Last Updated on 25 August 2021 by Herman Tan Manado
KUNGFU adalah salah satu warisan luhur, bukan saja milik bangsa Tiongkok, namun juga dunia. Kungfu merupakan tradisi turun-temurun yang dilestarikan selama ribuan tahun.
Jika kita melihat kungfu dari perspektif modern, maka yang terbayang di benak kita adalah berbagai aktor laga kawakan, seperti Jackie Chan, Bruce Lee, Jet Lee, sampai Donnie Yen.
Jika kita menengok sedikit ke belakang, maka ada master Ip Man dan Wong Fei Hung. Kalau kita tarik lebih ke belakang lagi, maka muncul banyak aliran dan perguruan (men-pai) yang sangat termasyhur, yang namanya kita sering dengar di komik, novel, atau film, seperti Wudang, Shaolin, Emei, Kunlun, Huashan, Kongtong, Gaipang (kaipang, partai pengemis), dan masih banyak lagi.
Banyaknya aliran diatas, seperti menegaskan bahwa kungfu merupakan aliran bela diri yang sudah banyak dipraktekkan dari generasi ke generasi, dari masa ke masa. Mungkin anggapan itu yang menyebabkan, bahwa kebanyakan kita (hanya) menganggap bahwa kungfu ditujukan hanya sebagai aliran/ilmu bela diri. Sudah, itu saja.
Namun ternyata pandangan itu keliru. Karena orang di masa lalu menganggap kungfu sebagai sesuatu yang lain. Ilmu bela diri malah sebenarnya bukan tujuan utama kungfu itu sendiri.
Lalu apa sebenarnya tujuan kungfu selain untuk bela diri?
1. Kungfu, Untuk Meditasi dan Spiritual
Boddhidharma, seorang biksu asal India yang merupakan salah satu sesepuh Shaolin, awalnya kaget karena saat berada di kuil Shaolin, ia menemukan para biksu yang kurang semangat belajar, sering mengantuk dan gampang lelah.
Hal itu menyebabkan mereka sulit bermeditasi. Padahal dalam ajaran Buddhis, meditasi sangat penting peranannya.
Setelah ia menyadari penyebabnya, yakni karena para biksu itu badannya kurang bugar, sejak itu para biksu di Shaolin diwajibkan untuk berlatih semacam senam, yang diharapkan akan membuat para biksu itu menjadi lebih bugar.
Dan benar saja, senam ajaran Boddhidharma itu berhasil membuat para bhiksu Shaolin menjadi jauh lebih bugar, sehingga lebih mudah menerima pelajaran di kuil dan bermeditasi.
Senam yang diajarkan Boddhodharma itu kelak yang menjadi inspirasi bagi lahirnya kungfu Shaolin yang dikenal saat ini. Karena ternyata senam itu berguna, kenapa nggak sekalian aja mengajari biksu berlatih kungfu? Apalagi setelah itu, banyak pendekar di daratan China yang menetap di Kuil Shaolin.
Dan mereka2 inilah yang lambat laun berhasil memadukan senam yang dibawa Boddhidharma itu, menjadi kungfu Shaolin yang terkenal seperti sekarang. Dari sana, bisa kita ambil kesimpulan bahwa kungfu Shaolin awalnya tercipta karena mereka ingin lebih khusyuk dalam bermeditasi.
Dengan kata lain, mereka berharap dengan berlatih kungfu, nantinya akan membuat mereka lebih mampu dalam melaksanakan ibadah mereka. Bukan ingin menjadi ahli beladiri yang tidak terkalahkan, seperti yang kita lihat di serial2 kungfu.
Dan mungkin itu pula sebabnya, mengapa para biksu Shaolin tidak tertarik menjadi juara UFC (Ultimate Fighting Championship), atau berbagai kejuaraan beladiri lainnya, karena bukan itu tujuan mereka dalam berlatih kungfu.
Baca juga : Inilah Nomor-Nomor Pertandingan Dalam Wushu
2. Kungfu, Sebagai Jalan Hidup
Banyak orang yang mendalami suatu aliran bela diri justru menyarankan, jika bertemu seseorang yang ngajak berantem, kalau bisa menghindar ya menghindar aja, kalau bisa lari, ya lari aja.
Mereka justru menyarankan hal yang berkebalikan, dengan yang sehari-hari mereka praktekkan dalam latihan (beladiri).
Tapi itu bukan berarti karena mereka takut, mereka yang sudah lama berlatih bela diri, kebanyakan menganggap bahwa sangat berbahaya menggunakan kemampuan mereka melawan orang yang awam dalam bela diri, karena ilmu yang mereka miliki akan bisa berdampak buruk pada lawannya (bisa menyebabkan cidera serius, atau bahkan kematian).
Lho, terus buat apa dong mereka belajar bela diri?
Jawabnya simple. Karena mereka senang melakukannya. Mereka belajar bela diri (dalam hal ini kungfu) karena kesenangan melakukan kungfu itu sendiri. Dan yang nggak kalah penting, karena saat mereka belajar kungfu, mereka menjadi seseorang yang lebih baik.
