Last Updated on 18 April 2021 by Herman Tan Manado

Siluman rubah (Hanzi : 狐狸精, pinyin : húlíjīng) atau Rubah Ekor Sembilan (Hanzi : 九尾狐, pinyin : jiǔwěihú) adalah sesosok makhluk yang terkenal dalam mitologi Tionghoa, sosoknya bisa menjadi siluman baik ataupun jahat.

Ia dapat berubah menjadi banyak bentuk, bentuk yang paling sering ditirunya adalah sesosok wanita cantik. Keberadaannya dalam mitologi Tionghoa sudah ada dalam kisah Yu Agung, pendiri dinasti Xia 2070 – 1600 SM).

Rubah ekor sembilan

Rubah berekor sembilan banyak muncul dalam cerita rakyat Tionghoa, sastra dan mitologi.  Kehadirannya sendiri dapat menjadi pertanda baik maupun pertanda buruk. Legenda tentangnya menyebar ke luar Tiongkok dan diperkenalkan dalam budaya Jepang dan Korea.

Pada masa dinasti Han, perkembangan ide tentang pengubah bentuk memiliki tempat sendiri dalam budaya Tiongkok.

Ide tentang makhluk non manusia berusia sangat panjang dapat mengambil bentuk sebagai manusia diperkenalkan dalam sebuah kumpulan esai tentang alam dan mitologi berjudul Lunheng karya Wang Chong (27 – 91 M).

Saat budaya Tiongkok semakin berkembang, kemampuan mengubah bentuk siluman rubah menjadi lebih besar.

Rubah ekor sembilan muncul dalam kitab Shanhaijing (Hanzi : 山海经; pinyin : Shānhǎi jīng) Kitab Pegunungan dan Lautan – Classic of Mountains and Seas), yang dikumpulkan pada masa Negara-Negara Berperang hingga dinasti Han Barat (sekitar abad ke-4 hingga abad pertama SM). Tertulis bahwa :

“Tanah Bukit Hijau berada di utara Tianwu. Para rubah di sana memiliki empat kaki dan sembilan ekor. Menurut versi lain, wilayah itu berada di utara Lembah Matahari Terbit.”

Di bab 24 kitab Shanhaijing, penulis bernama Guo Pu menambahkan bahwa rubah ekor sembilan adalah pertanda baik yang muncul selama masa-masa damai. Namun di bab 1, aspek lain dari makhluk ini digambarkan :

“Tiga ratus li lebih jauh ke timur adalah Pegunungan Bukit Hijau, dimana banyak batu giok dapat ditemukan di lereng selatannya dan batuan cinnabar di utaranya.

Di sana adalah seekor hewan yang bentuknya mirip dengan rubah ekor sembilan. Makhluk ini membuat suara seperti bayi dan suka makan manusia. Siapapun yang memakan makhluk ini akan dilindungi dari racun serangga.”

Seperti yang disebutkan sebelumnya, dalam sebuah legenda Yu Agung bertemu dengan rubah ekor sembilan, yang diartikannya sebagai pertanda keberuntungan bahwa ia akan memiliki seorang istri. Dan ternyata rubah putih berekor sembilan itulah yang menjadi istrinya, dan dinamainya Nüjiao.

Dalam sebuah ikonografi masa dinasti Han, rubah ekor sembilan sering kali digambarkan tinggal di pegunungan Kunlun bersama Ibunda Ratu Barat dengan perannya sebagai dewi keabadian. Menurut kitab abad pertama Baihutong (Diskusi di Balairung Harimau Putih), ekor sembilan rubah melambangkan keturunan yang banyak.

Dalam menggambarkan transformasi dan ciri-ciri lain seekor rubah, Guo Pu (276 -324) membuat komentar ini :

“Saat seekor rubah berusia lima puluh tahun, ia dapat mengubah dirinya menjadi seorang wanita; saat berusia seratus, ia dapat menjadi wanita cantik, atau medium roh, atau pria dewasa yang bisa berhubungan seksual dengan wanita.

Mereka makhluk luar biasa yang dapat mengetahui sesuatu pada jarak lebih dari ribuan mil; mereka bisa meracuni manusia dengan sihir, mengendalikan dan merasuki mereka hingga mereka kehilangan ingatan dan pengetahuannya; dan saat usianya seribu tahun, dia akan naik ke langit dan menjadi rubah langit.”

