Last Updated on 18 April 2021 by Herman Tan Manado

Li Ka Shing (李嘉誠; Lǐ Jiāchéng) – Tulisan yang dibuat Dahlan Iskan yang dimuat di koran Jawa Pos ini bagaikan cerita gabungan antara kekayaan, warisan dan brutalnya kehidupan gangster di Hongkong.

Jumat, 16 Maret 2018, orang terkaya se-Asia (No.23 di dunia) dengan estimasi kekayaan bersih $37,7 miliar US! Li Ka-shing, menyatakan pensiun total dan melepas semua jabatan di umurnya yang hampir menginjak 90 tahun.

Li Ka Shing, pebisnis sukses Hongkong yang lahir pada 29 Juli 1928 di Guangdong, Tiongkok, mewariskan bisnis gurita yang telah dibangunya berpuluh2 tahun ke anak sulungnya Victor Li (李澤鉅; Lǐ Zéjù). Persis 20 tahun setelah sang anak selamat dari penculikan gengster Hongkong dengan tebusan Rp 2 triliun!

Anak pertamanya itu pun ‘naik tahta’ untuk mewarisi jabatan ayahnya diusia senja, yakni berumur 53 tahun (lahir tahun 1964). Viktor 2 tahun lebih tua dari adiknya, Richard Li (李泽楷; Lǐ Zékǎi).

Kesehatan sang bapak memang luar biasa. Saat menyatakan pensiun di usia kepala 9 itu pun, beliau tampak masih terlihat sangat sehat dan masih mampu berdiri sendiri tanpa dipapah.

Sebagai info, Hongkong memang salah satu wilayah yang memiliki usia angka harapan hidup tertinggi di dunia. Menurut Departemen Kesehatan Hong Kong, di tahun 2015 rata-rata harapan hidup masyarakat mereka mencapai 84,0 tahun (pria usia 81,2 tahun, sementara wanita usia 87,3 tahun)!

Angka ini melampaui Negara Jepang yang usia penduduknya rata-rata 83,7 tahun. Meski begitu, data ini tidak dimasukkan dalam ranking & statistik WHO (World Health Organization), karena Hong Kong adalah Wilayah Administratif Khusus Tiongkok, jadi bukan merupakan anggota WHO.

Sedangkan Tiongkok sendiri (yang diakui WHO) hanya berada di posisi ke 53 dengan usia harapan hidup rata-rata 76,1 tahun. Indonesia? Lebih jauh dibawah lagi, selevel Negara2 berkembang di Asia, menempati peringkat 120 dengan usia harapan hidup 69,1 tahun. Data ini berdasarkan List by the World Health Organization (2015).

Di ASEAN saja, Indonesia hanya unggul atas Kamboja (123), Filipina (124), Timor Leste (125), Myanmar (129), dan Laos (137). Yang berada di posisi juru kunci adalah Siera Leone (183) dengan usia harapan hidup hanya ½ abad.

Apa yang menjadi patokan penilaian ini? Tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, jaminan kesehatan (termasuk kualitas rumah sakit dan dokter), tingkat polusi/pencemaran lingkungan suatu Negara (udara & air), situasi keamanan & perpolitikan, dan pola hidup/kultur budaya sudah pasti masuk dalam penilaian WHO.

Kembali ke berita, jabatan chairman Cheung Kong Holding dan Huchinson Holding yang jatuh ke anak pertama rupanya sudah disadari sepenuhnya oleh anak bungsu Li Ka Shing. Bahkan sejak Richard masih sementara kuliah di Stanford University, Amerika Serikat di tahun 1990.

Saat itu tiba-tiba si bungsu memilih tidak perlu lulus sarjana. Toh bapaknya juga hanya jebolan SMA (高中). Richard pun memilih pulang kampung ke Hongkong dan mendirikan perusahaan start-up. Memang saat itu lagi awal musim perusahaan2 start-up. Bahkan raksasa perusahaan smartphone, Apple, pun juga baru mulai merintis usahanya.

Pendek cerita, perusahaan start-up yang dibangun Richard pun sukses. Sang ayah pun kagum. Apalagi ketika Richard kemudian mampu menjual salah satu perusahaannya, Stars TV, dengan nilai waktu itu $500 juta.

Saat itu, anak sulung Li Ka Shing, Victor Li (yang merupakan jebolan Teknik Sipil di Standford University) sudah mulai membantu ayahnya terlibat di level manajemen perusahaan.

Ia terlibat dengan berbagai urusan harian perusahaan yang inti bisnisnya bergerak di bidang real estate (perumahan/apartement), investasi, IT, Hotel, internet & telekomunikasi, pelabuhan/jasa bongkar muat, bisnis ritel, pembangunan infrastruktur dan energi.

