Last Updated on 18 May 2021 by Herman Tan Manado

Singkawang (山口洋; San Keuw Jong) itu adalah nama dari sebuah kota kecil yang terletak di Kalimantan Barat, yang mana mayoritas masyarakatnya merupakan etnis Tionghoa. Sesampainya di sana, kalian akan mendengar banyak orang Tionghoa yang dalam kesehariannya berbicara dalam bahasa daerahnya, bahasa Khek.

Ketika mengunjungi kota Singkawang, kita terasa seperti mengunjungi Tiongkok kuno, dengan banyaknya bangunan kelenteng yang bertebaran di setiap sudut kota Singkawang.

Salah satu hal yang paling menarik dari kota Singkawang adalah keberagaman budayanya yang khas, salah satunya seperti perayaan Cap Go Meh, yang sangat berbeda apabila dibandingkan dengan perayaan di kota-kota lainnya.

Perayaan Cap Go Meh (元宵节) merupakan salah satu hari raya tradisional masyarakat Tionghoa, yang jatuh pada tanggal 15 bulan pertama di tahun Imlek.

Lie Sau Fat, dalam bukunya yang berjudul “Aneka budaya Tionghoa Kalimantan Barat” mengemukakan bahwa pelafalan kata CAP GO MEH ini berasal dari dialek Hokkian, yang secara harafiah diartikan sebagai “malam kelima belas” (Cap = Sepuluh, Go = Lima, Meh = Malam).

Sedangkan dalam dialek Hakka (Khek), disebut CANG NYIAT PAN, dimana CANG NYIAT itu berarti “bulan satu”, dan PAN adalah “pertengahan”; yang kalau kita gabungkan kira-kira menjadi “pertengahan bulan satu”.

Sedangkan di daratan Tiongkok, perayaan ini disebut YUANXIAO JIE yang diartikan sebagai “Festival Malam Bulan Pertama”, karena malam Cap Go Meh adalah malam yang pertama di bulan purnama, setiap tahun baru Imlek. Perayaan Cap Go Meh dilakukan untuk menandai selesainya rangkaian perayaan Tahun Baru Imlek.

Jadi bisa dibilang ini seperti acara penutupannya (kunci).

Berikut 3 hal seru yang telah lama menjadi ciri khas perayaan Cap Go Meh di kota Singkawang :

1. Diadakannya Pawai/Kirab Festival Lampion : Masuk Rekor MURI!

Apakah kalian pernah berpikir, mengapa tahun baru Imlek itu identik dengan hiasan lampion?

Apabila jumlah lampionnya banyak, maka pemandangannya akan menjadi menarik. Tahukah pembaca, bagaimana awalnya ornamen lampion tersebut bisa berkaitan dengan Tahun Baru Imlek dan perayaan Cap Go Meh ?

Salah satu pawai kereta berhias lampion menjadi tontontan menarik warga, pada rangkaian perayaan Cap Go Meh di kota Singkawang, hari Minggu malam (17/2/2019).

Konon kebiasaan memasang lentera lampion ini bermula sekitar tahun 180 SM. Kaisar yang berkuasa pada masa itu (Dinasti Han Barat), yang dikenal sebagai Han Wudi (汉武帝) naik tahta pada tanggal 15 bulan pertama Imlek.

Untuk merayakan penobatannya, Sang Kaisar pun mengambil keputusan untuk menjadikan tanggal 15 bulan pertama sebagai hari raya Lampion.

Maka pada malam tanggal 15 bulan pertama setiap tahun, beliau akan keluar dari istana dan merayakan festival tersebut bersama rakyatnya. Kaisar Han Wudi lalu memerintahkan, agar setiap tempat publik dan setiap rumah warga harus memasang lampion berwarna-warni, agar pemandangan di kotanya menjadi terlihat indah ketika beliau melewatinya pada malam hari.

