Kegagalan Hong Kong untuk menahan varian Omicron telah memaksa kota untuk bergerak menuju mitigasi, daripada menghilangkan virus. Tapi apa artinya itu bagi masa depan kebijakan nol-Covid nya?
Saat Hong Kong telah melampaui angka 1 juta kasus Covid-19 dan lebih dari 5.000 kematian per 19 Maret 2022, HKFP, media yang berafiliasi dengan The Guardian mencoba memeriksa, di mana letak kesalahan Hong Kong dalam perjuangannya melawan Covid-19?
Konklusi :
1. Wajib tes harian di ruang tertutup yang sempit sebesar lobi lift, sambil berdesakan dengan antrean berjam-jam.
2. Mengisolasi dan merawat semua pasien covid-19 di rumah sakit umum, terlepas dari tingkat keparahannya. Ini telah menjadi prinsip utama kebijakan zero covid Hong Kong sejak awal pandemi tahun 2020.
3. Tingkat vaksin yang rendah di kalangan lansia 80+ hanya 56%.
4. Penekanan yang berlebihan pada potensi efek samping vaksin oleh para dokter profesional Hong Kong sendiri, sehingga membuat masyarakat menjadi parno dan terlalu takut untuk disuntik.
5. Ketidakpercayaan terhadap (kebijakan) pihak berwenang setelah protes yang bertahun2 dari kalangan pro-demokrasi.
A. Mengapa Covid menyebar Begitu Cepat di Hong Kong?
Lonjakan infeksi selama gelombang ke-5 virus corona, yang saat ini didominasi oleh varian Omicron di Hong Kong telah melampaui angka di kota2 lain.
Analisis data pemerintah yang diolah HKFP menunjukkan hampir 900 infeksi yang dikonfirmasi per 100.000 warga Hong Kong pada awal Maret, ketika kasus memuncak. Angka tertinggi sepanjang masa untuk pandemi sebelumnya dipegang oleh kota New York, dengan 500 kasus per 100.000 penduduk pada Januari 2022.
Ada beberapa alasan di balik ini …
Baca juga : Tiongkok : AS Politisasi Penyelidikan Asal Covid-19
Ahli virologi Universitas Hong Kong Vijaykrishna Dhanasekaran mengatakan kepada HKFP, bahwa salah satu faktornya adalah bahwa “Hong Kong memiliki masalah besar dalam hal kepadatan penduduk yang tinggi, dan ruang yang sempit, terutama di kawasan perumahan.”
Ketika varian Omicron yang lebih menular menembus pertahanan pandemi kota pada akhir Desember (pertama kali dibawa oleh awak kabin pesawat sebelum melarikan diri dari karantina hotel), virus itu menyebar di kompleks perumahan. Penguncian berikutnya di beberapa blok perumahan Kwai Chung mengganggu kehidupan puluhan ribu orang.
Ratusan infeksi ditemukan, tetapi tidak sebelum warga mengeluhkan pengaturan yang kacau.
Untuk menjalani tes wajib setiap hari, banyak yang harus berdesakan di ruang tertutup yang sempit, seperti lobi lift untuk bergabung dengan antrean berjam-jam. “Kami cukup prihatin. Lihat seberapa jauh kita berdiri,” kata seorang warga yang mengantre untuk tes Covid-19 kepada reporter HKFP saat itu.
Pemandangan seperti itu tidaklah unik di kawasan Kwai Chung Estate, karena kebijakan nol-Covid Hong Kong sangat tertekan di bawah skala penyebaran varian Omicron.
Meskipun berurusan dengan varian yang berbeda, strategi kota tetap statis, yakni mengandalkan pembatasan perjalanan, pembatasan pertemuan publik, penggunaan wajib masker, deteksi dini infeksi, pelacakan dan mengisolasi kontak dekat, bahkan ketika beberapa menjadi tidak berkelanjutan karena keterbatasan SDM.
Baca juga : Potret Kehidupan Penghuni “Bilik Peti Mati”; Ironi Dibalik Gemerlapnya Kota Hongkong!
Menjawab pertanyaan tentang apakah pemerintahannya akan memikul tanggung jawab atas tingkat infeksi dan kematian yang tinggi selama gelombang ke-5, yang diajukan kepada Carrie Lam oleh wartawan HKFP selama konferensi hari Senin kemarin, Lam mengatakan “pemerintah mencapai tujuannya untuk menjaga orang2 Hong Kong tetap aman. sampai terhantam keras oleh gelombang kelima, yang muncul lewat varian Omicron yang sangat menular.”
Namun pernyataan kepala eksekutif Hong Kong itu tidak semua orang setuju. Seorang dokter residen penyakit dalam yang berbicara dengan status anonim mengatakan kepada HKFP “Saya pikir kami memiliki banyak pengambilan keputusan yang sangat bodoh oleh pemerintah dan otoritas kesehatan.”
