Last Updated on 1 May 2021 by Herman Tan Manado
Tjong A Fie (張阿輝) adalah seorang kapitan, pengusaha perkebunan dan bankir dari keturunan orang Hakka. Beliau lahir di Sungkow, Meixian, Guangdong, Tiongkok pada 1860. Berasal dari keluarga yang sederhana, Tjong A Fie hidup bersama kakaknya Tjong Yong Hian.
Sewaktu kecil, Tjong A Fie sudah meninggalkan bangku sekolah dan memilih untuk membantu ayahnya untuk menjaga toko. Walaupun dengan pendidikan yang minim, namun Tjong A Fie merupakan anak yang sangat cerdas. Salah satunya adalah kemahiran berdagangnya, sehingga usaha toko ayahnya bisa sukses.
Biografi Tjong A Fie
Nama Lengkap : 張阿輝 (Zhang Ahui); Tjong A Fie (ejaan Hakka)
Nama Mandarin Lainnya : 张耀轩 (Zhang Yaoxuan) ; 张鸿南 (Zhang Hongnan)
Ejaan Lainnya : Tjong Yiauw Hian (ejaan Hakka), Tjong Fung Nam (ejaan Hakka)
Tempat/Tanggal Lahir : Guangdong, 1860 (tanggal tidak diketahui)
Meninggal : Medan, 04 Februari 1921 (usia 61)
Pasangan : Nyonya Lee, Nyonya Chew, dan Lim Koei Yap
Anak :
dari Nyonya Lee : Po Liong (Anak angkat).
dari Nyonya Chew : Kong-Liong, Song-Jin, dan Kwei-Jin.
dari Nyonya Lim Koei Yap : Tjong Foek Yin, Tong Fa Liong, Tjong Kian Liong, Tong Kwet Liong, Tjong Sze Yin, Tong Lie Long, dan Tjong Tsoeng Liong.
Orang Tua : Tjong Lian Xiang (Ayah), Nyonya Li (Ibu)
A. Kehidupan Awal Tjong A Fie
Setelah beranjak dewasa, Tjong A Fie memutuskan merantau datang ke Indonesia untuk mencari kehidupan yang lebih baik.
Pada yahun 1875, saat masih berumur 18 tahun, Tjong A Fie pergi ke Medan, Sumatera Utara untuk mengadu nasib. Ia menyusul kakaknya Tjong Yong Hian dengan berbekal sedikit uang. Pada saat itu kakaknya sudah menjadi salah satu pemimpin Tionghoa di Medan.
Pada saat di Medan, Sumatera Utara, Dengan bantuan kakaknya, Tjong A Fie bekerja di toko milik teman kakaknya yang bernama Tjong Sui Fo, di toko tersebut, Ia bertugas untuk melayani pelanggan yang datang, memegang buku, dan menagih hutang-hutang para pelanggan.
Tjong A Fie dikenal sangat ramah dan pandai bergaul, bukan hanya dengan sesama orang Tionghoa, namun juga dengan warga Melayu, India, Arab, dan orang Belanda. Ia juga mulai mempelajari bahasa Melayu, yang menjadi bahasa sehari-hari masyarakat di tanah Deli (juga dikenal sebagai Medan).
Tjong A Fie tumbuh menjadi sosok yang tangguh dan pemberani, Ia menjadi teladan dengan watak kepemimpinannya yang menonjol. Ia menjauhi hal-hal negatif seperti judi, mabuk-mabukan, dan pelacuran Dengan sikapnya yang pemberani dan tegas, Tjong A Fie sering kali menjadi penengah jika terjadi cekcok antara orang Tionghoa dengan etnis lain.
Selain itu, apabila terjadi keributan di kalangan buruh yang menimbulkan kekacauan. Tjong A Fie sering diminta Belanda untuk membantu mengatasi masalah yang ditimbulkan kalangan buruh tersebut. Karena kemampuannya tersebut, beliau lalu diangkat menjadi Letnan Tionghoa dan menetap di kota Medan.
Pada tahun 1911, karena prestasinya yang luar biasa, dalam waktu yang cukup singkat Tjong A Fie diangkat menjadi Kapitan Cina¹ (Majoor der Chineezen) untuk menggantikan kakaknya yang kala itu telah wafat.
Selain menjabat sebagai penasihat pemerintah, berkat rekomendasi dari Sultan Deli, beliau juga diangkat menjadi anggota Gemeenteraad (dewan kota) dan Cultuurraad (dewan kebudayaan).
