Last Updated on 14 July 2020 by Herman Tan Manado
Bab Ke-3 : Dua paru sajak menjadi ikatan Pernikahan, tipuan sepasang muda mudi kasmaran memaksa ijin Ayah si Gadis
Setiba nya si nenek comblang di Pavilyun “Kenikmatan Musim Panas”, didengar nya tuan Tschan masih diatas bersama putri nya. Dia menunggu di dekat situ, di dalam bayang2 pohon yang teduh, sampai ia turun dan berjalan cukup jauh, lalu naiklah ia ke lauteng tengah membawa kabar untuk nona Sian Sian.
“Ada salam dari tuan muda Khu, ia menanyakan kesehatan nona, ia mengetahui, bahwa kedatangan ayah nona yang mendadak telah membuat nona kaget, ketika nona tengah menulis sajak.
Sian Sian merasakan, bagaimana bulu kuduk nya berdiri. Jadi ia kembali mengawasi aku lagi dari jauh dan hasil pengawasan nya begitu akurat.
Tetapi terhadap si nenek comblang ia tidak mau mengaku. Pura2 tidak tahu ia berkata: “Aku bersajak? masa sih, tak ingat aku. lagian kenapa aku harus kaget karena kedatangan ayahku? ia kan memang sering mundar mandir kesini”
“Terserah, bersajak atau tidak, kaget atau tidak, itu aku tidak tahu. Aku hanya diperintahkan untuk mengatakan yang tadi kuceritakan. Ia juga mengatakan: mengingat tadi nona kaget, ia merasa kawatir nona menjadi sakit, oleh karena nya ia memberanikan diri untuk menyelesaikan sajak nona yang belum selesai dan sekalian menuliskan padanan jawaban sajak untuk nona.”
Keheranan nona Sian Sian bertambah, hingga sembilan per sepuluh bagian ia percaya akan kekuatan gaib nya pemuda Khu. Setelah membaca bait2 sajak nya, menghilanglah sisa satu persepuluh keraguan nya, dan tepat nya, seperti yang dibayangkan sebelum nya, ia menjulurkan lidah nya yang ungu dan menyapukan nya diantara bibir nya yang berwarna merah cerah.
Setelah terdiam sejenak, ia berkata pada si nenek:
“Setelah test ini, tidak ada keraguan lagi: Ia adalah mahluk luar biasa, mirip setengah dewa. Aku yakin, bahwa aku ingin menikahi nya.
Atau haruskah aku menolak lamaran seorang setengah dewa? Apakah ada calon suami untuk ku yang lebih baik? Tapi masih ada satu hal yang masih kepikiran oleh ku.
Sementara ini kebetulan ia mengambil bentuk manusia, tapi bagaimana nanti bila setelah pernikahan bentuk manusia nya lenyap, menghilang entah ke langit mana, lalu bagaimana? seperti nya tidak adil bagiku.”
“Untuk itu harap nona tenang saja, ia tidak mengatakan bahwa ia adalah seorang mahluk halus.”
“Baiklah, bawa dan berikan pada nya separu sajak buatan ku, sedangkan separu sajak buatan nya akan kusimpan, dua paru sajak ini akan menjadi ikatan perkawinan, sebagai dokument ikatan yang abadi.
Hanya saja ia harus secepat nya mengajukan pinangan pada ayahku.”
Si nenek comblang kembali menghadap pemuda Khu dan menceritakan kejadian yang menggembirakan tadi. yang membuat nya melompat lompat kegirangan atas keberhasilan akal2-an nya.
Namun, manusia punya bisa tapi Thian punya kuasa, walaupun ia mempunyai nama kecil Ahok (Hok = Rejeki), tapi hoki nya belum datang. Perantara nya kali ini belum juga memperoleh persetujuan tuan Tschan.
Banyak alasan yang dibuat antara lain: belum bisa memutuskan karena masih menunggu calon2 pelamar lain yang akan dibawa oleh kedua anak lelaki nya dari ibukota, lebih mengharapkan seorang Doktor tingkat ke tiga dengan lisensi Jabatan sebagai menantu.
Pemuda Khu menerima tantangan tsb dan memutuskan untuk ikut Ujian-Awal-Tahun yang diadakan setiap tiga tahun sekali dan kebetulan kali ini jatuh pada awal tahun depan. Tetapi bagaimana bila ia tidak lulus?