Tidak mungkin Victor masih bisa berpikir untuk mengeluarkan ide-ide baru seperti adiknya. Sejak saat itu siapa pewaris tahta kerajaan Li Ka-shing kian jelas. Semua orang Hongkong juga tahu, termasuk para gangster disana.

Victorlah sang putra mahkota itu. Sementara adiknya, Richard, tampaknya sudah sibuk dengan perusahaan yang dirintisnya sendiri. Tentu saja perusahaannya bisa menjadi besar karena mendapat sokongan modal/sumber daya yang tak terbatas dari sang ayah (uang, pegawai, lahan/bangunan, serta koneksi).

Karena sudah diincar kelompok gengster Hongkong yang terkenal nekad, sang putra mahkota pun dalam bahaya. Gengster di Hongkong bukanlah seperti kawanan geng motor di Indonesia, yang lari apabila dikejar satpam. Mereka mirip kelompok mafia di Italia, atau di Meksiko yang memiliki senjata api.

Bahkan sekelompok geng besar bisa beranggotakan lebih dari 1 batalyon, yang tersebar diseluruh wilayah dengan kelompok2 unit kecil.

Pada pertengahan 1990-an, ada satu gangster yang niat mengincarnya. Gangster ini sudah bosan dengan perampokan kecil-kecilan, toh resikonya sama saja. Kepala gengnya berpendapat bahwa hanya dengan menculik anak konglomeratlah baru bisa mendapatkan banyak uang tebusan.

Dia berasumsi, semua konglomerat pasti takut mati. Kehilangan banyak uang pun tidak akan membuat mereka jatuh miskin dan tinggal di kolong jembatan.

Saat itulah, Viktor Li, putra sulung Li Ka-shing dijadikan target bos gangster Hongkong ini, Zhang Ziqiang (Cheung Tze-keung; 張子強). Sebenarnya waktu itu Zhang belum genap setahun keluar penjara, akibat 2 kasus perampokan di bandara internasional Hongkong, Chek Lap Kok.

Waktu itu dia dijatuhi hukuman 18 tahun. Sementara teman operasinya, Yip Kai Foon (葉繼歡), dijatuhi hukuman 41 tahun. Tapi sayang hukum di Hongkong waktu itu mudah disuap. Kepala gengster Zhang pun hanya menjalani masa hukuman kurang dari 4 tahun.

Dia bebas dengan jaminan setelah dibantu pengacaranya, dengan alasan karena tidak ada bukti yang kuat. Pada waktu itu (tahun 1996) Hongkong masih di bawah kekuasaan Inggris, yang baru akan diserahkan ke pangkuan Tiongkok 1 Juli 1997.

Pasca keluar dari penjara, Zhang tentu saja ingin membebaskan temannya. Soal kesetia-kawanan, jangan anggap remeh para mafia gengster Hongkong! Sebelum masuk anggota inti, mereka saling sumpah setia di depan Patung Dewa Kwan Kong dengan darah!

Dengan cara yang spektakuler, Zhang pun berencana membeli bahan peledak yang bisa meledakkan dinding penjara Hongkong (Stanley Prison). Saat itulah Yip, temannya, bisa keluar dari penjara. Aksi percobaan membobol penjara mereka ini pun diangkat ke dalam film dengan judul The King of Robbery pada 1996

Tapi, membeli bahan peledak juga perlu uang yang tidak sedikit. Selain harus membelinya dari black market, dalam proses pengirimannya (lewat laut) juga harus menyuap begitu banyak aparat untuk pengamanannya.

Akhirnya Zhang pun membuat keputusan : Menculik putra mahkota Li Ka-shing, Victor Li, dengan tebusan 1 miliar dolar Hongkong (±2 triliun). Aksi penculikan pun berjalan lancar. Victor diculik di perjalanan ketika dia akan pulang rumah dari kantor.

Dia dimasukkan dalam sebuah peti mati. Di kedua sisi peti itu dilubangi agar ada udara yang untuk pernafasan. Setelah itu, lewat telepon umum langsung menghubungi ayahnya untuk minta tebusan.

Tanpa pikir 2x, Li Ka-shing pun setuju membayar separuh dari tuntutan gengster. Li Ka-shing lebih memilih kehilangan uang segitu banyak daripada kehilangan putra mahkotanya.

Tapi, tidak mungkin menyediakan uang kontan sebanyak itu dalam semalam. Dalam telepon, Zhang mengatakan dia sendiri yang akan mengambil uang tebusan senilai 2 triliun itu di rumah Li Ka-shing. Dia juga mengancam agar jangan coba menghubungi polisi, karena sudah ada peledak yang dipasang di halaman rumahnya.

Zhang pun tiba di rumahnya Li Ka-shing seorang diri. Hebatnya lagi, dia menunggu uang kontan itu hingga terkumpul di ruang tamu, tanpa takut dibuntuti polisi. Dia mungkin berpikir, jika dia mati, nyawa putra Li Ka-shing juga sudah pasti tidak akan selamat.

