Last Updated on 26 April 2020 by Herman Tan Manado
Kota Milan dan Wuhan ternyata beda. Meski sama2 di lockdown, tapi tidak sama dalam hal prakteknya. Ini baru diketahui setelah ±300 orang (dokter dan perawat) yang tergabung dalam tim medis dari Tiongkok tiba di Milan, Kamis, 19 Maret 2020 lalu. Mereka diperbantukan di wilayah utara Italia, yang kian kewalahan dalam menangani virus Corona ini.
Kota Wuhan sendiri dilaporkan sudah beberapa hari tidak ada pasien baru. Pada hari Rabu, 18 Maret, demikian juga dengan keesokan harinya, Kamis, 19 Maret.
“Lockdown di kota Milan ini ternyata longgar sekali,” ujar dokter asal Tiongkok itu. “Kendaraan umum masih ada yang beroperasi, masih ada pula orang2 yang terlihat di lalu-lalang di jalanan,” tambah dokter itu, seperti dikutip salah satu media di Tiongkok.
Bagi orang Italia, mungkin keadaan itu sudah dianggap lockdown yang sangat mengerikan. Kota mereka sudah dianggap sebagai kota mati, dimana jalan2 sepi, dan toko2 pada tutup.
Tapi bukan seperti itu yang dimaksud “lockdown ala Wuhan”. Disana, kendaraan umum sama sekali tidak diperbolehkan beroperasi! Bukan hanya dikurangi. Masyarakat harus benar2 berada di dalam rumahnya masing2.
Karena lockdown di Italia sangat longgar, tidak mengherankan, bahwa hingga seminggu setelah kedatangan tenaga medis dari Tiongkok (beserta puluhan ton bantuan perlengkapan APD kesehatan, seperti masker, sanitizer, sarung tangan, baju hazmat, goggles, face shield, cover sepatu, alat pernapasan ventilator, dsb) jumlah penderita baru masih di angka ribuan; bahkan masih diatas 3.000-an setiap hari!
Demikian juga jumlah orang yang meninggal dunia, sampai melebihi jumlah yang meninggal di Tiongkok (sudah termasuk Hongkong, Macau, bahkan Taiwan sekalipun).
Lockdown di Wuhan tidak seperti itu (Italia). Disana, lockdown benar2 dilakukan dengan keras, dengan ala pemerintahan tangan besi, atau diktator, atau komunis, atau apalah yang mau kalian sebut. Saya pun minta gambaran konkrit dari rekan saya di Tiongkok. Seperti apa sih lockdown di Wuhan Tiongkok itu?
Ternyata seperti ini :
Sejak akhir Februari 2020 lalu, semua orang di Wuhan (bahkan di kota/propinsi lain Tiongkok) harus men-download 1 aplikasi di ponsel mereka. Nama aplikasi itu : 健康宝 (Jian Kang Bao), yang secara harafiah artinya “Sehat Itu Harta Karun“, atau “Harta Karun Berupa Kesehatan“.
Dengan men-download aplikasi tersebut, semua orang terhubung dengan pusat kesehatan nasional. Demikian akhirnya, ponsel telah berfungsi pula sebagai kartu kesehatan. Sejak saat itu, di layar ponsel masyarakat muncul status kesehatan mereka masing2, yakni hijau, kuning, atau merah.
Di masa lockdown itu, semua orang tidak boleh keluar rumah, kecuali yang diizinkan oleh petugas. Petugas itu berdiri di mulut2 lorong, gang, atau di jalanan.
Bagi yang benar2 punya urusan penting, mereka harus menunjukkan ponsel ke petugas. Mereka harus menunjukkan status kesehatan masing2, sesuai yang tertera di layar ponsel.
Kalau layar ponsel mereka berwarna hijau, berarti diizinkan. Tapi terbatas, misalnya hanya ke supermarket atau ke toko obat. Tapi kalau layar di ponselnya berwarna kuning, mereka tidak boleh keluar ke mana2. Apalagi yang memiliki warna merah.
