Last Updated on 18 April 2021 by Herman Tan Manado
Sejak tahun 1994, satu per satu “para Naga” memindahkan markas besar usahanya ke luar negeri. Sampoerna dan Salim Grup (Indofood) memindahkan markas besarnya ke Singapura, sementara Lippo memilih migrasi ke Hong Kong. Sinarmas, juga memilih migrasi ke Singapura.
Konon, LippoGate scandal merupakan salah satu pemicu kenapa para pengusaha Tionghoa Indonesia mulai eksodus ke pasar global.
Sebagian besar dari para Naga¹ ini kebanyakan mengoperasikan seluruh perusahaan induknya (holding company; basis) dari Singapura dan Hong Kong. Indonesia hanya menjadi tempat beroperasinya alat-alat produksi. Sementara uang hasil keuntungannya semua dibawa ke luar negeri, seperti Singapura dan Hong Kong.
A. Lantas, Apa Dampak Migrasi Uang dari Para Naga Ini Bagi Indonesia?
Salah satu dugaan penyebab goncangan yang mengakibatkan krisis moneter yang mendadak adalah penyerahan kedaulatan Hong Kong dari Inggris ke Tiongkok tanggal 1 Juli 1997. Sepanjang 1990-an, “dana panas” masuk Asia Tenggara lewat kota penghubung keuangan seperti Hong Kong.
Setelah krisis menerpa kawasan tersebut, diperparah dengan ketidakpastian politik terkait masa depan Hong Kong sebagai pusat keuangan Asia, banyak investor yang memutuskan untuk keluar dari Asia. Menyusutnya investasi malah memperparah kondisi keuangan di Asia, dan mendorong terjadinya depresiasi baht Thailand pada tanggal 2 Juli 1997.
Isu lain yang beredar bahwa Menteri Luar Negeri dari 10 negara ASEAN meyakini bahwa manipulasi mata uang direncanakan dengan sengaja untuk menggoyahkan ekonomi ASEAN.
Mantan Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohamad, menuduh George Soros (Amerikan, seorang pengusaha bisnis keuangan, penanam modal saham, dan sangat ahli dalam bisnis mata uang), mengacaukan ekonomi Malaysia melalui “spekulasi mata uang besar-besaran”.
Soros mengaku membeli ringgit saat nilainya jatuh dan melakukan jual kosong pada tahun 1997.
Namun hipotesis ini tidak banyak didukung oleh para ahli ekonom dunia. Mereka berpendapat bahwa tidak mungkin hanya dengan satu investor mampu memengaruhi pasar dengan cara memanipulasi nilai mata uang.
Selain itu, butuh perencanaan yang sangat besar untuk menarik seluruh investor dari Asia Tenggara, agar bisa memanipulasi nilai mata uangnya.
B. Selanjutnya Apa yang Terjadi?
Yak betul! Rupiah pun tak lama ikut mengalami pelemahan berturut-turut, dan menjadi salah satu pemicu krisis moneter Asia (selain pelemahan Baht). Bahkan Mbak Tutut, anak Pak Harto sempat meluncurkan Gerakan Cinta Rupiah untuk menghambat pelemahan rupiah bertubi-tubi.
Sayangnya, semua upaya Mbak Tutut sia-sia, rupiah terus melorot.
Dan yang aneh, entah disengaja atau tidak, mendadak Negara Singapura dan Hong Kong pada waktu itu membuka kebijakan blanket guarantee. Blanket Guarantee adalah kebijakan bank yang menjamin ganti rugi seluruh deposito nasabah jika bank kolaps.
Dan secara kebetulan, beberapa saat sebelumnya George Soros mengeluarkan ‘ramalan’ rupiah vs dolar AS, yang akan mencapai Rp 20.000 per $1. Ramalan Soros membuat pasar Forex panik, ditambah inflasi membengkak, penembakan Yap Yun Hap, dan jadilah rupiah vs dolar AS hampir menyentuh angka Rp 17.000.
