Arsitektur kayu adalah andalan arsitektur bangunan tradisional khas Negeri tirai bambu. Kayu dipakai dalam banyak bangunan tradisional, mulai dari aula/istana di Kota Terlarang, hingga di rumah2 masyarakat. Tapi mengapa harus berbahan kayu? Lalu bagaimana kayu tersebut digunakan sebagai bahan bangunan?
A. Manfaat Kayu : 4 Alasan Dasar Penggunaan Kayu Untuk Bangunan di Tiongkok
Berikut 4 alasan utama mengapa bangunan kayu digunakan di Negara Tiongkok, bahkan hingga di era modern saat ini.
1. Kayu sangat melimpah di Tiongkok!
Alasan utama Tiongkok menyukai struktur kayu adalah adanya hutan2 yang lebat di wilayah2 kelahiran peradaban kebudayaan Tiongkok – lembah Sungai Kuning dan Sungai Yangtze.
Bukti arkeologi berupa rumah panggung di area ini diperkirakan telah ada sejak sekitar 7.000 tahun yang lalu (Kebudayaan Hemudu).
2. Filosofi Tiongkok Kuno Menyatakan Bahwa Kayu Adalah Keberuntungan
Kayu tetap menjadi bahan bangunan yang utama, bahkan setelah adanya pertambangan dan batu bata yang dikembangkan. Hal ini karena Teori 5 Elemen yang digunakan dalam fengshui (geomancy), telah digunakan sebagai aturan dalam berbagai aspek kehidupan sejak Periode Musim Semi dan Musim Gugur / Spring and Autumn Period (770–476 SM).
Kayu merupakan elemen yang melambangkan kelahiran dan kehidupan, yang berarti memiliki konotasi menguntungkan untuk bangunan. Jadi, orang2 yang percaya fengshui “terpaksa” harus menggunakan (memasukkan unsur) kayu untuk membangun rumah bangunan hal lainnya.
3. Kayu Mudah Diproduksi
Dengan periode pertumbuhan yang relatif singkat bagi beberapa jenis pohon (yang kayunya banyak digunakan), permintaan tak pernah melebihi persediaan saat populasi Tiongkok bertumbuh. Kayu tetap menjadi bahan bangunan ideal : mudah didapatkan, diproses, dan diproduksi.
Beberapa dinasti mengeluarkan dekrit bahwa setiap keluarga harus menanam beberapa pohon, untuk memastikan pasokan bahan konstruksi Tiongkok ini selalu tersedia di masa depan.
4. Pengerjaan Kayu Relatif Mudah
Seiring perkembangan kebudayaan Tiongkok, arsitektur pada bangunan2 nya menjadi lebih kompleks, dan lebih banyak detail dekorasinya. Seiring dengan kenaikan populasi, lebih banyak pula orang yang membutuhkan material, dan hanya kayu yang mampu mengimbangi permintaan.
Kemudahan dalam mengolah kayu membuat arsitektur tradisional Tiongkok lebih cepat dalam proses pembangunannya daripada struktur peradaban bangsa lain, yang berbahan batu dan mortar (seperti semen). Detail/dekorasi juga lebih mudah dibuat.
Bangunan2 Tiongkok biasanya selesai dalam beberapa tahun, sementara peradaban yang lain umumnya memerlukan lebih banyak waktu. Namun, bangunan2 Romawi dan peradaban kuno lainnya umumnya dapat bertahan lebih lama.
B. Kelemahan Kayu : 4 Alasan Arsitektur Berbahan Kayu Berkurang di Tiongkok
1. Daya Tahan Kayu – Perlu Perawatan Khusus!
Terpaan dari berbagai elemen, seperti panas matahari, angin dan hujan (kelembapan), belum lagi dari serangan serangga atau hal2 abrasif lain, membuat kayu menjadi cepat lapuk.
Bahkan setelah penemuan cat dan bahan pengawet (kimia) lain, struktur kayu membutuhkan perbaikan dan perawatan yang cukup sering.
Pengeluaran awal yang besar, tapi dengan bahan yang tak terlalu membutuhkan perawatan, seperti bata dan batu (sekarang beton) menjadi lebih menarik karena naiknya harga pekerja bangunan di Tiongkok..
2. Kayu Mudah Terbakar – Keamanan Bangunan
Penurunan penggunaan kayu juga disebabkan oleh kelemahan kayu terhadap api. Menurut catatan dari Dinasti Ming (1368-1644) hingga Dinasti Qing (1644-1912), ada lebih dari 50 kebakaran besar di kota-kota Tiongkok!
