanakan pernikahan.

Bagaimana dan apa yang harus saya lakukan sebagai anak perempuan kedua untuk sembahyang arwah leluhur, terutama kepada orang tua kami? Apakah saya boleh melaksanakannya seperti biasa? Atau ada ketentuan khusus dan larangan sebagai anak perempuan kedua?

Mohon arahan dan tanggapannya, Ko.

Karena saya benar-benar bingung saat ini, ditengah kesulitan yang sedang saya hadapi. Terima kasih sebelumnya untuk para admin lainnya yang akan menanggapi persoalan saya ini 🙏

Jawab :

Halo Devina,
Pertama2, saya turut berduka cita atas meninggalnya kedua orang tua Anda.

Sebenarnya, mengenai tanggung jawab sembahyang orang tua, adalah SEMUA ANAK. Meski dalam budaya Tionghoa konservatif (tradisional), ANAK LAKI TERTUA lah yg paling memegang peranan / tanggung jawab untuk hal tersebut.

Lalu berturut2, adalah anak laki2 yg lain dari kedua pasangan orang tua tersebut.
Kenapa anak perempuan TIDAK DIWAJIBKAN untuk menyembahyangi orang tua kandungnya?
Karena sebagai gantinya, mereka nantinya akan berbakti kepada orang tua sang suami (sebagai menantu).

Simak alasannya pada lampiran di paling bawah.

Namun di jaman modern ini, saya kira semua anak sama saja. Tidak ada lagi kewajiban hanya anak laki2 yg memikul tanggung jawab.
Anda sebagai anak perempuan, masih ingat orang tua kandung saja itu sudah sangat bagus.

Terkait pertanyaannya :
“Bagaimana dan apa yang harus saya lakukan sebagai anak perempuan kedua untuk sembahyang arwah leluhur, terutama kepada orang tua kami ? Apakah saya boleh melaksanakannya seperti biasa? Atau ada ketentuan khusus dan larangan sebagai anak perempuan kedua?”

Sembahyang WAJIB bagi orang tua, umumnya hanya dilakukan 2x setahun. Yakni pada saat Cengbeng (5 April), dan H-1 sebelum Imlek. Jika Anda masih ingin memperingati hari kematian mereka, tidak masalah.

Begitupun dengan sembahyang Qi Yue Pan (七月半) yg dilaksanakan setiap tanggal 15 bulan 7 Imlek. Namun Anda perlu mengetahui sejarah dibalik “Sembahyang Rebutan” itu, karena biasanya sudah dimanfaatkan agama tertentu untuk mengumpulkan dana.

Yg penting adalah sembahyang JANGAN JADI BEBAN. Jika sembahyang jadi beban, lebih baik tidak perlu sembahyang. Berbakti yg utama, adalah ketika orang tua masih hidup.

還生食四两, 死後食豬羊 (Hái shēngshí sì liǎng, sǐhòu shí zhū yáng)! Better to feed your parents on a little food when they are alive, than to offer pigs and lambs to them as sacrifices after their deaths!

Hormat dan berbakti kepada LELUHUR/NENEK MOYANG merupakan KEWAJIBAN bagi setiap manusia sejati!

Caranya adalah :

1. Ambillah foto kedua orang tua Anda. Taruhlah berdampingan di meja sembahyang, dengan atau tanpa taplak meja (tidak perlu disediakan meja khusus).

2. Siapkan 5 macam buah2an (jangan yg kulitnya berduri), lalu susun membentuk 1/2 lingkaran di meja. Sajian berupa barang bernyawa, a.k.a Samseng (daging ikan,ayam babi), atau apapun makanan kesukaan orang tua tidak disarankan, namun juga tidak dilarang, karena toh yg makan adalah Anda sendiri nantinya.

Namun harus dipahami, bahwa “mereka” tidak lagi memakan barang2 duniawi seperti itu.

Begitupun dengan bakar uang2 kertas, kertas perak, kertas emas, mobil/rumah2an, dsb juga tidak disarankan, namun juga tidak dilarang. Yg penting Anda paham maksudnya, yaitu hanya untuk menyemarakkan suasana, ketika bersembahyang bersama anggota keluarga lain.

Sebagian orang  Tionghoa masih melakukan ini, bisa jadi karena (1) tersugesti film, atau (2) terinspirasi dari perkataan orang2 indigo2 palsu.

3. Siapkan sepasang lilin putih jika keduanya wafat dibawah 80 tahun, atau lilin merah jika ada salah satu atau keduanya diatas 80 tahun (umur 80+ diatas sudah dianggap bahagia, makanya ketika meninggal dipakaikan selimut berwarna merah). Tempatkan keduanya disamping hiolo, di depan buah2an.

4. Siapkan dupa, hiolo, dan bunga sebagai pemanis meja (opsional, taruh di kedua sudut meja). Lakukan upacara pada pagi/siang hari. Durasi 1-2 batang hio kecil terbakar habis.

Tidak ada larangan khusus,seperti sedang haid, sedang mengandung, dsb. Jika nantinya Anda sudah berkeluarga, ada baiknya mengajak anak2 Anda untuk ikut bersembahyang, minimal mereka tahu, ini lho kakek dan nenekmu.

Kira-kira demikian, semoga membantu 🙏

Berikut lampiran kutipan dari artikel kami : Korban dan Pengorbanan Perempuan Etnis Tionghoa di Indonesia

Di zaman Tiongkok tradisional, kelahiran seorang bayi perempuan tidak pernah disambut dengan gembira. Garis keturunan keluarga adalah melalui garis laki-laki, sehingga perempuan tidak mempunyai kedudukan penting di keluarga.

