Last Updated on 21 December 2022 by Herman Tan Manado
Dinasti Ming dan Qing terkenal dengan novel klasiknya. Kisah Tiga Negara (Sanguo Yanyi), Batas Air (Shui Hu Zhuan), Perjalanan ke Barat (Xi You Ji), dan Impian Paviliun Merah (Hong Lou Meng), serta Jinpingmei yang menceritakan tentang petualangan Hsimen dengan 6 istrinya.
Sekarang, ke-5 karya sastra terkenal ini telah difilmkan dan telah menemukan popularitas yang baik di dalam dan di luar negeri.
1. Novel “Kisah Tiga Negara” (三国演义; Sānguó Yǎnyì) karya Luo Guanzhong (1330-1400 M.) dianggap sebagai novel sejarah terlengkap pertama dari Tiongkok. Luo Guanzhong hidup pada zaman yang mencakup mulai dari akhir Dinasti Yuan sampai dengan awal Dinasti Ming.
Didalam novelnya, ia menceritakan tentang pertempuran antara tiga kerajaan Wei, Shu dan Wu, yang berlangsung selama 100 tahun sekitar 184 s/d 280 sesudah Masehi. Luo Guanzhong menggunakan banyak nama tokoh yang realistis, seperti Zhuge Liang penasihat militer yang bijaksana dan imajinatif.
Selain itu, ada pula perdana menteri kerajaan Shu, Cao Cao, yang licik dan pendiri kerajaan Wei yang selalu curiga, Guan Yu, Jendral pemberani dan setia, Zhang Fei, Jendral pemberani dan sembrono, dan beberapa nama lagi. Mereka digambarkan sedemikian memikat sehingga pembaca sangat mencintainya.
2. Novel “Batas Air” (水滸傳; Shuǐhǔ Zhuàn; Water Margin) dianggap sebagai pemaparan atau penggambaran genial tentang pemberontakan petani waktu itu.
Penulisnya bernama Shi Nai’an (1296-1370 M.) dan hidup di persimpangan antara Dinasti Yuan dengan Dinasti Ming.
Berdasarkan peristiwa sejarah selama Dinasti Song Utara di Liangshan, sekarang Shandong, diceritakan seluruh kejadian pemberontakan petani di bawah kepemimpinan Songjiang. Dikatakan ‘Penguasa telah mendesak rakyat untuk bangkit melawan’.
Novel yang mempunyai banyak tokoh ini memiliki 108 pahlawan yang berjuang penuh semangat melawan penindasan. Salah satu episodenya, bagaimana “Wu Song mengalahkan Harimau” atau “Lu Zhishen mencabut pohon Yangliu (willow)” sampai hari ini masih sering dibaca.
3. “Perjalanan ke Barat” (西游记; Xīyóujì; Journey to the West) karya Wu Cheng’en berasal selama Dinasti Ming (1368-1644 M.) dan dianggap novel mitos yang paling sukses dalam sejarah sastra Tiongkok.
Novel ini menceritakan kisah biksu Xuanzang, yang di abad ketujuh sesudah Masehi membawa kitab suci Buddha dari India ke Tiongkok.
Novel ini, seperti judulnya, menggambarkan perjalanan ziarah seorang Biksu Tang bersama dengan tiga muridnya (Sun Wukong, Zhu Bajie dan Sha Heshang) ke barat, untuk mengambil sutra Buddha.
Sepanjang jalan mereka mengalami 81 situasi sulit dan berbahaya, mengalahkan jin dan hantu sampai akhirnya tiba di tempat tujuan.
Sosok yang paling menarik adalah si Raja Kera Sun Wukong. Dia cerdas dan berani, tidak takut kepada para dewa dan berkelahi dengan kesaktiannya yang luar biasa melawan semua jin dan hantu, yang akhirnya dikalahkan atau dibunuhnya.
Sebuah novel yang penuh phantasie dan menikmati popularitas besar di Tiongkok.
4. “Impian Paviliun Merah” (红楼梦; Hónglóumèng; Dream of the Red Chamber) karya Cao Xueqin (1715-1764 M.), Seorang penulis dari Dinasti Qing, adalah sebuah karya dari keahlian tertinggi.
Novel ini menceritakan kisah cinta tragis Jia Baoyu dan Lin Daiyu dan Kebangkitan serta kehancuran dari keluarga pejabat tinggi aristokrat.
Semua tokoh seperti Wang Xifeng, Xue Baochai, Qingwen digambarkan dengan alur cerita yang menarik dan menggunakan bahasa yang elegan, sehingga dianggap sebagai puncak novel klasik Tiongkok dan juga menempati posisi penting dalam sejarah sastra di dunia.
Bagi pembaca asing yang pernah membaca novel ini pasti sudah akrab dengan pulau Jawa, karena pernah disebut beberapa kali dalam novel “Dream of Red Mansion”, salah satu dari “4 Karya Novel Klasik Terbesar” di Tiongkok. Namun, hanya ada sekelumit deskripsi tentang pulau Jawa dalam novel tersebut.
5. “Jinpingmei” (金瓶梅; Jīn Píng Méi) – adalah sebuah karya sastra terkenal dari Dinasti Míng, kevulgaran alur ceritanya menyebabkan novel ini dianggap sebagai novel erotis dan tidak diakui sebagai novel bermutu.
Namun seiring perkembangan dinamis masyarakat, novel ini kemudian mendapatkan statusnya sebagai salah satu karya sastra terbaik Tiongkok.
Judul buku Jinpingmei yang bisa diartikan sebagai “Bunga Prem dalam Jambangan emas” diambil dari tiga nama tokoh sentral wanitanya: Pan Jinlian (Teratai Emas), Li Ping’er (Jambangan kecil), dan Pang Chunmei (Bunga Prem di musim semi). Merujuk pada person Pan Jinlian sering kali judul diterjermahkan hanya dengan “Teratai Emas”.
Nama pengarangnya masih diperdebatkan; sering dikaitkan dengan Lanling Xiaoxiao Sheng.
Novel ini menceritakan kehidupan dan rumah tangga seorang pemilik apotek dan pedagang sutra kaya bernama Hsimen di provinsi Shāndōng, alur cerita utama adalah petualangan erotisnya, yang disamping memiliki 6 orang istri resmi, juga masih mempunyai banyak skandal dengan perumpuan lain dan konflik yang terjadi antara perempuan yang bersangkutan.
Juga diuraikan dengan sangat teliti tentang kehidupan sehari-hari mengenai: pakaian, makanan, praktek-praktek seksual, kebiasaan pemakaman dan lain-lain, tanpa diperhalus atau bahkan dihilangkan. Sampai saat ini, Jinpingmei adalah salah satu sumber budaya sosial yang sangat penting untuk akhir periode Míng.
Disusun dan diterjermahkan oleh Aldi Surjana
Sumber :
Wikipedia, Die freie Enzyklopädie (de)
Kin Ping Meh, Franz Kuhn (Sastra Sinologi)