Last Updated on 14 July 2020 by Herman Tan Manado

KOKO CICI JAKARTA MEMPERINGATI FESTIVAL QING MING (CHENG BENG) DENGAN BERZIARAH BERSAMA KE TAMAN MAKAM PAHLAWAN KALIBATA

Dalam rangka memperingati Festival Qing Ming (Cheng Beng), Koko Cici Jakarta mengadakan acara berziarah bersama yang bertempat di Taman Makam Pahlawan Kalibata di Jalan Pahlawan Kalibata, Daerah Khusus Ibukota Jakarta, tepat pada hari Minggu, 5 April 2015.

Seperti layaknya tradisi Nyekar yang diadakan menjelang Bulan Ramadhan, Festival Qing Ming (Cheng Beng) merupakan hari penting dimana masyarakat Tionghoa akan berziarah mengunjungi pemakaman nenek moyang dengan maksud untuk mengenang para leluhur dan kerabat yang telah tiada.

Koko Andy selaku ketua panitia menyatakan, ”Esensi dari perayaan Cheng Beng ini adalah bentuk penghormatan kita kepada leluhur. Sebagai manusia, tentu saja sangat penting bagi kita untuk mengetahui sejarah dari asal usul kehidupan. Tanpa adanya keberadaan dari para leluhur-leluhur kita, maka kita tidak akan pernah ada. Maka dari itu hormatilah para leluhur kita.

koko cici jakarta qing mingPeringatan Festival Qing Ming (Cheng Beng) ini akan dibuka dengan penjelasan sejarah Taman Makam Pahlawan Kalibata.

Acara selanjutnya merupakan sesi foto bersama oleh seluruh peserta dan panitia di depan Tugu Pemakaman yang akan diikuti dengan acara utama pada peringatan Festival Qing Ming kali ini, yang di mana juga sebagai penutup acara yaitu menabur bunga dan membersihkan makam serta berdoa bersama.

Festival Qing Ming atau yang lebih dikenal dengan istilah Cheng Beng merupakan bagian penting dari tradisi masyarakat Tionghoa untuk bersembahyang dan berziarah ke tempat pemakaman para leluhur. Seperti tradisi-tradisi budaya Tionghoa pada umumnya yang selalu memiliki cerita legenda di balik makna dari setiap perayaan.

Festival Qing Ming sendiri diawali oleh Kaisar Xuan Zong pada tahun 732 dimana beliau menyederhanakan upacara penghormatan nenek moyang yang pada awalnya dianggap rumit. Cheng Beng sangat memiliki kaitan yang erat dengan pilar-pilar budaya Tionghoa yang mencakup penghormatan leluhur, kekerabatan, keselarasan, berbakti dan juga kebersamaan.

Koko Cici Jakarta berharap, melalui acara ini para generasi muda Indonesia dapat menjadi lebih mengerti akan makna dari budaya Cheng Beng dan turut serta dalam melestarikannya.

By Herman Tan Manado

One Smile Return to the East. Follow @tionghoainfo untuk info2 terbaru.

2 thoughts on “Koko Cici Jakarta Memperingati Festival Qing Ming”
  1. Kayaknya acara Festival Qing Ming sedang dijadikan acara dagel-dagelan deh oleh Pemrov DKI pimpina Gubernur Ahok.

    Terlihat jelas acara ini terlalu dipaksakan dan melecehkan kesucian Qing Ming yang artinya menghina & memcampur-adukkan agama, budaya & tradisi Tionghoa dengan pribumi. Akibatnya malah menghilangkan kesucian makna Qing Ming itu sendiri.

    Ingat Qing Ming merupakah salah satu ritual agama Tionghoa !

    Kenapa orang Tionghoa sembahyang dikuburan Pribumi ??

    Apakah Pribumi adalah nenek moyang orang-orang Tionghoa ?

    Apabila Tionghoa sembahyang dikuburan Pribumi lalu siapa yang akan sembahyang dikuburan Tionghoa ??

    Apakah semua kuburan juga disembahyangi oleh pemuda-pemudi Tionghoa ?

    Nampaknya paham ajaran Kristoforus Sindhunata sedang diajarkan dan disebar-luaskan oleh Gubernur Ahok kepada pemuda-pemudi Tionghoa.

    Koko-Cici Jakarta adalah program asimilasi Ahok yang hanya di ikuti oleh orang Tionghoa yang bodoh dan tidak punya otak !

    1. Mengenai hal ini silahkan saudara bertanya langsung kepada Koko Cici Jakarta sendiri alasan mengenai dipilihnya tempat tersebut.

      Namun sepengetahuan admin, Koko Cici Jakarta tidak lagi mendapat bantuan dana dari Pemda DKI untuk kegiatannya; bahkan sempat akan dilebur kedalam Abang None Jakarta; dan orang yang mengusulkan ke 2 hal tersebut justru Ahok, etnis tionghoa sendiri. Namun organisasi ini tetap jalan dengan swadaya/cari sponsor.

      Mengenai Ahok mengajarkan ajaran Kristoforus Sindhunata, ini tergantung pribadi mau lihat dari sudut pandang mana. Kristoforus sendiri ingin membaurkan etnis Tionghoa di Indonesia, dari sisi budaya hingga kawin campur. Dia juga yang turut mencetuskan penggunaan nama dan marga Tionghoa yang telah di indonesiakan. Dengan ini saja dia sudah dianggap oleh sebagian orang Tionghoa sebagai PENGHIANAT LELUHUR. Namun hal yang paling tidak bagus dari dia sendiri adalah usaha untuk mengkristenkan seluruh orang Tionghoa di Indonesia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: eitss, mau apa nih?