“Jika seorang pemimpin masih memiliki kebajikan, dia harus mengundurkan diri, karena malu setelah melihat begitu banyak orang tua lanjut usia meninggal karena kesalahan kebijakan,” tulisnya, menyebut krisis Covid-19 adalah sebagai bencana buatan manusia.
B. Apakah Pasien Tanpa Gejala yang Dirawat di Rumah Sakit Berkontribusi pada Krisis Covid Hong Kong?
Sejak awal pandemi, mengisolasi dan merawat semua pasien Covid-19 di rumah sakit umum, terlepas dari tingkat keparahan kondisinya, telah menjadi prinsip utama pendekatan anti-epidemi Hong Kong.
Namun, ketika infeksi meningkat selama gelombang kelima, dan tempat tidur di rumah sakit menjadi terbatas, rawat inap setiap kasus menjadi tidak memungkinkan.
Departemen Kecelakaan dan Kedaruratan Hong Kong terpaksa melakukan triase terhadap pasien. Pemerintah juga mulai mengizinkan karantina di rumah bagi yang bergejala ringan, dan melibatkan China daratan untuk segera membangun fasilitas isolasi dasar.
Baca juga : Tiongkok Pastikan Keamanan dan Efektivitas Vaksin Sinovac dan Sinopharm
Rumah sakit umum di kota itu mengharapkan untuk menurunkan lebih banyak pasien Covid-19 yang mungkin pertama kali dites positif menggunakan alat tes mandiri antigen cepat.
Pasien yang dites positif menggunakan alat tes mandiri harus pergi ke rumah sakit untuk tes asam nukleat yang lebih andal, sementara mereka yang menerima hasil positif awal melalui pusat pengujian di komunitas, harus tinggal di rumah untuk menunggu instruksi lebih lanjut, dan tidak boleh bepergian ke rumah sakit sampai mereka dipanggil.
Personil rumah sakit umum dikerahkan untuk merawat mereka yang tinggal di fasilitas ini, dalam apa yang disebut petugas medis sebagai misalokasi staf.
Berbicara kepada HKFP secara anonim karena takut akan dituntut, seorang dokter A&E mengatakan “Tidak ada alasan untuk membuang begitu banyak sumber daya dan tenaga untuk mengunci pasien dengan gejala ringan atau tanpa gejala. Mereka pada dasarnya dapat tinggal di rumah.”
Dokter lain, yang juga menolak disebutkan namanya, mengatakan kepada HKFP “Orang2 menderita penyakit yang lebih parah, karena mereka tidak mendapatkan perawatan yang seharusnya mereka dapatkan.”
Pada hari Rabu, 16 Maret 2022, sebanyak 300 tenaga medis tiba dari China daratan untuk membantu meringankan beban rumah sakit umum di Hong Kong. Sebagian besar dari mereka akan dikirim untuk bekerja di Asia World-Expo, fasilitas pameran dan konvensi yang telah diubah untuk mengisolasi dan merawat pasien khusus lanjut usia Covid-19.
C. Mengapa Hong Kong Memiliki Tingkat Kematian yang Begitu Tinggi?
Sebelum gelombang kelima, Hong Kong telah melaporkan 212 kematian terkait virus corona.
Ahli virologi Siddharth Sridhar di Departemen Mikrobiologi HKU menyebutkan bahwa tingkat kematian Covid-19 di Hong Kong adalah salah satu yang terburuk di dunia, yang disebabkan karena dari tingkat vaksinasi yang rendah di kalangan lansia, tingkat vaksinasi sebelumnya yang rendah. infeksi dan sistem perawatan kesehatan yang kewalahan.
“Datanya sangat jelas. Kebanyakan orang yang berakhir di rumah sakit adalah karena tidak divaksinasi. Kebanyakan orang yang dalam kondisi parah adalah lansia. Sangat jelas apa yang salah.” katanya.
Baca juga : Tiongkok Resmi Sahkan UU Keamanan Hong Kong!
Pada hari Senin kemarin, Carrie Lam juga mengakui bahwa tingkat vaksinasi kota berperan besar atas krisis Covid di Hong Kong.
Saat ini, 81% dari mereka yang berusia 12 tahun ke atas telah menerima 2 dosis vaksin Covid-19 yang tersedia di Hong Kong; yakni (1) Sinovac buatan China, vaksin tradisional yang dibuat dari virus yang tidak aktif, dan (2) BioNTech, vaksin mRNA yang diproduksi di Jerman. Namun, angka itu turun menjadi hampir 56% di antara mereka yang berusia 80+.
