Last Updated on 20 February 2023 by Herman Tan Manado

Bagian 3 : Dikubur atau Dikremasi, Apa Pengaruhnya Bagi Arwah?

1. Kuburan atau Makam

Kuburan atau makam mempunyai sifat monumental, yakni suatu monumen untuk generasi atau keturunan selanjutnya. Oleh karena itu, banyak orang yang membangun makam keluarga mereka secara megah.

Kalau dinilai dengan mengunakan kacamata duniawi, makam megah yang dibuat berdasarkan prinsip2 Fengshui makam, sangat baik bagi keluarga dan keturunan yang ditinggalkan. Juga merupakan suatu prestige tersendiri bagi keluarga orang yang dimakamkan disitu.

Namun kalau dinilai dengan mempergunakan kacamata spiritual, sebagian orang menganggap bahwa makam yang megah kurang baik bagi arwah orang yang dimakamkan disitu. Makam megah yang dibangun akan membuat si arwah menjadi terikat pada makamnya, terikat pada  hal2 keduniawian.

Dia tidak dapat “naik” ke alam arwah, dan tidak dapat menempuh perjalanan arwahnya untuk waktu yang lama.

Apalagi kalau keluarga yang ditinggalkan, cucu, anak, istri atau suaminya, pada waktu upacara2 sembahyang arwah, seperti pada upacara sembahyang peresmian makam (buka bongpay), meminta agar almarhum/ah jangan kemana2, tinggal disini saja, sebab sudah dibuatkan makam yang bagus dan mewah.

Sebenarnya pengaruh kuburan terhadap arwah, tergantung sikap si arwah itu sendiri. Namun sebagian besar arwah sudah tidak peduli lagi terhadap kuburannya. Meskipun keadaan kuburannya sudah tidak terawat/rusak tidak lagi berpengaruh baginya, tidak akan membuat dia susah di alam sana.

Hanya saja, bagi anak cucu yang masih mau PEDULI, masih mau MENENGOK dan MEMPERBAIKI makam leluhurnya, tentu akan menjadi suatu penilaian tersendiri dari “Yang Diatas”.

Karena walau bagaimanapun, jasad hanyalah kendaraan/fasilitator saja, terutama bagi arwah2 yang telah memasuki alam arwah, yang sudah memulai perjalanan arwahnya.

Lebih baik memberi makan orang tua Anda dengan sedikit makanan ketika mereka MASIH HIDUP, daripada memberikan babi & domba kepada mereka sebagai persembahan SETELAH MATI! 還生食四两, 死後食豬羊 (Hai shengshi sì liang, sihou shi zhu yang)!

2. Kremasi (Dibakar)

Upacara ritual pembakaran jenazah, atau kremasi, sudah lama dikenal dan dijalankan orang. Terutama oleh umat Buddha dan Hindu, kemudian diikuti oleh umat agama lainnya, dengan alasan biaya, kepraktisan, dan ketiadaan lahan.

Beberapa orang tua ada yang berpesan kepada anak2nya, agar kalau dia meninggal nanti, jenazahnya dikremasi saja. Karena khawatir nanti kalau dikubur, kuburannya tidak terurus, atau bisa digusur dan dibongkar oleh pemerintah setempat, karena adanya pembangunan kota.

Juga nantinya akan merepotkan keluarga dan anak2 yang ditinggalkan, karena harus bolak-balik mengunjungi makamnya, meski untuk sekedar tabur bunga saat Ceng Beng, atau memperbaiki bagian makam yang rusak (keluar biaya).

Tetapi ada juga orang tua yang berpesan kepada keluarganya, kalau dia meninggal nanti agar dikubur saja. Jangan dikremasi, sebab dia takut dan ngeri, kalau dibakar nanti bisa kepanasan dan menderita di alam sana.

Lantas jenazah yang dikubur atau dikremasi, apa pengaruhnya terhadap arwah? Berdasarkan pengamatan terhadap banyak arwah yang dikubur maupun yang dikremasi, sebanarnya tidak ada pengaruhnya sama sekali.

Ketakutan kalau nanti kuburannya tidak terurus, akan dibongkar, atau takut dikremasi karena nantinya akan menderita dan kepanasan, sebenarnya semuanya tidak akan terjadi.

Ketakutan dan kekhawatiran sewaktu masih hidup, tidak akan terjadi dan tidak akan dialami oleh arwah. Bahkan arwah juga tidak mempersoalkan lagi apakah jenazahnya dulu dikubur atau dikremasi.