Nah, bermula dari tradisi turun temurun seperti itulah, orang-orang Tionghoa yang tersebar di seluruh dunia, termasuk yang ada di kota Singkawang ini, juga masih memegang teguh tradisi tersebut; dan perayaan Cap Go Meh dirayakan berdasarkan kebudayaan dari Tiongkok seperti adanya pesta lampion tersebut.

Di kota Singkawang bahkan tidak lagi sekedar memasang lampion di sana-sini, tetapi juga dijadikan sebagai Pawai Festival Lampion, yang berarti dalam festival tersebut terdapat berbagai macam lampion yang akan diarak di jalanan utama kota.

Pawai festival lampion di kota Singkawang ini merupakan salah satu momen yang paling ditunggu-tunggu oleh segenap warga dan para wisatawan. Umumnya pawai tersebut akan diselenggarakan pada malam hari sebelum berakhirnya tahun baru Imlek.

Baca juga : Tjhai Chui Mie : Walikota Wanita Tionghoa Pertama di Indonesia, Ahoknya Versi Wanita!

Setiap orang yang telah terpukau oleh arak-arakan pawai festival lampion di Kota Singkawang tersebut, mereka secara tidak sadar akan selalu ingin untuk menyaksikannya kembali dari tahun ke tahun. Bahkan di tahun 2019 ini, Pawai Festival Lampion di Kota Singkawang telah berhasil memecahkan catatan rekor MURI (Museum Rekor Dunia Indonesia), sebagai lampion terbanyak!

2. Penuh Dengan Atraksi Barongsai dan Naga : Rekor MURI Lagi!

Pada perayaan Cap Go Meh di Kota Singkawang. selain pertunjukan lampion-lampion tersebut, juga terdapat pertunjukan Barongsai dan Naga. Namun bagaimana dengan pertunjukan Naga yang ditampilkan dalam perayaan Cap Go Meh di kota Singkawang?

Berbeda dengan pertunjukan barongsai, pertunjukan Naga di kota Singkawang memiliki makna lebih mendalam, yang bahkan menjadi salah satu lambang di kota tersebut juga. Mengapa demikian?

Karena masyarakat Tionghoa di kota ini sangat mempercayai bahwa sosok Naga adalah UTUSAN DEWA DALAM BENTUK HEWAN SUCI, yang akan melindungi mereka dari malapetaka.

Tampak Naga yang dibakar usai perayaan Cap Go Meh di Singkawang (Foto : @destiawanwijaya).

Baca juga : Tarian Naga ; Keturunan Naga (龙的传人; lóng de chuán rén) Sebagai Identitas Etnis

Mereka bahkan membuat ornamen Naga yang disakralkan pada saat perayaan Cap Go Meh, sebagai perwujudan akan turunnya roh Naga untuk ikut serta mengelilingi kota Singkawang, dan lewat wujud pertunjukan Naga Suci tersebut bertujuan untuk memberkati dan membersihkan kota Singkawang dari segala macam malapetaka.

Setelah pertunjukan Naga mengelilingi kota Singkawang selesai, maka semua ornamen Naga yang telah disakralkan itu akan dikumpulkan di tempat terbuka yang menghadap langit, kemudian dibakar, sebagai wujud mereka telah MELEPASKAN ROH NAGA untuk kembali ke langit.

Yang membuat hal ini seru adalah sekarang kita bisa menyaksikan semua prosesi untuk pertunjukan Naga tersebut dari awal hingga akhir dalam perayaan festival Cap Go Meh kota Singkawang.

Bahkan di tahun2 belakangan ini, kota Singkawang telah berturut2 mencetak rekor atas pertunjukan Naga terbanyak ke Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI).

3. Adanya Ribuan “Tatung” Yang Beraksi di Jalanan : Masuk Rekor MURI Lagi!

Inilah dia hal yang paling membedakan perayaan Cap Go Meh di kota Singkawang dengan perayaan Cap Go Meh di kota2 lainnya, adalah adanya arak-arakan ribuan “Tatung”, sebagai puncak parade perayaan.