Untuk berjaga jaga ia mengirim si nenek comblang kepada Sian Sian untuk meminta pendapat nya mengenai hal yang tadi dipikir nya.
Jawaban Sian Sian:
“Ke satu, dengan kecerdikan nya ia tidak harus kawatir tidak lulus, kalau sudah lulus Doktor tingkat dua masakah harus takut tidak lulus Doktor tingkat tiga?.
Ke dua, dengan kekuatan Supernatural yang dimiliki nya harus nya tidak ada kesulitan yang tidak bisa dipecahkan,
Ke tiga, minta rekomendasi dari kedua kakak nya di ibukota, sebuah urusan yang sangat mudah, karena kedua kakak nya sangat suka dengan hal2 yang gaib dan supernatural, jadi dengan memperlihatkan sedilkit ‘kebolehan’ nya dalam ilmu gaib, dengan mudah memperoleh simpati kedua kakak nya.”
Nenek comblang menyampaikan apa yang dikatakan Sian Sian kepada pemuda Khu, sambil menambahkan beberapa patah kata yang menenangkan, karena seperti Sian Sian, ia sendiri tidak tahu sejauh apa kekuatan gaib yang dimiliki majikan nya.
Namun pemuda Khu membiarkan si nenek comblang dalam keyakinan nya dan berusaha menyembunyikan tipuan nya. Perasaan nya menjadi tidak tenang, Bagaimana aku bisa menghadapi kedua kakak Sian Sian? kedua orang itu adalah sarjana tinggi, mana bisa mudah tertipu dengan satu dua jurus “sim salabim” ku?
Pemuda Khu memutuskan untuk menemui kedua kakak Sian Sian. Seandai nya gagal, hanya ada satu kemungkinan yaitu: lulus ujian.
Ketika ia menemui kedua kakak Sian Sian untuk meminta rekomendasi perkawinan, alhasil jawaban nya nihil, kedua kakak Sian Sian itu persis seperti ayah nya, hanya ingin melihat calon menantu yang telah mengenakan topi sutera tanda kelulusan Doktor tingkat ke 3.
Jalan satu2 nya tersisa ialah menyiapkan diri untuk menghadapi ujian negara tingkat ke 3. Dibawah sorot mata kritis para pengawas ujian ia pun membuktikan kemampuan nya. Nama nya pun muncul pada urutan kedua dalam daftar berwarna kuning yang berisikan nama2 calon yang lulus.
Dengan kepala terangkat tinggi, ia pun menemui kedua kakak Sian Sian, kali ini ia merasa sangat yakin akan mengantongi rekomendasi untuk menikahi Sian Sian.
Tapi ternyata kekecewaan baru lah yang dialami. Kali ini pun ia kecele. Sebelum nya telah ada 2 orang pelamar lain yang datang dan ketiga nama2 pelamar itu sudah dikirimkam ke tuan Tschan, kemungkinan keputusan akan diserahkan pada undian ramalan Abu-Pemujaan keluarga Tschan.
Dengan grogi Khu pun pergi. Bagaimana bila undian ramalan nya tidak berpihak kepada nya? Ia harus secepat nya mengabarkan pada kekasih nya dan bersama menyusun satu rencana pintar mencari jalan keluar dari ramalan buta.
Tapi apa daya, terhalang jarak yang sedemikan jauh, mana mungkin bisa bertukar pikiran dengan Sian Sian. Jadi ia tidak menunggu sampai acara serah terima ijazah, langsung berpamitan kepada teman2 dan para pengawas komisi ujian, cepat menempuh perjalanan pulang.
Setiba nya dirumah ia mendapat kabar yang tidak enak, kedua saingan nya yang juga berasal dari Wu Tschou, sudah mendahului nya. Mereka tidak membuang waktu dengan menunggu pengumuman Daftar Kuning, langsung meninggalkan Ibukota.
Melalui nenek comblang yang ia kirim setibanya dirumah, diketahui, bahwa kedua saingan nya tidak saja telah mengantongi surat rekomendasi dari kedua kakak Sian Sian, juga ayah2 mereka telah memainkan otot melalui perantara. Sian Sian menjadi panik dan minta agar Khu memainkan kekuatan gaib nya.
Pemuda Khu menjadi putus asa, ia tidak bisa berbuat apapun kecuali mendatangi ayah Sian Sian, siapa tahu ada harapan.