B. Keluarga Tjong A Fie
Saat masih berada di Tiongkok, Tjong A Fie telah menikah dengan seorang gadis yang hanya diketahui bermarga Lie, dan mempunyai anak angkat yang bernama Po Liong.
Saat tiba di Deli, beliau menikah dengan Nona Chew dari Penang (saat ini wilayah Malaysia) dan dikaruniai 3 anak, yakni Tjong Kong Liong, Tjong Song Jin, dan Tjong Kwei Jin.
Namun pernikahan Tjong A Fie dengan Nona Chew tidak berlangsung lama, karena istri ke-2 nya tersebut meninggal dunia. Untuk ketiga kalinya, akhirnya Tjong A Fie menikah dengan Lim Koei Yap yang berasal dari Timbang Langkat, Binjai. Lim Koei Yap merupakan anak dari seorang mandor perkebunan tembakau di Sungai Mancirim, Lim Sam Hap.
Pernikahan dengan Lim Koei Yap, Tjong A Fie memiliki 7 orang anak, yakni Tjong Foek Yin, Tjong Fa Liong, Tjong Khian Liong, Tjong Kaet Liong, Tjong Lie Liong, Tjong See Yin, dan Tjong Tsoeng Liong. Saat ini sebagian dari keturunan Tjong A Fie masih menetap di Indonesia, sementara lainnya sudah pindah ke Malaysia dan Tiongkok.
C. Bisnis Yang Dijalankan Tjong A Fie
Tjong A Fie adalah orang yang ramah, sehingga banyak hubungan baik dengan masyarakat dan penguasa2 lokal di tanah Deli. Tjong A Fie menjalin hubungan baik dengan Sultan Deli, Ma’moen Al Rasyid Perkasa Alamsyah dan Tuanku Raja Muda.
Dengan relasi dari teman-temannya memudahkan Tjong A Fie untuk menjalankan usahanya. Sultan Deli bahkan tak segan untuk memberinya keperluan-keperluan perkebunan tembakau.
Dengan usaha yang dirintisnya, Tjong A Fie dikenal menjadi orang Tionghoa pertama di Indonesia yang memiliki perkebunan yang sangat luas. Tjong A Fie sukses mengembangkan usaha perkebunan tembakau di Deli, perkebunan teh di daerah Bandar Baru, serta perkebunan kelapa di Sumatera Barat.
Perkebunan yang dimilikinya telah memperkerjakan lebih dri 10.000 orang tenaga kerja. Bahkan, setelah itu pemerintah Belanda memberikan 17 kebun kepadanya untuk dikelola Tjong A Fie.
Selain perkebunan, bisnisnya yang lain meliputi pabrik minyak kelapa sawit, pabrik gula, bank (yakni Bank Kesawan, sebagai cikal bakal keamanan finansial di Medan), dan sebagainya.
Tjong A Fie juga merintis bisnis lainnya, dengan mendirikan perusahaan kereta api dengan nama The Chow-Chow & Swatow Railyway Co.Ltd di propinsi Guangdong, Tiongkok Selatan, dengan bantuan kakaknya, Tjong Yong Hian.
Tjong A Fie juga bekerja sama dengan Chang Pi Shih, yang juga merupakan pamannya yang bekerja di konsul Tiongkok (perwakilan resmi sebuah Negara; dibawah pimpinan kedutaan besar) yang ada di Singapura.
Karena jasanya dalam pembangunan Tiongkok tersebut, mereka bertiga dikabarkan pernah berkesempatan bertatap muka secara khusus dengan Ibu Suri Cixi (Ratu dari Kaisar ke-9 dinasti Qing, Xianfeng) di Beijing.
Dalam menjalankan kegiatan usahanya, Tjong A Fie adalah sosok yang setia, jujur dan bersatu dengan lingkungannya. Ia selalu berprinsip “di mana langit dijunjung di situ bumi dipijak”.
Tjong A Fie juga membagikan 5% keuntungannya (diluar upah) dalam bentuk bonus kepada para pekerjanya, sebagai dedikasi karena telah bersama-sama membangun bisnis yang dirintisnya.
D. Akhir Hayat dan Wasiat Tjong A Fie
Berita meninggalnya Tjong A Fie membuat seluruh masyarakat kota Medan dan sekitarnya (termasuk wilayah2 di Negara Malaysia waktu itu) turut berduka. Tjong A Fie meninggal dalam usia 61 tahun), tepatnya pada 4 Februari 1921, karena menderita penyakit pendarahan otak.