Dari data yang diolah HKFP, cakupan vaksinasi yang rendah di antara populasi yang lebih tua di Hong Kong adalah alasan utama di balik tingginya angka kematian. Untuk mereka yang berusia 80 tahun atau lebih, hanya 30% yang menerima 2 dosis. Saat ini, hampir 90% kematian akibat gelombang ke-5 Covid-19 di Hong Kong karena tidak divaksinasi, atau hanya menerima 1 dosis.
Mengutip pertemuan internal di Otoritas Rumah Sakit, bahwa usia rata2 pasien Covid-19 yang meninggal di Hong Kong adalah 85 tahun. Banyak pasien yang dirawat di rumah sakit telah memiliki penyakit yang mendasari (komorbid), dan berada dalam kondisi serius. Sebanyak 60% dari kasus ini tidak dapat diselamatkan.
Meskipun tingkat keparahan varian Omicron dianggap lebih ringan daripada varian Delta, Organisasi Kesehatan Dunia WHO memperingatkan pada Januari 2022 bahwa itu “tidak boleh dianggap ringan”, karena sebagian besar pengamatan terhadap dampak Omicron dilakukan di negara2 dengan tingkat vaksinasi yang tinggi.
Ini akhirnya terbukti di Hong Kong, di mana lonjakan jumlah kasus harian dan kematian membanjiri layanan medis lokal hingga lumpuh.
Karena rumah sakit kehabisan bangsal isolasi, ribuan pasien lanjut usia yang membutuhkan perawatan medis terpaksa tinggal di UGD (dengan perawatan minim), lorong2 koridor, atau bahkan di lobi lift. Sementara itu, kamar mayat di kota beroperasi pada kapasitas maksimum, dan kontainer berpendingin harus disiapkan untuk penyimpanan sementara mayat di luar rumah sakit.
Ketidakpercayaan terhadap pihak berwenang setelah berbulan-bulan protes pro-demokrasi, penangkapan dan penumpasan hukum keamanan nasional juga telah disalahkan atas penyerapan vaksin yang rendah, serta penekanan berlebihan pada potensi efek samping.
D. Apakah Penggunaan Vaksin Sinovac Menambah Krisis Covid di Hong Kong?
Data pemerintah Hong Kong menunjukkan bahwa Sinovac menjadi vaksin pilihan di mereka yang berusia 60 tahun ke atas. Hal ini terjadi, sebagian karena beberapa panti jompo hanya menawarkan suntikan Sinovac kepada penghuninya.
Meskipun dalam beberapa penelitian menunjukkan bahwa vaksin itu kurang efektif, terutama terhadap varian Omicron, dibandingkan dengan vaksin mRNA buatan BioNTech.
Menurut Dhanasekaran, vaksin Sinovac “telah terbukti bekerja sangat baik di banyak negara, melawan jenis2 varian sebelumnya, meskipun “tidak seefektif BioNTech.”
Baca juga : Tiongkok Sudah Mengekspor 215 Juta Dosis Vaksin untuk Indonesia
Namun, pada akhirnya, Dhanasekaran mengatakan, “memiliki 2 suntikan vaksin Sinovac lebih baik daripada tidak sama sekali”. Ia menambahkan bahwa Sinovac sebenarnya bukan masalah terbesar di sini, melainkan tingkat vaksinasi yang rendah.
Otoritas kesehatan setempat telah menolak untuk mengungkapkan data tentang jenis vaksin apa yang dipakai, dari pasien2 yang terpapar varian Omicron.
Ahli epidemiologi HKU (Hong Kong University) Ben Cowling mengatakan kepada HKFP bahwa “pasti” akan bermanfaat untuk melihat lebih banyak detail. “Akan sangat berharga untuk memiliki data di dunia, tentang seberapa baik suatu jenis vaksin dalam melindungi individu terhadap infeksi virus,” katanya.
E. Apa Arti Kegagalan Hong Kong Melawan Omicron bagi China Daratan?
China saat ini juga sedang memerangi sejumlah wabah Omicron, yang sejauh ini telah menyebabkan hampir 30 juta orang di lockdown. Kota2 yang di lockdown akibat varian omicorn, antara lain Shanghai, Shenzen, Shenyang, Changchun, serta propinsi Jilin.
Tetapi sebagai tanda bahwa ribuan infeksi Omicron mungkin telah menyebar di dalam, memaksa pendekatan yang lebih dinamis dari pihak berwenang, China akhirnya menyetujui penggunaan tes rapid test antigen minggu lalu, pertama di negara itu, yang secara eksklusif mengandalkan tes asam nukleat untuk mengonfirmasi pasien Covid selama ini.