Tuan Tschan menutup diri nya dengan membungkam. Hasil undian yang akan menentukan, itulah jawaban nya.
Pada hari yang sudah ditentukan untuk meramal undian di depan Abu pemujaan leluhur, tuan Tschan bersama putri nya Sian Sian menyembah Abu leluhur, lalu memasukan 3 buah gulungan kertas berisi nama2 pelamar kedalam sebuah mangkok emas.
Dengan sebuah sumpit yang terbuat dari batu giok, Sian Sian harus mengambil salah satu nama, nama yang keambil harus menjadi suami nya. Sebelum nya Sian Sian harus menjura dan menekuk lutut sambil membenturkan kepala ke lantai empat kali untuk Langit, Bumi, leluhur dan Moyang nya Leluhur.
Tanpa kawatir Sian Sian melakukan upacara yang akan menentukan nasib selanjut nya, ia telah memberi tahu kan kekasih nya, dan yakin ia akan “kebolehan” nya dalam ilmu gaib, dimana Sian Sian pasti akan menyumpit nama yang diharapkan.
Tapi oh!, ketika amplop dibuka, yang tertera bukan nama pujaan nya, melainkan nama salah satu pelamar lain!. Alis mencuat, mata terbelalak, terasa dunia berhenti berputar. sayup2 seolah suara dari tempat jauh, terdengar suara ayah nya menembusi gendang telinga nya: “undian sudah memutuskan anak ku, lakukan penyembahan sekali lagi untuk menghormati para dewa bahwa kau menerima keputusan nya.
Sian Sian adalah seorang anak penurut yang jujur, tapi dibawah tekanan berat, timbul akal nya yang akan menolong keluar dari masalah ini: Ayah, bolehkah aku bicara satu dua patah, bila aku membungkam aku kawatir akan menghancurkan kebahagiaan hidupku”
“Bicara lah anakku, pada ayahmu kau tak usah malu2” kata ayah nya.
“Kemarin malam aku kedatangan roh ibu dalam mimpi, ia berkata padaku: ‘Seperti kudengar engkau mendapat lamaran dari 3 pemuda, dari 3 orang pemuda itu hanya satu yang akan membuat hidupmu bahagia dalam perkawinan.’ kemudian aku bertanya, siapa nama pemuda yang dimaksud. lalu jawabnya: ‘Ia bernama Khu, ingatkan nama itu, hanya satu itulah yang boleh kau pilih’ Sekarang undian memutuskan lain, bagaimana aku harus melawan kehendak ibuku?”
Tuan Tschan termanggu sebentar.
“Aneh, mengapa ia tidak muncul juga dalam mimpiku? dan bila ia serius dengan keinginan nya, mengapa pada saat penarikan undian ia tidak menuntun tanganmu memilih nama yang di ingini nya? Aku menjadi tidak yakin dengan yang kau katakan”
“Itu tidak merubah keadaan. bagiku hanya keinginan ibu yang berlaku. aku hanya akan menikahi pemuda Khu dan tidak ada yang lain, jelas anak nya dengan tegas-
Tuan Tschan menjadi tidak sabar,
” Ah, siapa tahu kau mempunyai kekasih rahasia, jangan2 kau mengarang saja. tunggu, nanti akan kutanyakan pada ibumu bila ia muncul dalam mimpiku, setelah 3 hari penungguanku ia tidak muncul, maka itu adalah bukti bahwa kau menipuku. Dalam hal ini, selain kau tidak memperoleh pemuda Khu, juga kau akan mendapat hukuman.” Lalu ia pun pergi meninggalkan Sian Sian yang masih bertekuk lutut.
Sian Sian kemudian duduk dan menulis surat panjang pada kekasih nya. Menceritakan tentang penderitaan jiwanya dan menganjurkan Khu untuk menggunakan kekuatan gaib serta mencari jalan keluar yang efektif. Sian Sian berhasil memberikan surat rahasia nya kepada nenek comblang, dan si nenek secepatnya menyerahkan kepada Khu.
Si nenek merasa agak heran, ketika ia mengetahui surat tsb tidak membuat si pemuda menjadi sedih atau kecewa. Sangat berlawanan, wajah nya semakin terang pada saat membaca surat dan akhir nya berkata dengan santai kepada si nenek: Aha, seperti yang sudah kuduga. Pergi temui nona Sian Sian, dan katakan padanya, supaya tenang dan tidak usah banyak pikiran.
