Last Updated on 7 January 2022 by Herman Tan Manado
Cap Go Meh melambangkan hari kelima belas (hanzi : 十五暝; pinyin : Shiwu míng) bulan pertama Imlek dan merupakan hari terakhir dari rangkaian masa perayaan Imlek bagi komunitas migran Tionghoa yang tinggal di luar China. Istilah Cap Go Meh berasal dari dialek Hokkian yang bila diartikan secara harafiah bermakna “15 hari atau malam setelah Imlek”.
Bila dipenggal per kata, ‘Cap’ mempunyai arti sepuluh, ‘Go’ adalah lima, dan ‘Meh’ berarti malam.
Perayaan Cap Go Meh atau Perayaan Lampion ini tidak hanya dirayakan di Indonesia saja. Beberapa negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura juga ikut merayakan hari raya ini. Di negara Tiongkok, festival Cap Go Meh dikenal dengan nama Festival Yuanxiao (元宵节; Yuánxiāo jié) atau Festival Shangyuan.
Kapan Cap Go Meh Dilangsungkan?
Festival Lampion a.k.a Cap Go Meh dirayakan pada hari ke-15 pasca perayaan Imlek, dimana setiap tahunnya selalu jatuh antara tanggal 5 Februari s/d 7 Maret :
• Cap Go Meh 2017 : 11 Februari 2017
• Cap Go Meh 2018 : 2 Maret 2018
• Cap Go Meh 2019 : 19 Februari 2019
• Cap Go Meh 2020 : 8 Februari 2020
• Cap Go Meh 2021 : 26 Februari 2021
• Cap Go Meh 2022 : 15 Februari 2022
• Cap Go Meh 2023 : 5 Februari 2023
• Cap Go Meh 2024 : 25 Februari 2024
• Cap Go Meh 2025 : 12 Februari 2025
Perayaan ini awalnya dirayakan sebagai hari penghormatan kepada Dewa Thai Yi. Dewa Thai Yi sendiri dianggap sebagai Dewa tertinggi di langit oleh Dinasti Han (206 SM – 221 M).
Upacara ini dirayakan secara rutin setiap tahunnya pada tanggal 15 bulan pertama menurut sistem penanggalan kalender Imlek. Upacara ini dahulu dilakukan tertutup hanya untuk kalangan istana dan belum dikenal secara umum oleh masyarakat Tiongkok.
Upacara ini dilakukan pada malam hari; untuk itu perlu disiapkan penerangan dengan lampu-lampu lampion yang dipasang sejak senja hari hingga keesokan harinya. Inilah yang kemudian menjadi lampion-lampion dan aneka lampu berwarna-warni yang menjadi pelengkap utama dalam perayaan Cap Go Meh.
Ketika pemerintahan Dinasti Han berakhir perayaan ini menjadi lebih terbuka untuk umum. Saat Tiongkok dalam masa pemerintahan Dinasti Tang, perayaan ini juga dirayakan oleh masyarakat umum secara luas. Festival ini adalah sebuah festival dimana masyarakat diperbolehkan untuk bersenang-senang.
Saat malam tiba, masyarakat akan turun ke jalan untuk menikmati pemandangan lampion berbagai bentuk yang telah diberi berbagai hiasan.
Di malam yang disinari bulan purnama sempurna, masyarakat akan menyaksikan tarian naga (masyarakat Indonesia mengenalnya dengan sebutan ‘Liong’) dan tarian Barongsai.
Mereka juga akan berkumpul untuk memainkan sebuah permainan teka-teki dan berbagai macam permainan lainnya, sambil menyantap sebuah makanan khas bernama Yuan Xiao atau Wedang Ronde. Tentu saja, malam tidak akan menjadi meriah tanpa kehadiran kembang api dan petasan.
Yuan Xiao sendiri adalah sebuah makanan yang menjadi bagian penting dalam festival tersebut. Yuan Xiao atau juga biasa disebut Tang Yuan adalah sebuah makanan berbentuk bola-bola yang terbuat dari tepung beras. Bila ditilik dari namanya, Yuan Xiao mempunyai arti ‘malam di hari pertama’.
Makanan ini melambangkan bersatunya sebuah keluarga besar yang memang menjadi tema utama dari perayaan Hari Imlek.
Perayaan Festival Cap Go Meh di Indonesia sendiri sangat bervariasi. Perayaan biasanya dilakukan oleh umat kelenteng-kelenteng atau Wihara dengan melakukan kirab atau turun ke jalan raya sambil menggotong ramai-ramai Kio/Usungan yang didalamnya diletakkan arca para Dewa.
Bahkan di beberapa kota di tanah air seperti di daerah Jakarta dan di Manado, terdapat atraksi ‘lokthung‘ atau ‘thangsin‘ dimana ada seseorang yang menjadi medium perantara yang konon setelah dibacakan mantra tertentu dipercaya telah dirasuki oleh roh Dewa untuk memberikan berkat bagi umat Nya.
Mereka biasanya akan melakukan beberapa atraksi sayat lidah, memotong lengan atau menusuk bagian badannya dengan sabetan pedang, golok, dan lain sebagainya. Sementara di Kalimantan, tepatnya di kota Pontianak dan Singkawang, atraksi ini disebut ‘Tatung‘.
Pada foto diatas, tampak kirab terakhir Kongco Hok Tek Ceng Sin (Fu De Zheng Shen) di Tanjung Brebes, Jawa Tengah, pada perayaan Cap Go Meh tanggal 29 Februari 1972. Sesudahnya, kirab/pawai seperti ini DILARANG oleh pemerintah Orde Baru.
Baca juga : Asal-Usul Tatung (Lokthung) Pada Perayaan Cap Go Meh di Kota Singkawang
Apakah di Tiongkok masih merayakan Cap Go Meh?
Tentu saja masih.
Hanya saja, jangan dibayangkan suasana Cap Go Meh di Tiongkok dengan di Indonesia, dimana Cap Go Meh lebih sarat ke ritual, seperti kirab prosesi Tatung, lokthung, atau thangsin.
Sementara di Tiongkok, festival Cap Go Meh itu seperti festival lentera (lampu2 lampion), hanya ada atraksi barongsai dan naga saja.
Sebenarnya tidak ada yg spesial.
Ini karena Revolusi Kebudayaan yang terjadi di Tiongkok di era Presiden Mao Zedong (1950-1970-an).
Hampir mirip dengan yg terjadi di Indonesia pada era G30S/PKI 1965, di Tiongkok juga terjadi pelarangan terhadap agama (taoisme) dan tradisi yang dianggap kuno.
Karena itulah ritual tatung cs sudah punah di Tiongkok. Karena waktu itu, Tiongkok ingin “mencerdaskan” warganya dari hal2 semacam itu.
Makanya, turis2 mancanegara kalau mau melihat Cap Go Meh itu, kebanyakan datang ke Thailand (Phuket), atau ke Singkawang.
Ke singkawang kalo mao nonton cap go meh….
Selain daerah Singkawang, Pontianak, dsb di Kalimantan, masih ada juga daerah Manado di Sulawesi Utara yang masih sarat ritual dalam perayaan Cap Go Meh nya.
di daerah medan juga banyak