Mereka hanya dianggap orang yang “menumpang” dalam keluarga sampai kelak menikah. Dalam kitab Shijing (詩經; buku yang berisi kumpulan lagu rakyat Tiongkok kuno) ditemukan sebuah kidung sebagai berikut :

Kalau anak laki-laki dilahirkan,
Taruhlah ia tidur di tempat tidur,
Kenakanlah padanya pakaian indah,

Dan berilah dia mainan terbut dari batu giok,
Oh betapa mulia tangisnya!
Semoga ia tumbuh besar mengenakan pakaian warna merah tua,
Dan semoga ia menjadi kepala dari klan dan sukunya.

Kalau anak perempuan dilahirkan,
Taruhlah dia tidur di atas lantai,
Bungkuslah ia dengan pembungkus biasa,

Dan beri dia mainan dari keping potongan ubin,
Semoga ia tidak berbuat salah, juga tidak berbuat jasa,
Semoga ia pandai menyediakan masakan dan anggur,
Dan tidak membawa aib bagi orang tuanya.

Kutipan ini jelas mengungkapkan, bagaimana anak perempuan dipandang amat rendah pada zaman dulu. Pada zaman dinasti Song, kedudukan perempuan kian merosot. Perempuan kehilangan peranannya di masyarakat. Misalnya terkenal ucapan yang mengatakan kehidupan perempuan tergantung pada tiga kepatuhan :

Kalau ia masih bersama orangtua, ia harus patuh kepada ayahnya,
Kalau sudah menikah, ia harus patuh pada suaminya,
Dan kalau menjadi janda, ia harus patuh kepada anak laki-lakinya.

Jadi pada jaman dulu, perempuan Tiongkok telah menderita sejak ia masih anak2. Di keluarga2 miskin, gadis2 ini mungkin dijual sebagai budak kepada keluarga kaya. Kalaupun tidak, mereka akan diperbudak di keluarga sendiri. Mereka ditugaskan untuk seluruh urusan rumah tangga, termasuk mengasuh adik-adiknya.

By Herman Tan Manado

One Smile Return to the East. Follow @tionghoainfo untuk info2 terbaru.

7 thoughts on “Apakah Anak Perempuan yang Telah Menikah Bisa Sembahyang Leluhur/Orangtuanya?”
  1. Sore koh, sy ada pertanyaan yg cukup mengganjal dihati, yg ingin sy tanyakan kpd kokoh, jadi sy minta tolong dijelaskan supaya sy ga penasaran lagi, pertanyaannya adalah :
    1.Apakah tradisi membakar uang dan baju kertas untuk ibu yg meninggal akan diterima oleh yg bersangkutan di alam sana?
    2.Apakah benar abu jenazah yg sudah dilarungkan ke laut bisa membuat rohnya tersesat, tidak menemukan jalan pulang saat disembahyangi?
    3.Apakah baik atau tidak, dan pertanda apakah jika tidak pernah didatangi dalam mimpi oleh leluhur sama skali?
    Tolong dijawab dan dijelaskan koh, trims sebelum dan sesudahnya, jika ada kesalahan dalam pertanyaan mohon dimaafkan karena sy masih belum mengerti dan paham.

    1. 1. Mengenai tradisi membakar uang2an, baju, dan rumah2an kertas bisa dibaca di artikel berikut : Perlukah Melakukan Tradisi Membakar dan Menyebarkan Kertas Kimcoa (Kertas Emas)?
      2. Mengenai abu jenasah yg dilarung ke laut, bisa baca artikel berikut :
      Setelah Dikremasi, Abu Jenazah Disimpan di Rumah Abu atau Dilarung ke Laut?
      Fengshui Kuburan : Dikremasi vs Dikubur; Mana Yang Lebih Baik?
      3. Jika tidak pernah bermimpi didatangi leluhur, ARTINYA BAIK, karena leluhur di sana berarti sudah tenang, dan tidak ada beban lagi di dunia. Ybs akan melanjutkan perjalanan rohnya di alam baka. Untuk lebih jelas bisa baca artikel berikut : Mengintip Perjalanan Arwah; Bagaimana “Kehidupan” Mereka Disana?

      Kira2 demikian, semoga menjawab.

  2. Bolehkah lampu altar meja sembahyang leluhur dipadamkan sehari²nya (krn kita memakai lampu altar led listrik)? Dan hy dinyalakan pd saat mau sembahyang?
    Terima kasih!

  3. Terima kasih telah menanggapi persoalan saya, Ko. Setelah saya baca dan coba dipahami kembali, benar juga seperti yang Koko bilang bahwa ‘jangan jadikan sembahyang sebagai beban, tetapi berbakti lah’. Pikiran dan hati saya sudah terbuka melalui jawaban ini. Sekarang saya tidak khawatir lagi dengan persoalan ini.

    Terima kasih yah, Ko. Saya sangat berterima kasih atas respon dan tanggapan dari Koko dan admin lainnya, sudah membantu membuka jalan pikiran saya juga. Bersyukur karna masih ada yang bisa membantu menjelaskan secara rinci tentang adat dan tradisi Tinghoa, terutama di masa modern sekarang ini. Semoga ilmu, cerita, dan pengalaman yang telah di-sharing bisa terus berlanjut dan tidak dilupakan, apalagi ditinggalkan.

    Saya selalu mengikuti, membaca, dan memahami setiap tulisan dari postingan Tionghoa Info. Benar-benar banyak terbantu sejauh ini, khususnya terkait dengan adat dan tradisi.

    Sekali lagi, terima kasih 🙏
    Semoga sukses selalu kepada Koko dan admin Tionghoa Info lainnya. Tetap semangat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: eitss, mau apa nih?