Last Updated on 27 March 2021 by Herman Tan Manado
Dalam tradisi Tionghoa, sebagian masyarakat Tionghoa mengganggap bahwa tanggal 23 bulan 12 penanggalan Imlek adalah “Hari Dewa Dapur” atau lebih dikenal dengan sebutan Cao Kung Kong (灶君宫; Zao jun Gong), atau Zao Shen (灶神).
Siapa sebenarnya Dewa Dapur, atau dalam dialek Hokkian disebut Cao Kung Kong itu?
Dikisahkan dalam legenda, Dewa Dapur dikirim dari Surga ke Bumi oleh Kaisar Langit. Dewa Dapur bertugas untuk memantau perilaku dan mencatat perbuatan manusia sehari-hari, baik perbuatan yang baik maupun perbuatan yang buruk.
Setiap tahun, sang Dewa Dapur akan naik ke kahyangan dan melapor kepada Kaisar Langit tentang semua kebaikan dan keburukan yang diperbuat oleh manusia, terlebih untuk keluarga yang diawasinya sepanjang tahun tersebut.
Menurut legenda, Dewa Dapur itu berasal dari jaman Dinasti Qing (1644 – 1911). Saat itu Kaisar melihat ternyata dapur merupakan tempat berkumpulnya para dayang wanita; dimana dari sana sering berkembang gosip dan fitnah di lingkungan istana, sehingga kemudian menyebar keluar dan mempengaruhi ketentraman masyarakat lingkungannya.
Karena itu Kaisar kemudian menitahkan bahwa setiap rumah warga di dapurnya harus dipasang Dewa Dapur. Diedarkan titah yang isinya bahwa Dewa Dapur akan mengawasi, serta mencatat semua omongan serta kegiatan di dapur setiap harinya.
Lalu pada tanggal 26 bulan 12 Imlek, Dewa Dapur akan naik ke langit menemui Kaisar Langit (Yi Huang Ta Ti), untuk melaporkan semua catatannya mengenai keluarga yang dia awasi (quote dari taobali.org, Lie Ing Sen; dengan pengeditan seperlunya).
Oleh karena itu setiap rumah tangga yang ada tempat sembahyang kepada Dewa Dapur akan membuat upacara persembahan kepada sang Dewa Dapur pada tanggal tersebut dengan tujuan untuk mengantar Dewa Dapur naik ke Langit. Sembahyang kepada Dewa Dapur ini juga sebagai tanda bermulanya sambutan perayaan Tahun Baru Imlek.
Sisa waktu 7 hari menyambut tahun baru Imlek biasanya ada waktu sehari yang dimanfaatkan oleh umat untuk membersihkan altar sembahyang dan rupang/patung Dewa-Dewi, baik yang ada di Kelenteng ataupun di tempat sembahyang (kam) pribadi di rumah.
Pembersihan altar sembahyang dan rupang/patung Dewa-Dewi ini merupakan sebuah simbol tanda bakti yang dimaksudkan untuk menyiapkan tempat yang bersih untuk para Dewa-Dewi ketika kembali turun pada hari ke 4 setelah Imlek nanti.
Pembersihan di Kelenteng juga bertujuan untuk mempersiapkan diri karena umat akan mulai ramai datang pada saat menjelang dan sesudah Imlek nanti.
Setelah itu pada Hari ke-empat di tahun yang baru setelah Imlek, kembali ditandai lagi dengan suatu upacara persembahyangan untuk menyambut turunnya Dewa-Dewi dari Langit ke bumi.
Persembahyangan ini umumnya dilakukan di Kuil/Klenteng, namun ada pula yang melakukan sembahyang di rumah masing-masing. Upacara sembahyang ini dilakukan sekitar tengah malam menjelang tibanya tanggal 4 (subuh).
Tujuan upacara sembahyang ini adalah untuk menyambut kembalinya sang Dewa Dapur dan Dewa-Dewa lainnya dari Istana Langit, karena telah selesai membuat ‘Laporan Tahunan’ kepada Kaisar Langit (Yu Hwang Shang Di); untuk selanjutnya kembali bertugas mengawasi jalannya Kehidupan di Dunia ini.
Bagi umat yang masih menjalankan tradisi sembahyang menyambut Dewa Dapur ini, mereka sangat percaya bahwa di hari baik inilah para Dewa-Dewi yang baru turun dari Langit akan membawa banyak Berkah, yang akan dibagi-bagikan kepada manusia di bumi.
Ritual mengantar dan menyambut Dewa Dapur ini digelar setiap tahun untuk menyambut Imlek.
Seperti kata pepatah, “Ketika Dewa Dapur menyebarkan kata-kata yang baik di Surga, Bumi akan menjadi damai“. Istilah ini sudah tersebar luas di kalangan orang Tionghoa.
bolehkah dewa dapur disembahyangi saat purnama dan tilem?
oh baru tau nih ceritanya dewi dapur, ga banyak kalo di denpasar. kalo boleh tau ini kisah diambil darimana ya?
Dari kebanyakan cerita rakyat bro. Banyak di Google kalau ingin mengetahui cerita legenda Dewa Dapur