Aku jamin, dalam tempo 3 hari, pendapat ayah nya akan berubah. Pernikahan akan berjalan lancar! Bawalah surat ini, semua penjelasan dan ketentuan sudah kutulis. Nona Sian Sian harus mengikuti intruksi2 yang kutulis, tidak boleh melakukan kesalahan.”
“Kalau tuan muda begitu yakin, mengapa tidak sebelum2 nya menggunakan kekuatan gaib? tanya nenek memberanikan diri. Pemuda Khu memperlihat ‘muka pintar’.
“Itu ada alasan nya, kesatu mengetest si nona, apakah ia tetap berada di pihakku setelah keputusan hasil undian.
Kedua aku ingin memberi pelajaran setimpal pada si tua keras kepala.
Ketiga, seandai nya si nona langsung menyumpit nama yang benar pada saat undian, maka pekawinan ini tak akan mengalami alur2 ketegangan seperti yang kita alami sekarang, hanya sebuah kejadian lumrah dan tidak ada efek “wow” nya.”
“Anda benar” jawab si nenek yang langsung pergi membawa berita hangat.
Kedatangan surat itu bagi si nona bagaikan Sang Matahari muncul untuk mengusir awan hitam yang gelap. Sian Sian menyeka air mata nya dan wajah sedih nya pelan2 berubah membentuk sebuah senyum mekar. Tak ada habis nya ia mengucapkan terimakasih pada langit dan bumi.
“Semua akan menjadi baik, sekarang aku tidak kawatir lagi akan keberhasilan pernikahan ini.” katanya kepada si nenek comblang dengan wajah bersinar sinar.
“Dan apa yang akan nona lakukan untuk membuat nya berhasil?.” Sian Sian hanya tersenyum dan membungkam.
Tiga hari kemudian, tuan Tschan memanggil putri nya menghadap. Raut muka nya keras dan suara nya terdengar kaku:
“Aku telah berdoa dan memohon kepada ibumu agar muncul dalam mimpiku memberi penjelasan. Bahkan bayangan nya pun dalam tiga malam ini tak terlihat! Jadi terbukti sudah bahwa kau menipuku. Katakan, ada akal2-an apakah dalam cerita mimpimu?
“Bukan engkau, tapi putrimu yang telah didatangi berkali kali dalam mimpi, Ia berkata kepadanya:
‘Karena ayahmu tidur seranjang dengan gundik, aku merasa tidak enak hati mendekati nya dalam tidur. Oleh sebab itu aku tidak dapat mengabulkan permintaan nya.
Katakan pada ayahmu, bila ia tidak percaya pada mimpi pertamamu, kau mempunyai bukti yang meyakinkan, mudah2-an ayahmu tidak menjadi kaget bila kau membuka mulut’ Itulah kata2 ibuku, bolehkah aku membuka mulut?
“Mengapa aku harus kaget? katakan!”
“Akan kukatakan. Menurut ibu, kau tidak hanya berdoa dengan mulut, juga telah kau tulis diatas sehelai kertas yang kemudian kau bakar. betull kan?
Tuan Tschan mengangguk mengiyahkan.
“Baiklah, Setelah kau menulis nya diatas kertas, lalu menggulung nya seperti kue semprong, dan kemudian membakar nya. Kecuali kau sendiri tidak ada orang lain yang ikut mendengar suaramu, iyah kan?
Tuan Tschan kembali mengangguk.
“Dengarlah. Ibu telah menyampaikan kata2 doa tertulismu, dan atas restu nya aku mengukir kata demi kata dalam benakku. Bila kau meminta bukti akan kebenaran kata2 ku, aku bersedia memanggil doa mu dari ingatanku.”
Kali ini tuan Tschan menganggukan kepalanya berkali kali.
“Tidak mudah bagimu, tapi cobalah.”
“Oke, bila ada kesalahan sedikit saja, kau boleh yakin aku telah membohongimu”, jawab Sian Sian.
Lalu Sian Sian membuka bibir nya yang merah muda, gigi seindah permata nya pun bermunculan, dan dengan suara terang yang merdu bagaikan kicauan burung, keluarlah dari ingatan nya kata2 yang terterah dalam gulungan kertas doa.