Semua disiplin, latihan keras, serta jurus yang mereka dapatkan, entah bagaimana berhasil mengubah mental mereka menjadi lebih tangguh dan disiplin.
Kuil Shaolin adalah bukti sejarah untuk itu. Selain dikenal sebagai tempat belajar ajaran Buddha, kuil Shaolin adalah tempat ideal untuk belajar kungfu. Dan itulah yang melatarbelakangi seorang youtuber yang bernama Ranton mengubah arah hidupnya dengan cukup radikal.
Ranton yang lahir di Jerman setelah menyelesaikan sekolahnya mengalami kebingungan akan arah hidupnya, setelah mencoba beberapa hal yang umumnya dilakukan banyak orang, ternyata ia merasa itu bukanlah jalan hidupnya, dan setelah beberapa lama berpikir, akhirnya dia memutuskan pergi ke kuil Shaolin untuk belajar kungfu.
Ternyata latihan keras dan situasi lingkungan yang jauh berbeda dari Negaranya yang terkenal nyaman malah membuatnya betah, dan membuatnya semakin bersemangat untuk menjalani latihan di sana. Hanya dalam waktu 2 tahun, dia yang awalnya bukan siapa-siapa akhirnya dipercaya menjadi murid utama di kuil Shaolin.
Ranton bukanlah orang pertama dan terakhir yang menemukan jalan hidupnya melalui kungfu. Fakta bahwa kungfu menjadi sangat terkenal hingga sekarang, menyimbolkan bahwa banyak orang yang mengalami hal yang serupa dengan Ranton, dan merekalah yang meneruskan tradisi kungfu dari generasi ke generasi.
3. Kungfu, Sebagai Sebuah Filosofi
Apa yang kita persepsikan jika mendengar kata filsuf? kemungkinan besar adalah sosok yang berpikir dan menghabiskan waktunya berjam-jam memikirkan hal yang jauh dari bahasan orang2 awam.
Baca juga : Bruce Lee – Pandangan hidup
Namun anggapan seperti itu juga keliru, seperti halnya anggapan pada kungfu. Para filsuf di zaman dahulu bukan semacam “kolektor buku dalam pikiran”, melainkan mereka adalah para “cendekiawan sekaligus prajurit.”
Para filsuf di masa lalu memecahkan permasalahan bukan hanya dengan pikirannya, tapi juga tindakannya. Mereka juga menguji gagasan mereka tentang hidup, lewat hidup mereka sendiri. Dan terus mengevaluasinya dengan berbagai pertanyaan, “sudah tepatkah pemikiranku?”, “bagaimana itu bisa tepat?’. “bagaimana itu bisa keliru?”
Dan begitu juga kungfu. Kungfu didirikan bukan tanpa sebuah pemikiran di dalamnya.
Bahkan jika kita melihat sejarahnya, setiap aliran kungfu memiliki filosofi tersendiri, yang diterjemahkan dalam tiap jurus-jurusnya, seperti kungfu Shaolin yang didasari filosofi Buddha, atau kungfu Wudang yang didasari pada filosofi Dao, bahkan jurus2 kungfu Kaipang pun didasari pada filosofi pengemis 🙂
Jadi di masa itu, sangat sulit mendalami kungfu jika tidak memiliki wawasan mendalam tentang filosofi yang mendasari aliran itu.
Dan sebaliknya, sangat sulit dikatakan kita telah mampu mendalami suatu pemikiran filsafat, jika kita tidak mampu menuangkannya dalam tindakan nyata, dalam hal ini, kungfu. Misalnya ajaran Buddha melarang untuk membunuh dan menyakiti, lalu bagaimana filosofi ini diterapkan dalam kungfu?
Kungfu Shaolin mengajarkan untuk selalu bersikap rendah hati dan melarang untuk menyerang lebih dulu. Maka berdasarkan pemikiran itu, tidak heran kungfu Shaolin menekankan gerakan mengelak dan menangkis, dengan terus melatih kelenturan tubuh, serta melakukan gerakan akrobatik yang rumit.
Dan mereka akan terus menguji itu melalui latihan yang keras, dan juga lewat serangkaian “uji metodologis”, seperti. “bagaimana aku gunakan jurus ini dalam tempat yang sempit?”, “bagaimana jurus ini bisa unggul?”, “apa kelemahannya?” dan sebagainya.
Tidak mengherankan karenanya ada pujangga dan prajurit di masa Tiongkok kuno, yang selain ahli pemikiran, sekaligus juga ahli kungfu. Seperti Boddidharma sendiri, yang menurut sumber, selain ahli filsafat Buddhis, beliau juga pernah belajar bela diri sewaktu masih menjadi pangeran di istananya,
Seperti halnya juga Sun Tzu, jenderal Tiongkok kuno yang terkenal itu. Bahkan di era modern, Bruce Lee juga ternyata seorang filsuf, yang pemikirannya bisa kita baca di bukunya Tao of Jet Kune Doo.
Baca juga : Bruce Lee : Don’t Think Only, But Feel It!