Resiko kebakaran mengakibatkan kayu tak lagi begitu diminati. Nilai keselamatan dan keamanan telah mengalahkan kemudahan, keindahan, bahkan kepercayaan filosofis di Tiongkok.
3. Tekanan Sumber Daya Hutan – Tidak Ada Stok Kayu Untuk Masa Depan
Di era modern saat ini, dan cepatnya perkembangan Tiongkok beserta populasinya, tanah telah banyak digunakan untuk pertanian, sarana transportasi, industri dan perumahan, sehingga sumber daya hutan merosot tajam.
Sekarang ini, melindungi hutan telah menjadi kebijakan publik di Tiongkok, untuk memenuhi tuntutan pembangunan yang berkelanjutan, juga untuk menghentikan penggundulan hutan (deforestasi), serta untuk memenuhi permintaan penggunaan kayu untuk bangunan di masa depan.
4. Kayu Kurang Kuat – Tidak Bagus Untuk Bangunan Tinggi
Alasan terakhir berkurangnya bangunan dari kayu di Tiongkok adalah tekanan untuk membuat bangunan2 yang lebih tinggi, sebagai akomodasi bagi 1,4 milyar orang di Tiongkok.
Bangunan dengan banyak lantai (bertingkat), yang terbuat dari bata dan beton bertulang, tampaknya menjadi solusi yang masuk akal untuk menyediakan rumah / apartemen bagi masyarakat. Kayu tak cukup kuat untuk konstruksi modern.
Baca juga : 4 Hal Yang Harus Kamu Ketahui Pagoda : Sejarah, Arsitektur, dan Filosofinya!
C. Tradisi Arsitektur Kayu Tiongkok : Memadukan Faktor Alam Dan Budaya!
Elemen dasar desain arsitektur kuno belum berubah selama ribuan tahun di Tiongkok. Sejak jaman Dinasti Zhou (1046 – 221 SM) hingga era modern, Tiongkok masih menggunakan dasar desain yang sama untuk membangun rumah2 kayu dan bangunan2 resmi (pemerintah).
Namun untuk membangun beberapa jenis arsitektur, seperti jembatan, menara, dinding, dan kuil, mereka sering menggunakan bata, batu, atau tanah liat.
Mengapa menekankan pada penggunaan kayu dan fleksibilitas? Bagi standar barat, bangunan dari kayu yang bergaya klasik tradisional dianggap tidak begitu berkesan.
Ketika membandingkan bangunan kayu terbesar di Kota Terlarang dari Dinasti Ming, dengan bangunan batu besar yang dibangun 2.000 tahun lalu oleh orang Yunani kuno dan Romawi, atau monumen katedral Eropa, bangunan ala Tiongkok (yang terbuat dari kayu) dianggap tak begitu menarik.
Tapi kebanyakan negara di Eropa (termasuk Yunani), hanya mengalami sedikit aktivitas gempa bumi apabila dibandingkan dengan Tiongkok, termasuk banjir dan badai besar seperti topan. 3000 tahun yang lalu, Karajaan Zhou berkembang di sepanjang Sungai Kuning. Banjir bandang adalah ancaman alam rutin bahkan hingga di era modern.
Daerah antara Xi’an dan Tianjin juga kerap mengalami banyak gempa bumi secara periodik.
1. Bangunan Kayu Dibuat Agar Bertahan Melalui Bencana Alam dan Perang
Karena kota-kota di Tiongkok secara umum dibangun di atas tanah aluvial yang lembut di pinggiran sungai, bahkan gempa dengan 7 skala Richter pun dapat mengakibatkan kerusakan yg serius pada wilayah ini. Kebanyakan dari bencana gempa bumi terbesar di dunia terjadi di wilayah Tiongkok dan sekitarnya.
Sekitar tahun 500 SM, wilayah kekuasaan Dinasti Zhou yang menyebar di sekitar lembah Sungai Yangtze juga mengalami banjir skala besar secara rutin; dan tiap tahun, mereka menghadapi musim badai dan angin topan di sepanjang garis perairan.
Jadi, pada 2.500 yang lalu, untuk menghadapi seringnya bencana alam dan kerusakan akibat perang dan pertarungan, para ahli bangunan di wilayah Zhou mengadaptasi sistem braket dougong. Sistem ini membuat pembangunan ulang dan modifikasi bangunan menjadi lebih efisien. Komponen kayu yang rusak dapat diganti dengan lebih mudah.
Orang Tiongkok membuat bangunan mereka fleksibel untuk bertahan dari gempa bumi, angin topan, dan bencana lain agar memudahkan perbaikan dan dikonfigurasi ulang jika dibutuhkan. Bagian2 kayu, seperti kolom dan balok mudah diganti atau digunakan kembali untuk membentuk struktur lain sesuai kebutuhan, karena mereka tidak disambungkan dengan pengencang (paku).