Dari sudut pandang spiritual, jenazah yang dikremasi sebenarnya lebih baik daripada yang dikubur. Apalagi jumlah penduduk dunia saat ini telah mencapai 7,7 miliar orang, dimana lahan semakin sedikit. 100 tahun lagi, saya kira mayoritas negara sudah mewajibkan jenazah untuk dikremasi, atau setidaknya ditumpuk (untuk agama tertentu).

Namun saya cenderung menyukai gaya Singapore, yang masih mengizinkan jenazah untuk dikubur. Tapi hanya ±10 tahun, setelah itu dibongkar dan sisanya dikremasi. Sementara lubangnya diisi orang lain. Tujuannya untuk mempertahankan “kealamiahan”, yakni proses pembusukan dan diserap tanah. Juga untuk mempertahankan faktor Fengshui bagi keluarganya.

Kalau jenazah dikremasi, sebaiknya abu kremasi jangan disimpan di rumah penyimpanan abu. Apalagi sampai dibuatkan makam laiknya dikubur. Sebab hal ini tidak ada bedanya dengan yang dikubur.

Sebaiknya abu jenazah dilarung saja sampai habis di laut atau di danau yang airnya jernih dan tenang. Hal ini juga dimaksudkan untuk mengurangi keterikatan arwah terhadap duniawi, sehingga dapat memperlancar perjalanan arwahnya.

Bagian 4 : Upacara Ritual Sembahyang Arwah

1. Upacara Sembahyang Arwah

Banyak upacara tradisional dari berbagai agama telah dikenal dan dilakukan untuk mengiringi upacara duka, atau upacara kematian. Seperti slametan untuk arwah, misa arwah, kebaktian dan doa untuk mengiringi perjalanan arwah, chaotu, dsb.

Tampak keluarga yang sedang meratapi kepergian salah satu anggotanya.

Semua upacara itu umumnya bertujuan untuk :

• Untuk menghibur keluarga yang ditinggalkan,
• Untuk mengarahkan dan memandu arwah mendiang supaya tidak salah jalan,
• Untuk menolong dan melindungi arwah dari gangguan arwah lain atau makhluk gaib yang jahat,
• Juga untuk mendoakan arwah agar mendapat bimbingan dari Dewa atau roh suci, supaya melancarkan perjalanan arwahnya.

Dalam upacara2 ritual untuk arwah seperti yang disebutkan diatas, saya banyak melihat banyak upacara ritual yang “kosong”, atau yang “bodong”.

Artinya, ritual yang dilakukan tidak menghasilkan kekuatan spiritual yang dapat menolong si arwah, seperti yang diharapkan dari tujuan upacara ritual untuk arwah tadi.

Mengapa bisa begitu? Sebab dengan kemajuan masyarakat modern saat ini, yang lebih menuntut logika dan fakta, maka upacara ritual untuk arwah jauh dari fakta. Faktanya dimana kalau upacara ritual untuk arwah dapat menolong dan dibutuhkan oleh si arwah? Tidak ada seorang pun yang dapat memberikan bukti.

Oleh karena itu, upacara ritual arwah banyak dilakukan hanya untuk memenuhi syarat2 ritual kematian yang sudah lama dijalankan, laiknya sebuah tradisi, supaya tidak menjadi omongan orang banyak. Betul?

Walaupun begitu, saya juga sering melihat ada upacara ritual untuk arwah yang “berisi”, artinya yang benar2 mempunyai kekuatan spiritual untuk menolong, melindungi, dan membimbing arwah dalam menempuh perjalanan arwahnya di alam sana.

Ritual untuk arwah sebenarnya sangat berguna dan dibutuhkan oleh arwah, terutama bagi mereka2 yang semasa hidupnya jarang melatih sisi spiritualnya. Oleh sebab itu, carilah orang yang benar2 mempunyai kemampuan spiritual untuk melakukan upacara ritual arwah.

2. Meja Abu Sembahyang

Konghucu mengajarkan agar anak berbakti dan menghormati orang tuanya. Bukan hanya waktu orang tuanya masih hidup, tetapi juga setelah orang tuanya meninggal! Untuk itu, umat Konghucu mewujudkannya, dengan mendirikan meja abu sembahyangleluhur untuk disembahyangi.

Tampak meja altar sembahyang untuk sembahyang leluhur.

Abu leluhur yang dimaksud disini adalah abu hio/dupa sembahyang, bukan abu kremasi jenazah. Abu kremasi jangan dibawa masuk ke rumah, sebab abu kremasi membawa aura negatif (Yin) yang tidak baik bagi orang2 yang tinggal di rumah itu.

Menyimpan abu kremasi di rumah juga tidak ada bedanya dengan menyimpan peti mati (棺材; Guancai) di rumah!