Kitab berjudul Youyang Zazu menghubungkan rubah ekor sembilan dengan ramalan :

“Dari semua seni Tao, ada sebuah doktrin khusus tentang rubah langit. Dikatakan bahwa rubah langit memiliki sembilan ekor dan berwarna emas. Ia tinggal di Istana Matahari dan Bulan dan memiliki jimat fu (kertas jimat berwarna kuning) sendiri dan ritual jiao. Ia dapat melampaui yin dan yang.”

Tradisi Kultus Siluman Rubah

Pemujaan rubah dikenal di masa dinasti Tang dan disebutkan dalam sebuah teks berjudul Hu Shen (Hanzi : 狐神,dewa rubah).

“Sejak awal berdirinya dinasti Tang, banyak rakyat biasa memuja siluman rubah. Mereka membuat persembahan di kamar mereka untuk meminta sesuatu pada rubah.

Para rubah ini berbagi makanan dan minuman dengan orang-orang, dan tidak memiliki majikan seorang pun. Hingga saat itu ada perkataan, ‘bilamana suatu tempat tidak ada siluman rubahnya, maka tidak ada desa yang berdiri di sana.'”

Su Daji, Siluman Rubah dalam Sastra Klasik

Ilustrasi sosok Daji

Salah satu siluman rubah paling terkenal dalam mitologi Tiongkok adalah Daji, atau Su Daji (Hanzi : 妲己, pinyin : Dájǐ, Hokkian : So Tat Ki).

Tokoh ini ditampilkan dalam novel supranatural era dinasti Ming (1368-1644 M) berjudul Fengshen Yanyi (Hanzi : 封神演义, pinyin : Fēng shén yǎnyì, Feng Shen bang atau Kisah Para Dewa).

Cerita singkatnya, Daji adalah seorang putri cantik, yang dinikahkan secara paksa pada seorang tiran kejam bernama Zhou Xin (Hanzi : 紂辛, pinyin : Zhòu Xīn). Seekor siluman rubah berekor sembilan yang mengabdi pada Dewi Nüwa, yang ditantang oleh Zhou Xin sebelumnya, membunuh Daji dan menempati tubuhnya.

Siluman rubah tersebut menyamar menjadi Daji, dan bersama suaminya menciptakan banyak peralatan untuk hukuman dan eksekusi, seperti memaksa seorang pejabat memeluk pilar yang terbuat dari logam panas.

Karena kekejaman mereka, banyak orang (termasuk jenderal-jenderal Zhou Xin sendiri) yang memberontak dan berusaha menggulingkan dinasti Zhou Xin, dinasti Shang.

Akhirnya, raja Wen dari dinasti Zhou, salah satu pesaing dinasti Shang, mendirikan dinasti baru sesuai dengan nama kerajaannya. Siluman rubah dalam tubuh Daji diusir oleh Jiang Ziya (Hanzi : 姜子牙), Perdana Menteri pertama dinasti Zhou dan si rubah itu sendiri dihukum berat oleh dewi Nüwa karena kekejamannya yang keterlaluan.

Kebanyakan siluman rubah digambarkan berbahaya, namun beberapa cerita dalam kumpulan cerita pendek Liaozhai Zhiyi berkisah tentang kisah cinta antara siluman rubah yang menjelma menjadi gadis cantik dengan seorang pemuda.

Dalam novel fantasi dinasti Ming berjudul Tiga Sui Melawan Pemberontakan Siluman (Hanzi : 三遂平妖傳, pinyin : Sān suì píng yāo chuán), seekor siluman rubah mengajarkan sihir pada seorang gadis muda, membuatnya dapat memanggil tentara siluman dengan mantranya.

Siluman rubah juga menjadi salah satu perhatian dalam Buddhisme Chan (Zen). Salah satu tokoh Buddhisme Chan bernama Linji Yixuan membandingkan mereka dengan orang-orang yang berbicara tentang Dharma, menyatakan bahwa, “para biksu yang kekanakan tidak akan memahami Dharma, mereka lebih percaya pada siluman rubah itu…” (The Record of Linji, Honolulu 2008, halaman 218).

Referensi :

• Kepustakaan Klasik China. Kisah-Kisah Keabadian (Tales of Immortals). Kompilasi oleh Yuan Yang. Elex Media Komputindo, 2011.
Fox Spirit
Huli Jing
Daji

By Amimah Halawati

Seorang mahasiswa pasca perguruan tinggi teknik Negeri di kota Bandung. Mojang Priangan berdarah Sunda namun memiliki minat besar dengan bahasa dan budaya Tionghoa. Pecinta buku dan senang menulis, khususnya fiksi fantasi yang bertema mitologi dan kebudayaan Tionghoa.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: eitss, mau apa nih?