Namun China belum melaporkan lonjakan kematian terkait dengan gelombang infeksi terbaru. Namun, para ahli sepakat bahwa kebijakan nol-Covid di negara itu tetap berada di ujung tanduk.
“Dua minggu ke depan adalah kunci untuk menentukan apakah kebijakan yang ada benar2 efektif dalam membatasi penyebaran infeksi, atau bahkan mencapai nol kasus sama sekali di kota Wuhan seperti yang kita lihat 2 tahun lalu,” kata ahli epidemiologi Universitas Oxford, Chen Zhengmin.
F. Akankah Hong Kong Kembali ke Nol-Covid Setelah Gelombang Kelima Mereda?
Pada awal Maret, pejabat tinggi kesehatan Albert Au mengatakan bahwa Hong Kong akan kembali ke kebijakan nol-Covid yang keras, begitu gelombang kelima mereda.
“Setelah jumlah kasus menurun ke angka tertentu, maka kami dapat mengadopsi strategi yang lebih agresif pada pelacakan kontak serta pengujian wajib, sehingga dapat meningkatkan deteksi dini,” kata Au.”
Baca juga : Awal Mula Kerusuhan Hong Kong : Bagaimana Itu Bisa Terjadi?
Selama konferensi pers harian pada Kamis, 17 Maret, CEO Carrie Lam mengatakan bahwa sejumlah peraturan dan pembatasan terkait Covid akan dievaluasi dalam beberapa hari mendatang.
Hong Kong akan mencabut larangan penerbangan Covid-19 dari 9 negara mulai 1 April. Lam mengatakan dalam konferensi pers bahwa penangguhan penerbangan “tidak lagi tepat waktu,” karena situasi pandemi di negara2 yang terdaftar seringkali “tidak lebih buruk dari Hong Kong.”
Kelas tatap muka pada tingkat TK, SD, dan sekolah internasional rencananya akan menjadi gelombang selanjutnya yang dibuka kembali pada 19 April.
Jika jumlah kasus terus menurun, pemerintah akan mulai melonggarkan pembatasan pertemuan sosial dalam 3 tahap, mulai 21 April. Tahapan tersebut akan berlangsung selama 3 bulan,
“Alasan mengapa saya pikir waktunya telah tiba, bukan karena jumlah kasus telah turun secara signifikan, melainkan saya memiliki perasaan yang sangat kuat bahwa tingkat toleransi di masyarakat memudar,” kata Lam, seraya menambahkan bahwa lembaga keuangan di Hong Kong sudah kehilangan kesabaran dengan “status terisolasi” di kota itu.
G. Akan Seperti Apa Covid Dalam Waktu Dekat dan Jauh?
Kekacauan di Hong Kong mengingatkan pada hari-hari awal pandemi di Wuhan dan Italia pada 2020 lalu, telah terjadi di seluruh rumah sakit umum Hong Kong dalam beberapa pekan terakhir, ketika kota itu mengalami tingkat kematian tertinggi di dunia akibat Covid-19.
Per 21 Maret, Hong Kong telah mencatat total 1.047.690 kasus dan 5.894 kematian terkait Covid secara keseluruhan.
Namun dalam waktu dekat, Hong Kong dapat berharap memiliki kekebalan yang tinggi terhadap virus tersebut.
Ahli epidemiologi HKU, Ben Cowling, mengatakan dalam tweet-nya bahwa “Kekebalan populasi akan sangat tinggi dalam waktu 1-2 bulan kedepan, setelah epidemi Omicron ini berakhir. Ini berkat kekebalan alami dari sekitar 70% warga yang telah terinfeksi, menurut data pemodelan komputer, dan tingginya cakupan vaksin”.
Sementara Ahli virologi Universitas Hong Kong Vijaykrishna Dhanasekaran mengatakan itu harus berlaku secara global juga. “Dalam waktu beberapa tahun, sebagian besar populasi global akan divaksinasi, serta terinfeksi beberapa kali dengan virus, menunjukkan bahwa mereka akan menghasilkan respons kekebalan yang kuat.”
Namun dia memperingatkan, bahwa status Covid-19 dan langkah2 kesehatan masyarakat dan sosial terkait, termasuk pembatasan perjalanan, adalah sesuatu yang harus kita pelajari untuk terus hidup bersama.
“Itu akan selalu menjadi epidemi kecil, terjadi baik musiman atau non musiman, seperti yang kita lihat dengan influenza dalam beberapa tahun terakhir,” katanya.
Hal terpenting ke depan adalah melindungi mereka yang paling rentan terhadap virus. “Kami harus melindungi orang tua, berulang kali, selama bertahun2. Negara yang bertahan paling baik, adalah mereka yang paling rentan terlindungi dari penyakit ini setidaknya untuk 1 dekade berikutnya.” tandasnya.