Tidak hanya sekedar 1 atau 2 Tatung saja yang akan tampil, namun kita akan melihat banyak sekali Tatung yang diarak untuk berpawai mengeliling Singkawang!

Kota Singkawang bahkan telah memegang rekor MURI untuk pertunjukan pawai Tatungnya pada perayaan Cap Go Meh (tahun 2019 sebanyak 1040 orang) dan mendapatkan prestasi pada jumlah partisipannya dalam catatan MURI.

Atraksi Tatung Singkawang seperti ini selalu menyedot puluhan ribu turis domestik dan mancanegara setiap tahunnya.

Baca juga : Asal-Usul Tatung (Lokthung) Pada Perayaan Cap Go Meh di Kota Singkawang

Dengan adanya pertunjukan pawai Tatung yang telah menjadi ikon & ciri khas dalam perayaan festival Cap Go Meh kota Singkawang, maka hal ini pulalah yang menjadikannya sebagai event wisata budaya yang wajib dipertimbangkan untuk mengunjungi kota ini menjelang perayaan Cap Go Meh.

Para Tatung yang tampil pada perayaan festival Cap Go Meh  di kota Singkawang merupakan simbol pengusiran roh-roh jahat dan untuk menolak bala. Dimana mereka akan memamerkan kemampuan kekebalan tubuhnya dengan berbagai macam cara dalam atraksinya.

Meski demikian,  ritual “Tatung” ini sebenarnya bisa juga ditemui pada hari-hari biasa untuk hal-hal yang berbeda, misalnya saja untuk pengobatan, pembuatan kertas jimat (Hu), meminta berkat/pertolongan, dan sebagainya.

Dilansir dari buku yang berjudul “Kelenteng-Kelenteng Kuno di Indonesia”, perayaan Cap Go Meh di kota Singkawang dibuat semacam festival milik bersama yang meriah, dan diwarnai dengan ciri khas budaya Tionghoa.

Tapi dibalik itu semua, dari perayaan Cap Go Meh ini muncul sebuah akulturasi budaya antara masyarakat lokal (Dayak) dengan masyarakat perantauan (Tionghoa) setempat.

Hal ini dapat terlihat jelas dalam arak-arakan pawai Tatung sendiri, yang pesertanya tidak hanya berasal dari orang etnis Tionghoa saja, tetapi juga ada peserta Tatung yang berasal dari etnis Dayak, yang ikut ambil bagian dalam perayaan festival Cap Go Meh di kota Singkawang.

Semakin kedua etnis tersebut berakulturasi, kita bahkan bisa melihat adanya Tatung yang berasal dari etnis Tionghoa, tetapi mereka justru menampilkan sosok ornamen dari etnis Dayak. Begitupun sebaliknya.

Yang lebih mengejutkannya lagi, pada tahun 2019 ini pawai Tatung Singkawang ternyata tidak hanya menampilkan “Tatung lokal” lagi, tetapi juga berhasil mendatangkan “Tatung impor” dari luar negeri (Malaysia)!

Baca juga : Amoy Singkawang : 8 Hal Yang Harus Kamu Ketahui Tentang Amoy Singkawang, Anciang!

Setiap tahunnya selalu ada saja hal-hal baru yang seru, yang akan mengisi acara perayaan festival Cap Go Meh  di kota Singkawang tersebut.

Bahkan saking seru dan meriahnya, acara perayaan Cap Go Meh  di kota Singkawang ini sudah dimasukkan ke dalam list 100 Calender of Events (CoE) 2019 yang digagas oleh Arief Yahya, bapak Kementerian Pariwisata Republik Indonesia.

Tidak sabar nih untuk menanti bakal seseru dan semeriah apa perayaan Cap Go Meh  di kota Singkawang di tahun 2020 nanti? Apakah pembaca juga tertarik untuk menyaksikan secara langsung serunya perayaan Cap Go Meh  di kota Singkawang, Kalimantan Barat tersebut?

By Herman Tan Manado

One Smile Return to the East. Follow @tionghoainfo untuk info2 terbaru.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: eitss, mau apa nih?