4. Kungfu, Untuk Mempermudah Kegiatan Sehari-Hari
Semua aliran kungfu mementingkan ketahanan tubuh (fisik). Mereka melatih terlebih dahulu tubuh para muridnya sebelum belajar jurus. Semakin kuat tubuh mereka, semakin baik pula hasil latihannya. Dan kuil Shaolin terkenal tidak tanggung-tanggung akan hal ini!
Pengajaran kungfu di kuil Shaolin disesuaikan dengan kemampuan fisik muridnya. Semakin tinggi latihannya, semakin tinggi pula kemampuan fisiknya. Karenanya murid yang baru masuk awalnya disuruh untuk melakukan tugas sehari-hari, seperti menyapu halaman, mengambil air, memasak, membunyikan lonceng/genta, dsb.
Setelah itu, mereka baru diajarkan posisi kuda-kuda selama beberapa bulan, atau bisa juga beberapa tahun. Dan karena latihan kuda-kuda ini, biksu Shaolin terkenal memiliki tubuh yang sangat kuat. Mereka bisa berlari puluhan kilometer tanpa lelah, lebih mudah menjaga keseimbangan, juga memiliki tubuh yang lentur.
Selain itu, para muridnya diwajibkan untuk melatih tubuh mereka setiap waktu, seperti tetap melakukan kuda-kuda saat makan dan minum, atau bahkan melakukan meditasi dalam posisi-posisi yang sulit.
Mereka juga dibiasakan untuk mengambil air ke sungai dengan 2 ember besar, yang jaraknya jauh dari kuil sambil berlari bolak-balik. Lalu menu latihan wajib lainnya bagi mereka adalah jalan jongkok naik turun bukit, dan latihan konsentrasi selama berjam-jam.
Apabila mereka ketahuan tidak konsentrasi atau mengantuk, maka para pengawas sudah siap dengan tongkat mereka untuk memukul para murid. Setelah tubuh mereka terbiasa dengan latihan itu, barulah mereka belajar kungfu.
Tapi coba kita balik logikanya, jika saja mereka tidak belajar kungfu, apa yang sudah mereka dapatkan? Paling tidak, mereka memiliki tubuh yang kuat dan stamina yang prima. Juga konsentrasi yang tidak gampang hilang.
Siapapun yang memiliki kualitas fisik dan mental seperti itu, tentu akan lebih mudah memerintahkan tubuhnya melakukan kegiatan sehari-hari. Apalagi ditambah latihan kungfu, dimana seseorang akan lebih dituntut untuk mengoptimalkan refleks, gerak cepat, sampai ketahanan fisik, maka hasil yang didapatkan akan lebih optimal.
Karena nggak ada orang yang pingin berantem tiap hari kan? Maka memudahkan kegiatan sehari-hari justru adalah tujuan kungfu yang paling objektif.
5. Kungfu, Untuk Kesehatan Diri
Qi (气) atau Chi, adalah inti dari ajaran kungfu. Chi sendiri bisa diartikan sebagai sumber atau energi kehidupan. Chi ada di setiap benda di alam semesta, dan mengalir dengan bebas. Jika bisa mengolahnya, manusia akan ditingkatkan kesehatannya, baik secara fisik, mental, maupun spiritual.
Agar bisa merasakannya, manusia harus menempa dirinya sedemikian rupa dengan latihan nafas, fisik, dan meditasi. Setelah bisa mengolah chi, dipercaya manusia akan bisa mendapatkan tingkat energi yang optimal dan spiritualitas yang tinggi.
Dan setiap latihan yang terkandung dalam kungfu memiliki filosofi itu, yaitu untuk bersatu dengan alam, dan pada gilirannya nanti, untuk bisa mengolah chi. Karena itu, banyak filosofi dan praktek dalam kungfu juga bisa diterapkan sebagai sarana kesehatan.
Seperti senam Tai Chi (taichi) yang cukup marak dipraktekkan oleh kaum muda dan para manula, atau praktek Falun Gong, dsb. Mereka yang mempraktekannya secara rutin sering dikenal memiliki kondisi tubuh yang sehat.
Dan bukan hanya itu, jika kita melihat definisi kesehatan berdasarkan UU Kesehatan No 23 tahun 1992, disana disebutkan bahwa definisi kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial, yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi.
Maka. setiap poin yang diutarakan di atas adalah kriteria yang sempurna untuk mencapai definisi itu.
Seseorang yang bermeditasi dengan baik, akan mampu menenangkan pikirannya sehingga akan lebih mampu untuk hidup sehat Bukankah penyakit juga banyak datang dari pikiran? Demikian pula jika kita rutin berlatih kungfu, badan akan lebih kuat, dan pada gilirannya akan mampu melaksanakan kegiatan sehari-hari dengan lebih optimal.
Apalagi kalau ditambah lagi dengan meningkatkan spiritualitas dan melatih pikiran kita, untuk menemukan filosofi hidup yang bisa kita pegang teguh, agar tidak terhanyut dalam budaya yang tidak baik dan merusak.
Sepertinya semua itu adalah gaya hidup yang ideal. Mungkin kita harus mulai mencobanya sekarang.
Penulis : David I Nainggolan
Thanks