Tuan Tschan hampir tidak percaya pada pendengaran nya, rambut nya berdiri, menjulang kedepan. Apa yang ia pernah tulis secara diam2, telah keluar dari mulut Sian Sian tanpa salah sepatah pun.
“Bukan main! Sulit dipercaya!” teriak nya. “Ini pasti ada dewa ikut campur tangan. Sekarang aku yakin, bahwa cerita mimpi pertamamu benar adanya. Aku akan mematuhi kehendak nasib dan dewata. Engkau boleh menikahi si pemuda she Khu.”
Masih pada hari yang sama, seorang perantara wanita membawakan Khu kata persetujuan dari ayah Sian Sian. Dengan hadiah perkawinan ia tidak usah merepotkan diri, karena ia akan memasuki rumah tuan Tschan bagaikan seorang menantu perumpuan, menjadi babah mantu dan tinggal dirumah itu. Tuan Tschan tidak ingin berpisah dari putri nya.
Karena masih menjelang musim panas, maka disiapkan untuk kedua mempelai Pavilyun “Kenikmatan Musim Panas” sebagai kamar pengantin. Begitulah, setelah meliwati banyak halangan, akhir nya mereka berhasil mengikat perkawinan yang bahagia.
Dimalam pengantin, mula2 Sian Sian merasa risih dan malu. Menurut nya terhadap seorang roh dan mahluk halus harus sedikit dikekang, tidak boleh langsung memperlihatkan bagian bawah. Tapi tak lama kemudian ia merasakan betapa liar dan besar hasrat si pemuda, sehingga tidak mirip dengan mahluk halus.
Dari situ Sian Sian mendapat kesimpulan, bahwa ia hanya seorang manusia biasa. Kemudian ditanyakankan bertubi tubi mengenai “Telepahtie” dan “ajaib”, hingga akhir nya ia mengaku.
Mengapa aku tidak membuka kartu setelah aku memenangkan permainan? pikir pemuda Khu dan menceritakan sejujurnya, semua nya terjadi secara lumrah dan ia menggunakan bantuan sebuah alat “mata ajaib” sampai yang terakhir kali nya.
Ia menceritakan, bagaimana ia ketika itu sudah berputus asah, memohon bantuan kepada dewa penolong nya sambil menangis, agar tidak ditinggalkan dalam keadaan runyam seperti ini.
kemudian, ia mengambil tempat posisi pengintaian yang biasa di atas menara biara. Kebetulan sekali ia melihat ayah si nona sedang duduk menulis. Setelah diperhatikan lebih jauh, dikenalinya, bahwa ayah Sian Sian sedang menulis sebuah doa kepada roh ibu Sian Sian.
Cepat2 ia membuat salinan doa, dari situ ia mendapat sebuah inspirasi. Suatu hal yang genial, doa tertulis itu bisa digunakan melawan ayah Sian Sian yang keras kepala.
Salinan doa dan rencana dituliskan kedalam surat, dan kebetulan si nenek comblang datang pada waktu yang tepat, ketika ia akan mengirim nya kepada Sian Sian. Kejadian selanjut nya tentu kalian sudah tahu.
“Seperti kau lihat, semua itu terjadi secara duniawi dan lumrah”, kata nya , mengakhiri pengakuan nya sambil tersenyum.
Sian Sian memperlihatkan tanda2 sedikit kecewa, dan tidak mau kalah seperti umumnya perumpuan, tidak mengijinkan sebuah ilusi yang sudah dicintai nya hancur begitu saja.
“Engkau tidak dapat berkata begitu saja, bahwa benda ini sepuluh bagian dari sepuluh tidak memiliki kekuatan gaib. Sampai saat yang terakhir ia telah membuktikan nya sebagai dewa penolong yang handal.
Sedikit kegaiban dan kekuatan supernarural pasti masih tersisa, itu aku yakin!” katanya dengan penuh kemenangan.
Sian Sian bersikeras, bahwa “mata ajaib” harus ditempatkan di atas meja pemujaan di lauteng tengah. Disitu ia harus tinggal sebagai dewa penolong yang baik.
Pada masa mendatang, bila mendapat kesulitan atau ada pertanyaan yang tak terjawab, maka ia akan disembah untuk dimohon pertolongan gaib nya.
~~~Tamat~~~
Diterjermahkan Oleh : Aldi Surjana
Disadur dari : www.aldisurjana.com