Berikut tabel perkembangan nilai tukar rupiah rata-rata dari tahun 1945-2013, berdasarkan laporan Bank Indonesia :
Sampai akhir rezim Pak Harto, perusahaan2 bagus di Indonesia senilai lebih dari Rp 6.000 Triliun kolaps. Lantas kemanakah para taipan Naga (a.k.a para pengusaha besar Tionghoa) ?
Tentu alat-alat produksi mereka ikutan bangkrut dan jatuh sahamnya. Tapi, dana sudah mereka diselamatkan, diparkir di Singapura, Hong Kong, Australia, AS dan sebagainya. Sebagai catatan, sampai sekarang ribuan triliun dana milik para pengusaha Indonesia masih tetap diparkir di luar negeri.
Maka jangan heran kalau rupiah sulit kembali ke level Rp 2.000 an seperti dulu.
Dan disaat Indonesia sedang mengalami krisis tahun 1997-1998, yang dilakukan perusahaan-perusahaan para Naga lainnya, seperti Sampoerna, Indofood, Lippo, Sinarmas, Raja Garuda Mas, Maspion dan lain sebagainya adalah sibuk berekspansi ke luar negeri, seperti di Singapura dan Hong Kong.
Sementara aset-aset yang bangkrut akibat krisis moneter pun dikumpulkan di bawah BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional).
C. Indonesia, Mata Uang Terendah ke – 4 di Dunia!
Saat ini, nilai tukar rupiah berkisar antara 13.500 – 14.000 rupiah per dolar USD. Hanya ada 3 Negara yang nilai tukarnya dibawah itu : Iran ($1 = 38.000 rial), Vietnam ($1 = 23.000 dong) dan Belarusia ($1 = 19.600 ruble belarusian ruble).
Pada 5 April 2018, Dahlan Iskan menulis sebuah catatan dengan judul “Banyak Dalih, Susah Maju” yang dimuat media JPNN. Dahlan pun menyayangkan, karena pemerintah kita cenderung selalu berdalih untuk tidak bisa membuat Negara ini maju.
Ketika membandingkan Negara ini dengan Negara nomor 1 Amerika : Amerika kan sudah 240 tahun merdeka. Kita kan baru 72 tahun. Mana bisa dibanding-bandingkan?
Lalu ketika Negara ini dibandingkan dengan Negara tetangga Singapura : Singapura kan hanya Negara kecil. Mereka cuma punya 1 pulau mini, yang memiliki luas daratan setara ibukota Jakarta.
Penduduknya ±5,6 juta jiwa (per 2016), bahkan lebih sedikit dari penduduk Jakarta yang mencapai ±10,1 juta jiwa. Pantas saja kalau mereka lebih maju. Membangunnya pasti gampang.
Selalu saja punya alasan…
Ketika dibandingkan dengan TIONGKOK? Inilah Negeri yang miskinnya dulu (1950-1980) melebihi Indonesia! Yang luas daratannya melebihi Indonesia (9,6 juta km², 5x luas Indonesia).
Jumlah penduduknya 1,4 miliar, juga 5x lebih banyak dari kita. Yang tahun merdekanya juga kurang lebih sama dengan Indonesia (RRT merdeka th.1949).
D. Tapi Kok Mereka Bisa Lebih Maju Dari Kita?
Padahal dulu ekonomi Tiongkok hanya sebesar 1 Negara bagian Amerika. Kini, ekonomi 1 kota Shenzhen saja sudah lebih besar dari Negara Filipina; dan para pakar ekonomi memprediksi, Tiongkok akan memimpin perekonomian dunia, paling lambat tahun 2030!
Apakah kita masih punya dalih untuk ketidakmajuan Negara kita?
Apakah kita mau kentjing beramai2 saja di sana, agar tenggelam laiknya “pulau” Singapura yg kecil itu?