Kota Terlarang adalah contoh bagus untuk masalah ketahanan bangunan. Setelah mereka dibangun 600 tahun yang lalu, wilayah Beijing tercatat mengalami ±200 gempa bumi. Bangunan tersebut selamat dengan hanya menimbulkan kerusakan kecil, karena braket yang fleksibel dan pilar/tiang yang renggang.
Rumah dan bangunan kayu, bahkan di Kota Terlarang umumnya dibangun rendah, dengan satu atau dua tingkat saja. Sangat sulit untuk membuat bangunan kayu yang tinggi dan kuat. Bangunan kayu jauh lebih baik dalam menghadapi gempa bumi daripada bangunan dari bata atau batu.
2. Arsitektur Kayu Sesuai Dengan Budaya Klan Tiongkok
Kebudayaan Tiongkok berawal dari ribuan tahun lalu di pesisir Sungai Kuning dan Yangtze. Di lingkungan area sekitar sungai, aktifitas seismik cenderung lebih sering, dan bencana banjir juga merupakan ancaman rutin. Hal ini mendorong orang untuk membangun secara fleksibel menggunakan material kayu untuk sebagian besar bangunan.
Pada waktu itu, hutan2 yang lebat merupakan penyedia kayu siap pakai. Sejak era Dinasti Zhou, orang2 telah hidup dalam kelompok klan (famili), yang menetap dalam sebuah bangunan kayu yang mudah direnovasi.
Orang2 dalam Klan umumnya cenderung tinggal bersama selama beberapa generasi, dalam satu desa atau satu bangunan yang sama. Untuk memperluas bangunan atau untuk mengatur tata letak sesuai kebutuhan, penggunaan kerangka dougong dan tiang2 vertikal yang renggang akan memudahkan penyesuaian untuk dilakukan kelak.
Ketika klan tumbuh atau posisi sosial mereka berubah, kerangka dougong juga lebih mudah untuk diperluas dan dirubah bentuknya. Tradisi Tiongkok yang mengajarkan bahwa komponen2 harus dibangun secara simetris, dan bahwa bangunan tambahan harus dibangun lebih kecil dan seimbang di kedua sisi bangunan utama.
Sepanjang sejarah, meskipun mereka mungkin meninggalkan tempat tinggal klan akibat perang, banjir, dan atau bencana lain, anggota klan secara umum akan kembali ke desa atau ke lokasi bangunan yang sama. Aspek sifat dan budaya klan bertahan hingga masa modern.
Sangat menarik untuk berspekulasi, sejauh mana gaya bangunan Tiongkok adalah produk dari budaya klan, atau sejauh mana tradisi klan merupakan hasil dari gaya arsitektur Tiongkok.
Baca juga : Arsitektur Atap Tradisional Tionghoa dan Filosofinya!
D. Bagaimana Bangunan Kayu Tiongkok Kuno Dibangun?
Fitur dasar dari arsitektur tradisional Tiongkok adalah fondasi tanah yang dipadatkan, yang menopang tiang yang tidak ditanam dalam pondasi, dan braket yang sedikit fleksibel. Fitur dari desain ini akan membuat bangunan tahan terhadap gempa dan badai, serta mempermudah dalam pengaturan ulang, perluasan, dan rekonstruksi jika terjadi kerusakan pada bangunan.
Kayu adalah bahan bangunan yang disukai untuk membuat bangunan tempat tinggal dan bangunan resmi. Mereka menggunakan tiang kayu, balok horizontal, ambang pintu untuk menopang beban di atas daun pintu, dan braket kayu yang disebut dougong yang diposisikan di atas tiang. Kolom dan balok yang dibraket akan menahan kerangka atapnya.
1. Braket Dougong
Dougong (斗拱) adalah jenis sambungan khusus yang memiliki peran penting dalam daya tahan struktur kayu. Ini merupakan teknik konstruksi yang beda dari yang lain. Braket dougong diatur di atas kolom, untuk membantu balok horizontal menopang atap yang berat, dengan mentransfer beban dan tekanan dari area yang lebih besar ke kolom vertikal daripada ke arah lain.
Bagian2 ini disatukan tanpa menggunakan lem atau pengikat lain (seperti paku), sehingga untuk membuat sambungan ini tetap fleksibel dan aman membutuhkan banyak kemampuan dan presisi. Kerangka renggang dougong cukup fleksibel untuk melalui gempa bumi dan badai besar.