Puluhan ribu masyarakat datang, termasuk para pekerja dan ex pekerjanya, kenalan dan segenap handai taulan dari wilayah Medan, Aceh, Padang, Penang, Malaya, Singapura, Tiongkok dan Pulau Jawa, datang untuk memberikan penghormatan terakhir kepada Beliau.
Prosesi pemakaman Tjong A Fie berlangsung penuh hikmat dan megah, sesuai tradisi Tionghoa dan pangkatnya (kapitan Cina).
Ia mewasiatkan kekayaannya yang ada di pulau Sumatera maupun luar Sumatera kepada Yayasan Toen Moek Tong, yang harus didirikan di wilayah Medan (Sumatera Utara) dan Sungkow (Guangdong),
Sebelumnya, 4 bulan sebelum Tjong A Fie meninggal, Tjong A Fie juga meminta agar yayasan tersebut membantu masyarakat yang tidak mampu bekerja karena cacat, serta membantu korban yang terkena musibah bencana alam tanpa memandang status dan etnis satu sama lain.
Saat ini, nama Tjong A Fie diabadikan dalam sejumlah prasasti sarana yang dibangunnya, bahkan sebuah patung dirinya masih berdiri di Klenteng Kek Lok Si di Ayer Hitam, Penang, Malaysia.
Tjong A Fie adalah sosok yang sangat berjasa dalam membangun kota Medan, yang saat itu dinamakan Deli Tua. Beberapa catatan sumbangan dari beliau yang signifikan adalah :
1. Menyumbangkan uang untuk pembangunan menara lonceng Gedung Balai Kota Medan yang lama.
2. Menyumbangkan uang untuk pembangunan Gereja Uskup Agung Sugiopranoto.
3. Menyumbangkan uang untuk pembangunan Kuil Buddha di Brayan bagi warga Tionghoa.
4. Menyumbangkan uang untuk pembangunan Kuil Hindu bagi warga India.
5. Menyumbangkan uang untuk pembangunan Istana Maimoon, yang merupakan istana kesultanan Deli.
6. Membangun Rumah Sakit Tionghoa pertama di kota Medan dengan nama Tjie On Jie Jan.
7. Ikut mendirikan Batavia Bank dan Deli Bank.
8. Pelopor industri perkebunan dan transportasi kereta api pertama di Sumatera Utara, yakni Deli Spoorweg Maatschappij (DSM), yang menghubungkan kota Medan dengan pelabuhan Belawan.
Ia juga sangat menghormati umat Muslim, dengan mendirikan tempat ibadah Masjid Raya Al-Mashum dan Masjid Gang Bengkok, serta menurut catatan beliau pernah ikut merayakan hari besar keagamaan bersama mereka.
Baca juga : Ke Medan? Jangan Lupa Mampir ke 8 Objek Wisata Bernuansa Tiongkok Ini.
Rumah Tjong A Fie
Karena sifatnya yang dermawan dan toleran, ketokohan Tjong A Fie ssenantiasa dikenang oleh masyarakat Medan. Bahkan kini rumah kediaman Tjong A Fie masih berdiri kokoh di Jalan Ahmad Yani, Kesawan, Medan. Rumah yang dibangun di atas lahan 6.000 m² ini dibangun dengan arsitektur bergaya Tiongkok, Eropa, dan Melayu klasik.
Untuk memperingati ulang tahun Tjong A Fie yang ke 150, rumah yang didirikan sekitar tahun 1900 ini telah dibuka untuk umum pada tahun 2009, dan merupakan salah satu objek wisata paling poluler disana.
Rumah ini menjadi kenangan dengan ratusan foto dan lukisan tergantung di dinding, serta beberapa perabotan asli yang pernah dipakai beliau dan keluarganya, menjadi saksi bisu perjalanan Tjong A Fie di wilayah barat Indonesia.
Catatan :
1. Kapitan Cina (Hanzi : 華人甲必丹; Pinyin : Huárén jiǎ bì dān) merupakan sebutan gelar untuk para petinggi di kalangan masyarakat Tionghoa, di wilayah Indonesia, Malaysia dan Borneo (Kalimantan) jaman dulu. Posisi ini ditunjuk oleh pemerintahan kerajaan pribumi, dan atau oleh pemerintahan kolonial.