Tentu saja cari saja jawaban yang paling gampang : Karena Indonesia dikuasai para CUKONG CINA! Dimana 80% tanah & aset dikuasai 1% rakyatnya; dan sebagian besar kekayaan kita diambil keluar negeri, tidak tinggal di Indonesia lagi.
Lalu ada juga yang berceletuk, Tiongkok kan negara Komunis. Di Indonesia, banyak yang mengira semua orang Tiongkok itu komunis. padahal tidak demikian. Dari 1,4 miliar penduduk, yang komunis hanya sekitar 70 juta orang. Atau sekitar 5%.
Partai Komunis Tiongkok adalah ”partai kader”, bukan ”partai massa” seperti di Indonesia. Untuk bisa menjadi anggota partai sangatlah sulit. Harus mendaftar, lalu ikut pendidikan awal. Setelah itu harus ikut dan lulus ujian. Lalu pendidikan lagi, ujian lagi. lalu dicoba menjadi calon anggota dengan tugas khusus mengabdi di masyarakat.
Dari situ baru diputuskan, apakah akan diterima menjadi anggota partai komunis atau tidak. Setelah menjadi anggota pun masih banyak pendidikan partai yang harus diikuti. Juga harus ikut ujian lanjutan lagi.
Begitulah. Setiap tingkatan ada pendidikannya, ada ujiannya. Lalu ada penugasan untuk dinilai. Anggota yang merusak nama baik partai, seperti melakukan perbuatan tercela, menyakiti rakyat, korupsi, akan ditindak.
Sejauh ini tidak ada pejabat atau pimpinan BUMN yang ditangkap karena korupsi. Mereka selalu ditangkap karena ”melanggar disiplin partai”. Setelah di persidangan barulah dibuka, apa karena korupsi, menyalahgunakan kekuasaan, menipu, atau lainnya.
Please! Jangan mau dibodohi sama orang barat! Mereka bilangnya orang cina itu penjajah, orang cina ngebudakin orang pribumi. Memang kalian pikir cari duit gampang? Liat dulu perjuangan nenek moyang kaum Tionghoa di Indonesia bos!
Mayoritas kerja kuli di tambang timah, sebagian jadi penjual kue keliling, jualan bakmi di pinggir jalan / di pasar, lalu setelah bertahun2, akhirnya kebeli sebuah petak lahan untuk dijadikan restoran / rumah makan; lantas memperkerjakan orang pribumi, eh malah di bilang ngebudakin orang pribumi, ngejajah pribumi lah …
Padahal sedari kecil, apalagi pasca peristiwa 1965, orang Tionghoa sudah diajarkan hidup mandiri, karena cari kerja di Indonesia susah. Makanya kami belajar jualan, jualan laku di nyiyir juga! Kalian enak bisa jadi PNS, digaji sampai akhir hayat, sementara kita? cari kerja 2x lebih susah karena stigma kecinaan yg melekat.
Bos, inti dari kesuksesan itu, selain harus punya pendidikan tinggi, juga harus ulet dan tekun bekerja. Banyak pengusaha Tionghoa sukses meski hanya bermodal lulusan SMP atau SMA.
Catatan¹ : Sebutan “para Naga” di masyakakat identik dengan jumlah 9. Hal ini kemungkinan didasarkan pada angka 9 yang dipercaya merupakan angka tertinggi, sekaligus merupakan angka keberuntungan bagi etnis Tionghoa.
Padahal jumlah pebisnis2 besar Tionghoa di Indonesia lebih dari itu. Selain itu, susunannya juga kerap berubah2 setiap tahun sejak era krismon.
Sementara untuk saat ini ‘susunan skuad’ dari 9 Naga adalah : Tommy Winata, Sugianto (Aguan), Arief Prihatna (Cocong), Edi Winata, Kwee Haryadi kumala (A Sie), James Tjahya Riyadi Kumala (Sui Teng), Hari Tanoesoedibyo, Iwan Cahyadi Karsa (Eng Tiong; meninggal agustus 2017) dan Johnny Kesuma.