Dari mana asal status kesehatan itu? Lantas siapa yang memberi status hijau, kuning, atau merah itu? Semua itu berasal dari big data.
Ketika Anda men-download aplikasi ‘Harta Karun’ itu, Anda diharuskan menjawab banyak pertanyaan yang muncul di layar ponsel. Pilihan jawabannya sudah ada di bawah pertanyaan, tinggal pilih saja.
Sebelum masuk ke bagian pertanyaan, Anda diharuskan membaca deklarasi di situ, bahwa Anda sendirilah yang menjawab, bukan orang lain. Bahwa Anda mengisinya dengan jujur, dan kalau tidak jujur bersedia menanggung konsekuensi hukumnya. Lalu masuk ke pertanyaan2. Pertanyaannya banyak, ada sekitar 16.
Misalnya, ke mana saja Anda selama 14 hari terakhir?
Apakah sedang batuk, demam, atau panas?
Apakah Anda pernah ke kantor selama 14 hari terakhir?
Di mana alamat kantornya?
Dan masih banyak lagi pertanyaan lainnya …
Pertanyaan2 seperti itu tidak hanya muncul sekali sewaktu download pertama kali. Itu muncul setiap hari. Yup, setiap hari! Setiap jam 10.00 pagi. Dan setiap hari pula Anda harus menjawabnya, lalu send.
Semua jawaban itu akan masuk ke sentral data. Dimana semua itu terkumpul dalam sebuah big data. Big data inilah yang menjadi sumber untuk diproses. Lantas muncullah status hijau, kuning, atau merah di layar ponsel pengguna. Di bagian atas layar ponsel mereka juga terlihat informasi hari, tanggal, bulan, tahun dan jam. Lalu ada foto wajah Anda.
Di bawah foto Anda itulah, status warna hijau, kuning, atau merah ditampilkan. Dengan demikian, ketika Anda menunjukkan layar ponsel ke petugas, akan terlihat foto Anda, informasi waktu, dan status kesehatan Anda.
“Apakah Anda sendiri yang memasang foto profil di aplikasi tersebut?“ tanya saya.
“Bukan,” jawabnya. “Sewaktu selesai men-download aplikasi, saya diminta menghadapkan wajah ke kamera. Wajah saya secara otomatis terfoto, dan langsung muncul di Aplikasi itu,” tambahnya.
Berarti big data berperan sangat besar dalam sistem lockdown di Wuhan Tiongkok. Tanpa big data, tidak mungkin bisa mengontrol 11 juta penduduk disana seketat itu. Begitu modernnya sistem lockdown ala Tiongkok.
Pantas saja kalau dokter Tiongkok yang diperbantukan ke Milan, menganggap apa yang terjadi di Italia itu adalah opo tumon. “Opo Tumon lock down kok begitu” (oleh : Dahlan Iskan, jawapost.com; dengan penyesuaian diksi seperlunya).
Baca juga : Mengenai 2 Rumah Sakit Khusus Covid-19 di Wuhan : Huoshenshan dan Leishenshan!
Mengenai Jian Kang Bao 健康宝 : Aplikasi Wajib Masyarakat Tiongkok Disaat Lockdown COVID-19
Lockdown di Wuhan Tiongkok tidak semata-mata memaksa masyarakatnya berada di dalam rumah saja, tetapi juga mengawasi mereka sampai sedetail2nya. Menariknya, mereka memanfaatkan teknologi daring. Caranya adalah lewat sebuah aplikasi yang bernama 健康宝 (Jian Kang Bao).
Aplikasi yang berarti “harta karun kesehatan” ini memiliki cara khusus untuk memberitahu kondisi kesehatan masyarakatnya. Bahkan aplikasi ini bisa membantu menekan penyebaran wabah COVID-19 di sana.
1. Aplikasi Jian Kang Bao dianggap sebagai “kartu kesehatan online” masyarakat Tiongkok selama Lockdown
Seperti yang dilansir dari lishiren.com, aplikasi Jiang Kang Bao ini memang tidak wajib dimiliki warga Tiongkok, namun disarankan untuk memasangnya di ponsel. Itu karena aplikasi ini memiliki kemampuan untuk mendeteksi status kesehatan seseorang. Mereka yang sedang berada di luar negeri pun disarankan meng-install-nya.
