Last Updated on 17 August 2021 by Herman Tan Manado
Apakah pembaca pernah mendengar kisah Tong Sin Fu, mantan pelatih badminton Indonesia yang kini hijrah melatih tim badminton Tiongkok hanya gara-gara tidak mendapat Surat Kewarganegaraan Indonesia?
Suami Susi Susanti, Alan Budikusuma, ingat betul bagaimana reaksi Tong Sin Fu saat permintaannya mendapatkan surat bukti WNI gagal.
“Waktu itu kami masih latihan hingga pukul 10 malam. Om Tong bilang saya mau ke imigrasi sebentar,” katanya. “Pukul 11 malam, dia pulang dengan menendang pintu ruang latihan sampai kami semua berhenti berlatih. Om Tong cuma teriak, ‘kurang ajar… gue disuruh ngulang prosesnya!'” kenang Alan.
Alan tidak tahu, apakah dalam proses mendapatkan surat WNI tersebut Tong mendapat bantuan dari pengurus PB PBSI atau pejabat berwenang lainnya. “Beberapa hari setelah kejadian itu, dia bilang memutuskan akan kembali ke China,” katanya.
“Lan, apa sih yang kurang saya lakukan buat negeri ini? Saya sudah membawa gelar juara, juga dapat penghargaan dari Presiden. Tapi semua itu tidak ada gunanya’,” ucap Alan mengulangi perkataan Tong.
Saat itu, Alan, yang masih menjadi pemain, meminta Tong mempertimbangkan keputusannya itu. Namun, pelatih yang pernah melahirkan nama-nama besar di China, seperti Lin Ying/Wu Dixi dan Li Lingwei ini mengatakan, “Gue di sini warga negara asing. Kalau mati di sini, istri dan anak gue makan apa?”
Tong memang menikah dengan seorang wanita dari China daratan pada usia cukup lanjut, dan memiliki putra yang seingat Alan kala itu baru berusia 6 tahun. “Mungkin setelah menghubungi koleganya di China, ia mendapat kepastian tentang masa depannya di sana,” ucap Alan.
Juni 1998, Tong akhirnya kembali ke China dengan membawa keluarga. Ia diantarkan oleh para mantan anak asuhnya, yang kala itu dikenal sebagai generasi emas badminton Indonesia, the class of 90, antara lain Alan Budi Kusuma, Candra Wijaya, Hariyanto Arbi, dan Hendrawan, sampai ke bandara Soekarno-Hatta.
Menurut Alan, setelah pindah, Tong ditarik sebagai pelatih tingkat provinsi, kemudian sebagai pelatih di pelatnas oleh pelatih kepala kala itu, Li Yongbo. Sebagai salah satu pelatih timnas, Tong Sin Fu pun mendapat jaminan, seperti rumah, kendaraan, dan jaminan hidup hingga seumur hidup anaknya. Ya, seumur hidup anaknya!
Alan memang dikenal dekat dengan Tong Sin Fu. Pelatih kelahiran Teluk Betung, Lampung, 13 Maret 1942. Perkenalan terjadi saat Tong melatih di pelatnas Indonesia pada kurun waktu 1987 hingga 1998.
“Bayangkan, pada usia setua itu, ia masih diberi kesempatan duduk mendampingi pemainnya. Padahal setahu saya, ia memiliki masalah dengan jantungnya. Beliau sejak muda memang hidup dengan satu ginjal,” katanya.
Peraih medali emas Olimpiade Barcelona 1992 ini memang merupakan salah satu anak didik Tong sejak muncul akhir 1980-an. Menurutnya, Tong sebagai pelatih menanamkan disiplin tinggi buat anak didiknya. “Kalau latihan pukul 08:00 pagi, dia sudah ada di lapangan pukul 07.30 pagi. Kami terlambat 1 menit saja akan disuruh pulang,” ungkapnya.
Ia juga memuji Tong yang memiliki metode latihan yang unik dan tidak pernah sama untuk setiap pemain. “Saya dengan pemain lain, seperti Ardy, diberikan metode latihan yang berbeda. Namun, setiap memberikan teknik latihan, Om Tong selalu bilang, latihan yang dijalankan itu akan memberi hasil 3 bulan kemudian. Dan ini terbukti,” ungkapnya.
Mereka terus bersama, hingga Tong memutuskan kembali ke China setelah permintaannya untuk memperoleh SBKRI – Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia ditolak. “Om Tong memang cerita tentang kesulitan dia memperoleh izin naturalisasi. Dia telah mengajukan selama lebih dari 10 tahun, dengan biaya sendiri, hingga habis lebih dari Rp 50 juta-an,” kata Alan.
“Awalnya dia telah mendapatkan KIMS (Kartu Izin Menetap Sementara) yang diperpanjang, dengan menerima KIM (Kartu Izin Menetap). Tetapi ketika saatnya akan mendapatkan surat bukti WNI, dia malah diminta mengurus ulang proses mendapatkan KIMS,” katanya.
Hal ini diungkapkan oleh Alan mengenai sosok pelatih China kelahiran Indonesia, Tong Sin Fu atau Tang Hsienhu, yang mendampingi para pemain negeri tirai bambu itu ketika mengalahkan Indonesia 3-0 pada final Piala Thomas 2010, Minggu (16/5/2010).
Hari ini, Tiongkok sudah begitu berjayanya sebagai salah satu Negara Adikuasa, setara Amerika, Russia, dan Britania Raya.
Bisa dibilang, keputusan Tong Sinfu untuk “berjudi pulang” ke Tiongkok kala tidak salah.
Susi Susanti dan Alan Budikusuma pun Ternyata Hampir Menyusul Pak Tong …
Keberhasilan Susi Susanti yang mempersembahkan medali emas Olimpiade (Barcelona) pertama kali untuk bangsa Indonesia (1992), dan mendapatkan tanda kehormatan Bintang Jasa Utama (oleh Presiden Soeharto) pada tahun 1992, ternyata TIDAK BERBANDING LURUS dengan kehidupan pribadinya.
Ketika tahun 1997, Susi Susanti memutuskan untuk menikah dengan kekasihnya, Alan Budikusuma, Nasionalisme dan status ke-warganegaraan keduanya DIPERTANYAKAN, melalui (kepemilikan) Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia (SBKRI).
2 keping medali Emas sudah dipersembahkan pasangan ini lewat suar lelah dan kerja keras. Apalagi yang masih kurang? Apa hanya gara-gara mereka memiliki NAMA CINA dan BERMATA SIPIT?
Saya melihat dengan jelas bahwa ada DISKRIMINASI untuk warga keturunan china di INDONESIA. Sy sangat sedih bahwa INSTANSI pemerintah seperti itu, perlakuan tidak adil untuk warga keturunan, padahal mereka lahir dan besar di INDONESIA, sejujurnya merekalah yg membuat kemajuan di INDONESIA teknologi, prestasi, perdagangan, tp kenapa diperlakukan seperti itu??? Sy hidup berdampingan dan teman kecil adalah keturunan china, tp mereka merasa tdk aman. Aku sedih memikirkan sikap bangsa ini, Hanya Gusdur yg perduli tp syg beliau tdk sehat dan hanya sebentar menjabat.
哇。。。那多好,现在就是中华人民共和国公民了。我也想啊。。。
正确,现在中国那么强大