Sekumpulan braket dougong membentuk sistem fleksibel, dan ini adalah elemen paling penting dalam arsitektur tradisional Tiongkok. Ahli bangunan di Jepang, Korea, dan negara2 dalam zona gempa “cincin api” membangun bangunan dengan gaya yang sama.
2. Sistem Braket Yang Berevolusi
Ahli2 konstruksi dari periode Musim Semi dan Musim Gugur (770-476 SM) dari era Dinasti Zhou (1045-221 SM) menggunakan konfigurasi dougong sederhana. Selama era Qin dan Han (206 SM-220 M), mereka membuat set dougong yang lebih kompleks. Pada periode Tang dan Song (960-1279), ahli bangunan mulai berevolusi ke cara yang lebih kompleks untuk kuncian bagian2 struktur.
Dengan menggunakan sejumlah besar potongan dalam desain, dimana berat dan tekanan disebarkan, ahli bangunan dapat membuat bangunan yang lebih tinggi dan lebih besar daripada yang sebelumnya.
Kemudian selama Dinasti Ming (1368–1644), para ahli bangunan menemukan komponen kayu baru yang membantu dougong dalam menyokong atap, jadi mereka dapat membuat bangunan yang lebih besar. Bentuk dari Dougong menjadi lebih dekoratif, tapi tetap menjadi bagian yang paling penting dari sebuah bangunan
Bangunan2 berbahan kayu di Kota Terlarang adalah yang terbesar yang pernah dibuat, melambangkan gaya arsitektural tradisional Tiongkok.
3. Atap Menggantung Yang Berat
Pada jaman dulu, ahli bangunan menganggap menutup atap dengan atap gantung itu penting. Ini berguna untuk melindungi bangunan dari cuaca, karena kayu akan membusuk dengan cepat ketika basah. Genteng yang lebar juga menyediakan tempat berteduh kala musim panas; dan saat musim dingin, cahaya yang minim matahari dapat menghangatkan bangunan.
Dalam bangunan tradisional yang besar, genteng tidak disokong oleh kolom yang melewati dinding. Genteng menggantung beberapa meter dari dinding.
Sejak jaman kuno, potongan keramik adalah bahan atap favorit, meskipun mereka berat. Namun dengan sistem braket dougong, itu akan menyediakan dukungan yang cukup untuk bertahan dari bencana yang akan merobohkan bangunan kaku, yang dibangun dengan bahan konstruksi yang lebih berat.
Baca juga : Arsitektur Atap Tradisional Tionghoa dan Filosofinya!
4. Tiang Tegak Penyangga Beban
Yang mengejutkan para arsitek Eropa adalah bahwa bangunan2 tradisional ini fleksibel! Tak hanya sistem atapnya yang fleksibel, tapi juga tiangnya tak ditanam kuat dalam tanah, atau disemen dengan pondasi solid.
Justru selama gempa bumi, bangunan2 ini bertahan dengan “bebas mengambang” di tanah. Kolom dan tiang biasanya dipasang dengan bebas diatas alas batu pendek, yang pada gilirannya akan terlepas di permukaan tanah yang dipadatkan.
Selama gempa bumi, di bawah tekanan angin besar, atau saat banjir, tiang dan seluruh kerangka bangunan akan ikut bergerak dan menyesuaikan, tapi kerangka akan tetap berdiri, meskipun dinding biasanya terbuat dari material yang lebih rapuh dan kaku akan hancur.
5. Pondasi Tanah Yang Dipadatkan
Untuk memberikan dasar pada bangunan, ahli bangunan membuat lantai yang sangat padat. Orang yang tinggal di sekitar Sungai Kuning membuat (pondasi) lantai tanah pada 2,000 SM, dan ini adalah pondasi paling umum dari struktur hingga era modern. Untuk bangunan rumah orang2 kaya, seperti Kota Terlarang, ubin keramik digunakan untuk melapisi tanah padat.
Batu bata juga sering digunakan untuk menutupi permukaan tanah yang dipadatkan.
6. Dinding Tirai
Tiang dan kolom vertikal menahan semua beban, Dinding berfungsi untuk memisahkan antar ruangan, atau untuk melindungi bagian dalam dari penyusup luar, tapi tidak menahan beban apapun. Dinding ini disebut ‘dinding tirai’ dan biasanya mereka dibuat dari bahan tipis dan kaku, seperti kisi bambu, lumpur yang diplester, atau papan kayu.
Dinding sangat mudah diperbaiki dan diganti, sehingga membuat perbaikan menjadi gampang. Sebuah peribahasa lama menyebutkan : “Rumah orang Tiongkok akan tetap berdiri meskipun dinding mereka telah jatuh.”