2. Warna yang tertera di aplikasi akan menjadi penentu warga Tiongkok apa bisa keluar atau tidak dari isolasi
Nantinya di aplikasi tersebut muncul ikon berwarna, yang mana tiap orang bisa berbeda-beda. Warna tersebut adalah hijau, kuning, dan merah. Mereka yang mendapatkan warna merah berarti mendapatkan pengawasan super ketat dari petugas, atau malahan harus dirujuk ke rumah sakit.
Sedangkan warna kuning mengharuskan seseorang agar tetap berada di rumah/isolasi mandiri (hebatnya, dokter & perawat disana mendatangi langsung rumah/apartemen warga setiap hari, untuk mengontrol kesehatan mereka!); sementara yang warna hijau berarti seseorang memiliki hak untuk keluar rumah (namun untuk keperluan terbatas, seperti berbelanja kebutuhan pokok).
Intinya, warna2 tersebut akan menjadi “paspor” apakah seorang bisa keluar dari rumah/apartemen atau tidak. Sebagai info, di setiap mulut lorong, gang, dan jalanan di kota Wuhan Tiongkok, terdapat petugas (gabungan dari polisi, militer, dan paramedis) yang berjaga 1×24 jam, mencegah warganya keluar dari tempat tinggalnya.
3. Indikator warna tersebut akan ditentukan dari jawaban yang kamu berikan
Tentu saja indikator warna pada aplikasi tersebut tidak muncul secara acak. Pengguna diharuskan menjawab sejumlah pertanyaan multiple choice terlebih dahulu, ketika selesai meng-install Jian Kang Bao. Pilihan tersebut seputar masalah kesehatan dan kegiatan yang dilakukan saat ini.
Pertanyaannya bisa tentang “Kemana sajakah kamu pergi dalam 14 hari ini?” Pertanyaan2 tersebut juga akan diulang saban hari, untuk memastikan bagaimana kondisi tubuhmu selama masa pandemik virus Corona ini.
4. Aplikasi ini memberikan info detail, karena meminta seluruh keterangan identitasmu
Di situs lishiren.com menyebutkan juga bahwa aplikasi “Jian Kang Bao” ini akan meminta identitas dirimu. Mulai dari nama lengkap, alamat rumah, nomor identitas setempat (KTP), dan lainnya. Foto diri terbaru juga akan diminta. Semua informasi ini nantinya akan diisi sendiri oleh pengguna, dan dimintai pertanggungjawaban sepenuhnya dibawah ancaman Undang2 hukum Tiongkok.
5. QR Code akan menunjukkan kondisi kesehatanmu
Dalam gambar ilustrasi yang dibagikan oleh lishiren.com, pada bagian kanan atas terdapat QR Code. QR code ini digunakan untuk melihat informasi personal tentang kesehatan seseorang, sehingga jika petugas kesehatan (atau pihak yang berkepentingan) ingin mengetahuinya, cukup dengan melakukan scanning QR tersebut.
Data-data ini jelas tersimpan dalam satu server (big data), yang mana bisa dianalisa untuk mengetahui bagaimana kesehatan warganya. Tidak mengagetkan, jika lockdown di Wuhan-Tiongkok terbilang efektif, mengingat dibantu aplikasi modern ini.
Indonesia sendiri belum memiliki infrastruktur big data yang terkoneksi, untuk menampung informasi seluruh warganya. SDM nya juga mungkin belum siap untuk membuat dan menjalankan aplikasi sejenis ini, termasuk bagaimana mengolahnya. Alasannya, karena selama ini kita terlalu terbuai dengan berbagai aplikasi yang ditawarkan negara lain (referensi : idntimes.com).
Baca juga : Mengenai 2 Rumah Sakit Khusus Covid-19 di Wuhan : Huoshenshan dan Leishenshan!