Apakah meja abu sembahyang berguna untuk arwah? Untuk arwah orang yang baru meninggal dan masih gentayangan, meja abu berguna sebagai tempat berlindung (pos istirahat) dan menghibur arwah, sebab keberadaannya masih diakui dan diingat oleh keluarganya.

Apakah meja abu sembahyang masih berguna kalau arwahnya sudah “naik”? Kalau arwah sudah memulai perjalanan arwahnya, meja abu sembahyang sudah tidak ada gunanya lagi. Tetapi masih berguna untuk keluarga, setidaknya untuk mengenang keberadaan para leluhur, dan mempertahankan garis silsilah keluarga. Jadi sifatnya monumental.

Dengan berjalannya waktu, membuat pola hidup masyarakat berubah, termasuk perubahan pada kepercayaan mereka. Banyak keluarga yang dulunya menganut agama Konghucu dan Taoisme, namun sekarang anak2 nya sudah pindah mengikuti agama lain.

Banyak orang tua yang khawatir kalau nanti dia meninggal, tidak ada yang menyembahyangi dan menjadi kelaparan. karena anak2 atau suami/istrinya sudah pindah agama, dan tidak lagi mengadakan persembahyangan.

Ada juga yang merasa takut kalau nanti dia meninggal, dia akan begitu saja dilupakan oleh anak2nya dan istri/suaminya, sebab sudah pindah agama. Dia khawatir bakal hilang begitu saja, seperti “dari debu kembali ke debu”, hilang tanpa jejak.

Kekhawatiran dan ketakutan seperti ini manusiawi sekali. Sebab masih terikat oleh kebenaran materi. Kalau nanti dia sudah meninggal dan memulai perjalanan arwahnya, maka semua yang dulu dikhawatirkan dan ditakuti tidak akan pernah terjadi, dan tidak akan pernah dialaminya.

3. Sembahyang Arwah

Setelah seseorang meninggal dunia, keluarga yang ditinggalkan umumnya masih ingin mempertahankan keberadaan mendiang di dunia. Hal ini diwujudkan dengan mengadakan berbagai acara sembahyang untuk mereka, seperti :

Tujuan dari perayaan Ceng Beng sendiri adalah, seperti memberi kepercayaan diri kepada seseorang, bahwa diantara para orang mati, masih ada tradisi yang masih hidup.

• Sembahyang hari meninggalnya (Cok Kie)
• Sembahyang Sincia (sembahyang H-1 Imlek)
• Sembahyang Ceng Beng (4/5 April)
• Sembahyang Rebutan (sembahyang Qi Yue Pan/Cio Ko)
• Sembahyang Ce It dan Cap Go (setiap tanggal 1 dan 15 bulan Imlek)

Apakah bermacam2 sembahyang untuk arwah diatas berguna untuk arwah? Apakah bermanfaat untuk keluarga yang ditinggalkan?

Bagi arwah, aneka macam persembahan pada sembahyang ini sebenarnya sudah tidak ada gunanya. Paling banyak hanya akan membuat mereka merasa terhibur dan tenang di alam sana, senang bahwa anak cucunya masih mengingat mereka.

Namun mereka tidak lagi dapat menikmati sajian yang disediakan. Meski ada juga yang berkata, bahwa si arwah bisa makan dengan menghirup sari2 makanan, atau semua makanan dapat dinikmati, namun rasanya hambar.

Sementara bagi manusia, tujuan diadakannya sembahyang arwah ini adalah agar dapat menghibur keluarga yang ditinggalkan. Keberadaan mendiang semasa hidup masih dikenang.

Momen sembahyang arwah ini juga dijadikan ajang untuk mempererat ikatan keluarga, dimana setelah persembahyangan selesai, seluruh anggota keluarga makan bersama dari sajian bekas sembahyang.

Namun jika ritual2 sembahyang ini dilaksanakan, bukan berarti roh mereka tidak datang. Bagi arwah yang sudah “naik”, untuk datang menghadiri sembahyang yang diadakan keluarganya diperlukan “ijin turun” dari penjaga disana, dan itu tidak mudah.

Kebanyakan arwah tidak mudah untuk sering mendapat ijin turun, karena mereka tidak memiliki kebebasan di alam sana. Paling banter hanya untuk menghadiri acara2 sembahyang tahunan, seperti sembahyang hari matinya, Ceng Beng, atau Sincia.

Baca bagian I nya : Mengintip Perjalanan Arwah; Bagaimana “Kehidupan” Mereka Disana?

By Herman Tan Manado

One Smile Return to the East. Follow @tionghoainfo untuk info2 terbaru.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: eitss, mau apa nih?