Yang membuat banyak orang kagum : Hasil dari penculikannya itu dia bagi-bagi ke anggotanya, bahkan ke masyarakat miskin. Siapa saja dia beri uang. Zhang pun mendapat julukan ‘gangster berhati emas’. Setelah sukses mendapatkan uang, Zhang pun membebaskan anak Li Ka Shing tanpa terluka sedikitpun.

Selang setahun kemudian, Zhang terpikir untuk melakukan aksi besar lagi. Di saat pemerintah Hongkong sibuk dalam urusan serah terima dari Inggris ke Tiongkok, Zhang menculik konglomerat nomor 2 terkuat di Hongkong : Walter Kwok (郭炳湘; 1950).

Negosiasi pun berlangsung alot, yang pada akhirnya Zhang hanya menerima tebusan sekitar Rp 1,2 triliun. Padahal Zhang harus menyembunyikannya selama 6 hari.

Karena 2 penculikan besar sukses, Zhang pun mencari target ketiganya : Menculik raja judi Macau, Stanley Ho (何鴻燊, 1921). Tapi Zhang masih terpikir akan temannya yang masih di penjara.

Waktu itu dia sudah berhasil membeli bahan peledak dari black market di Macao. Bahan peledak itu dia simpan di sebuah tempat parkir truk kontainer bawah tanah.

Zhang pun mengubah prioritas, dimana dia akan membebaskan temannya lebih dulu. Tidak sampai setahun setelah berhasil mendapat tebusan Walter Kwok, dia merencanakan menculik Anson Chan (陳方安生, 1941), seorang wanita paruh baya yang merupakan kepala pemerintahan Hongkong saat itu.

Kali ini tebusannya bukan uang, melainkan membebaskan temannya dari penjara. Tapi Zhang lupa, saat itu Hongkong sudah berada di bawah kendali pemerintahan rezim komunis Tiongkok yang tidak kenal ampun. Nyawa para terpidana seakan tidak ada harganya disana.

Tanpa diduga, penculikan Anson gagal. Diduga, rencana Zhang sudah bocor. Zhang pun melarikan diri ke daratan Tiongkok, tepatnya ke Guangdong, daerah tempat kelahirannya.

Disana, Zhang banyak menyuap petugas dan kepolisian setempat agar bisa mendapatkan identitas palsu. Zhang pun merasa aman tinggal disana, karena sudah begitu banyak pejabat yang dia amankan.

Tapi pemerintah pusat Tiongkok mengerahkan petugas dari pusat, yang tidak ada hubungan/kenalan dengan uang sogokan gangster. Zhang pun tertangkap dalam satu penggrebekan di apartemennya.

Pemerintah Tiongkok seakan tidak peduli dengan prinsip hukum locus delikti. Biarpun kejahatannya dilakukan di Hongkong, tetap saja diadili di wliayah Guangzhou.

.Pengacara Cheung dan ahli konstitusi lainnya melobi pemerintah agar persidangan ditransfer ke Hong Kong, tetapi pemerintah Tiongkok bergeming. Jaksa Tiongkok juga menggunakan banyak kasus kejahatan Zhang di daratan sebagai alasan, seperti pelanggaran perbatasan dan pemalsuan dokumen.

Setahun kemudian, tepatnya pada 8 Oktober 1998, Zhang pun disidang. Tanpa berlama-lama, dihari pertama persidangan Zhang sudah langsung mengakui semua perbuatannya. Wajar saja, karena Tiongkok terkenal dengan tidak punya belas kasihan kepada para tawanannya. Semua disiksa dengan brutal agar mengakui perbuatannya.

Tidak lama, vonis pun dijatuhkan bulan berikutnya : HUKUMAN MATI. Pada tanggal 5 Desember 1998, Zhang pun langsung dieksekusi. Bagi Tiongkok, ini seperti pencitraan agar negara mereka dianggap tegas. Tidak seperti di Indonesia, ada yang sudah divonis mati, tapi masih dibiarkan hidup dalam sel berpuluh2 tahun.

Kini, Zhang Ziqiang (Cheung Tze-keung) sudah almarhum. Yip Kai Foon, temannya yang masih dalam penjara tanpa sempat ditolong pun sudah mati karena sakit kanker paru-paru (ditangkap 1996, meninggal 19 April 2017).

Sementara Li Ka-shing sudah pensiun, anaknya Victor Li pun sudah jadi chairman Cheung Kong Group. Istrinya, Wang Xiqiao, sempat berganti nama pada tahun 2005, karena tidak anak laki-laki sebagai penerus bisnisnya kelak setelah 3 anak perempuan.

Sejak itu, tidak pernah terdengar lagi ada berita gangster yang merampok di Hongkong.

By Herman Tan Manado

One Smile Return to the East. Follow @tionghoainfo untuk info2 terbaru.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: eitss, mau apa nih?