Apakah pembaca semua pernah mendengar adanya sebuah bangunan Kelenteng yang dibangun di tengah laut? Terdengar aneh rasanya, karena secara logika, akan menyulitkan umat untuk datang bersembahyang. Belum lagi bagaimana struktur bangunan fondasinya bisa bertahan dari terpaan angin dan air.
Tapi nyatanya Kelenteng yang dibangun di tengah laut itu benar adanya. Kelenteng yang bernama Kelenteng Dharma Bakti (孝意神堂; Xiao Yi Shen Tang) ini berlokasi di muara¹ Sungai Kakap, Kabupaten Kuburaya, Pontianak, Kalimantan Barat.
Kelenteng Dharma Bakti (孝意神堂; Xiao Yi Shen Tang) merupakan satu2nya kelenteng di dunia yang dibangun di tengah laut, jauh dari daratan. Di sekitar Kelenteng ini tidak ada bangunan lain. Karena itu, Kelenteng ini dijuluki “Kelenteng di Tengah Laut“, atau “Kelenteng Timbul“.
Klenteng yang telah ada sejak tahun 1960-an ini dibangun karena konon salah satu nelayan setempat mendapatkan mimpi dari Dewa, dimana Dewa tersebut menyuruh si nelayan agar membangun sebuah Klenteng di tengah laut.
Sebagai info, masyarakat di Muara Kakap sendiri 80% nya adalah keturunan Tionghoa. Mereka juga sering disebut sebagai Cinday (Cina Dayak), yang sebenarnya adalah keturunan orang2 Tiociu dan Khek (Hakka). dimana nenek moyangnya berasal dari wilayah Guangdong, Tiongkok.
Baca juga : Klenteng; Asal Usul dan Berbagai Jenisnya
Di dalam Klenteng Dharma Bakti ini terdapat patung Dewa Guan Gong (Hokkian : Kongco Kwan Kong) sebagai tuan rumahnya (Dewa utamanya). Selain itu juga terdapat patung Maha Dewa Thay Shang Lao Jun, Dewa tertinggi dalam Taoisme. Kehadiran sosok Dewa dalam bangunan ini diyakini akan melindungi kehidupan dan aktivitas masyarakat di sekitar.
Untuk mengakses klenteng ini kita dapat menempuh jalur darat untuk menuju ke muara sungai kakap. Jarak dari Kota Pontianak ke Pasar Kakap, Kecamatan Sungai Kakap, Kabupaten Kubu Raya kurang lebih ±25 km, atau membutuhkan waktu ±45 menit saja. Muara¹ ini menghadap langsung ke hamparan Laut China Selatan yang biru.
Setelah sampai di muara Sungai Kakap, untuk menuju ke lokasi klenteng kita masih harus melakukan perjalanan laut, dengan menggunakan perahu klotok atau speed boat yang disewakan selama ±15-30 menit. Biayanya sekitar Rp 100.000 untuk rute PP (pergi pulang).
Semua perahu yang menuju muara sungai akan melewati kolong jembatan kayu yang melengkung. Di tengah jembatan itu, terdapat papan hijau beraksara hanzi berwarna merah, yang artinya kira2 “Jembatan Bintang Tujuh”. Jembatan tersebut menghubungkan Dusun Merpati dengan Pasar Kakap dan pusat kegiatan pemerintahan.
Tatkala perahu keluar dari muara sungai dan memasuki Selat Karimata, tampak 3 bubungan atap bangunan kayu berciri khas Tionghoa di tengah laut. Dindingnya terbuat dari papan kayu yang bercat biru, kontras dengan wanna merah pada bagian atapnya.
Setelah perahu merapat ke dermaga Kelenteng, terdapat 7 anak tangga kayu sebelum mencapai beranda Klenteng Timbul. Di sekitar bangunan juga dikelilingi pagar yang berwarna merah.
Pada bagian depan bangunan utama terdapat sepasang tiang bermotif Naga sebagai penyangga atap. Dibagian atas pintu masuk juga terdapat papan nama kelenteng yang bertuliskan aksara hanzi 孝意神堂 (Xiao Yi Shen Tang), yang secara harafiah kira2 berarti “Kuil Bakti Pada Tuhan”.
Pada bangunan, terdapat 3 pintu masuk menuju ruangan dalam Kelenteng. Masing2 pintu terdapat lukusan sepasang Dewa pintu, Qin Qiong dan Yuchi Gong, serta Shen Shu dan Yu Lei.
Pada bagian atas bangunan Kelenteng juga terdapat simbol2 mitologi Tiongkok, misalnya bubungan yang berjumlah 3, sebagai perlambang trinitas Langit (天), Bumi (地), dan Manusia (人).
Baca juga : Macam2 Instrumen Dalam Kelenteng
Pada 2 bubungan Kelenteng itu bertatahkan sepasang Naga putih yang mengapit sebuah mutiara. Naga sendiri merupakan hewan mitologi suci Tiongkok yang melambangkan elemen Yang (阳), juga sebagai simbol kekuatan tertinggi dan keberuntungan; dan mutiara sebagai perlambang kesehatan dan kesejahteraan.
Demikian pula pada bubungan lainnya bertatahkan sepasang burung phoenix yang melambangkan elemen Yin (阴), sebagai simbol kebajikan, kebaikan, dan kesopanan.
Sementara tiang2 pancang dari kayu intan yang menopangnya membuat bangunan itu seolah2 menyembul dari lautan lepas. Karena itu, warga setempat juga menyebutnya sebagai “Klenteng Timbul” atau “Pekong Laut”.
Bangunan Kelenteng ini dimaksudkan untuk menetralisir unsur air disekitarnya (elemen Yin 阴), juga sebagai simbol keselamatan bagi para nelayan dan pengguna transportasi air yang melintasinya.
Catatan¹ : Muara adalah tempat masuknya aliran sungai ke laut atau samudra, atau tempat pertemuan antara sungai di wilayah pesisir dengan wilayah laut.